jpnn.com, SURABAYA - PSSI membentuk komite ad hoc integrity untuk merespons maraknya dugaan pengaturan skor. Komite tersebut bakal menggandeng penegak hukum seperti Polri.
Komite dibentuk setelah rapat PSSI 7 Desember lalu. Namun, mereka baru efektif bertugas per Januari 2019.
BACA JUGA: PSSI - Bareskrim Bentuk Satgas Anti-Pengaturan Skor
Sejatinya, komite itu ada dalam statuta FIFA. PSSI bisa memanfaatkannya kapan saja. Namun, baru tahun ini komite ad hoc integrity benar-benar difungsikan.
”Ya, karena sesuai dengan urgensinya saja. Rasanya (match fixing, Red) sudah sangat urgen,” kata Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono kepada Jawa Pos setelah diskusi #PSSIHarusBaik di Graha Pena Surabaya, Senin (17/12).
BACA JUGA: Praktik Match Fixing Disinyalir Libatkan Banyak Kalangan
Menurut Jokdri –sapaan Joko Driyono–, sangat mungkin PSSI berkolaborasi dengan Polri. Itu sejalan dengan yang dilakukan FIFA. Federasi sepak bola internasional tersebut menggandeng Interpol untuk memberantas match fixing alias pengaturan skor.
Nanti PSSI dan Polri bagi tugas. PSSI bertugas mengumpulkan fakta siapa saja yang diduga terlibat pengaturan skor. Begitu terkumpul, nama-nama tersebut langsung diserahkan ke Polri untuk ditindak.
BACA JUGA: Legenda Timnas Masih Heran dengan Gol Kemenangan Persija
Namun, Jokdri menyatakan bahwa pihaknya tak akan gegabah. ”Jadi, PSSI harus berhati-hati dalam memilah mana fakta yang bisa ditingkatkan ke proses investigasi,” kata Joko yang menjadi salah satu panelis dalam diskusi yang dihelat Jawa Pos itu.
Lantas, apakah PSSI sudah punya data siapa saja yang terlibat match fixing? Jokdri menyatakan sudah mengantongi nama-nama yang dibidik. ”Sudah ada (nama yang terlibat pengaturan skor, Red). Tapi, saya masih belum bisa menyebutkan,” beber pria 58 tahun tersebut.
Meski sudah punya nama yang dibidik, Jokdri mengaku belum puas. Dia bakal menggali info sedalam-dalamnya tentang siapa saja yang tercebur dalam proses match fixing.
Karena itu, PSSI berharap banyak kepada orang yang punya kemungkinan diajak main mata oleh si pengatur skor. ”Info itu bisa datang dari ofisial klub maupun dari siapa pun,” katanya.
Salah satu yang sangat bisa membocorkan info adalah mantan runner atau penghubung ke bandar judi. Bambang Suryo, salah satu mantan runner, siap memberikan info siapa saja yang terlibat pengaturan skor.
Maklum, meski sudah pensiun, Bambang punya jaringan kuat. Buktinya, dia sempat ditawari untuk kembali menjadi runner oleh bandar judi dari Kamboja di awal musim 2018. Namun, Bambang dengan tegas menolak.
”Saya tahu (soal match fixing, Red). Tapi, saya tunggu momen yang tepat untuk membuka semua. Saya nggak mau memberi bola liar,” katanya.
Jika fakta soal pelaku match fixing sudah valid, PSSI akan menyerahkan data tersebut ke Polri. Selanjutnya, akan dilakukan proses investigasi. Bila terbukti, pelaku bisa dipidana.
Mereka dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Dalam aturan itu, pelaku suap bakal dijerat hukuman maksimal 5 tahun penjara dengan denda Rp 15 juta.
Bisa saja proses investigasi berlangsung lama. Karena itu, tak tertutup kemungkinan PSSI menggandeng institusi lain di luar Polri untuk masuk komite ad hoc integrity. ”Tapi, kami lihat dulu perkembangannya nanti seperti apa,” tegas Jokdri.
Nah, meski sudah memiliki gambaran, PSSI belum punya target untuk komite itu. Misalnya, harus menangkap berapa pelaku match fixing dalam satu tahun ke depan. ”Belum sampai sejauh itu,” tambah Jokdri.
Jokdri bahkan belum tahu sampai kapan komite itu terus ada. Sebab, sesuai statuta FIFA, komite ad hoc integrity bertugas dengan waktu khusus. ”Bisa enam bulan, bisa juga dua tahun. Tinggal kami lihat progresnya seperti apa,” tutur Jokdri. (gus/c11/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Manajer Madura United: PSSI Tidak Transparan
Redaktur & Reporter : Soetomo