Perbankan Indonesia Tetap Jadi Incaran Asing

Kamis, 23 Mei 2013 – 07:17 WIB
JAKARTA - Alotnya negosiasi akuisisi Bank Danamon oleh DBS Group Holdings Ltd menyedot perhatian investor global.

Director Financial Institutions Fitch Ratings Indonesia Iwan Wisaksana mengatakan, kajian Fitch menunjukkan bahwa kebijakan pembatasan kepemilikan saham oleh Bank Indonesia (BI) bisa menghambat minat investor untuk masuk ke Indonesia. "Tapi secara keseluruhan, pasar perbankan Indonesia masih menarik di mata investor," ujarnya dalam laporan yang diterbitkan kemarin (22/5).

Sebagaimana diketahui, April 2012 lalu, DBS Group Holdings Ltd, telah menandatangani perjanjian jual beli saham bersyarat dengan Fullerton Financial Holdings Pte Ltd (FFH) untuk mengambil alih 100 persen saham yang dimiliki FFH pada Asia Financial Indonesia Pte Ltd (AFI). Asia Financial Indonesia ini memiliki 67,37 persen saham pada PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Nilai transaksi pengambilalihan mencapai Rp 45,2 triliun.

Namun, BI sudah memiliki regulasi baru terkait dengan kepemilikan bank. Untuk pemegang saham perorangan dibatasi maksimal 20 persen, korporasi nonkeuangan 30 persen, dan lembaga keuangan 40 persen. Sehingga, DBS hanya mengambil alih maksimal 40 persen saham Danamon. BI baru akan menizinkan akuisisi 67,37 persen saham jika otoritas moneter Singapura (MAS) membuka pintu bagi bank BUMN masuk ke Negeri Singa itu.

Menurut Iwan, bagi investor, kepemilikan saham yang dibatasi maksimal 40 persen memang tidak menguntungkan. Sebab, tanpa memegang saham mayoritas, DBS akan sulit mengintegrasikan jaringan bisnis perbankannya. "Hal itu juga membuat inefisiensi permodalan," katanya.

Karena itu, investor asing yang saat ini tengah mengincar kepemilikan saham perbankan Indonesia akan menunda rencana ekspansi. Namun, hal itu hanya akan terjadi dalam jangka pendek. "Tapi, untuk strategi jangka panjang, potensi pertumbuhan Indonesia akan mengkompensasi pembatasan kepemilikan itu," ujarnya.

Apalagi, lanjut dia, pembatasan kepemilikan saham maksimal 40 persen yang diberlakukan BI tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan pembatasan yang berlaku di negara-negara lain di regional Asean.

Selain itu, penetrasi kredit di industri perbankan Indonesia masih cukup rendah dibandingkan dengan India dan Tiongkok, serta jumlah masyarakat kelas menengah yang tumbuh pesat, dan ketahanan ekonomi yang kuat. Artinya, masih banyak ruang ekspansi bagi perbankan. "Apalagi, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang tinggi di kisaran 5 - 6 persen," sebut Iwan.

Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan, industri perbankan Indonesia yang masih dalam tahap pertumbuhan membuat profitabilitas menjadi sangat tinggi, bahkan termasuk salah satu tertinggi di dunia. "Karena itu, tidak mengherankan jika investor asing ngebet sekali masuk ke Indonesia," ujarnya.

Menurut Ryan, masuknya investor asing sudah pasti akan memperketat kompetisi industri perbankan di Indonesia. Kekhawatiran pun muncul, bagaimana jika bank-bank yang sudah ada di Indonesia nanti kalah bersaing dengan bank-bank yang dikuasai asing. "Untuk itu, satu-satunya kunci adalah meningkatkan efisiensi. Hanya itulah yang bisa meningkatkan daya saing perbankan nasional," katanya. (Owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mandala Airlines Bagi Tiket pulang gratis ke Hongkong

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler