Pasar turis terbesar Australia, Tiongkok, masih menganut kebijakan nol COVID, warga Selandia Baru belum bisa berkunjung, sementara Amerika Serikat menerapkan travel warning ke Australia. 

Jadi berapa lama yang dibutuhkan bagi dunia wisata Australia untuk bangkit kembali?

BACA JUGA: Tak Diwajibkan Pakai Masker, Warga Melbourne Sudah Boleh Masuk Kantor Lagi Minggu Depan

Bagi pasangan yang sudah lama terpisah karena penutupan perbatasan, pembukaan kembali perjalanan internasional bukan sekadar berita biasa.

Danielle Vogl dan pasangannya asal Amerika Serikat Eric Lochner sudah terpisah sejak Oktober 2019.

BACA JUGA: Salah Satu Peternak Ayam Terbaik di Dunia Memecahkan Misteri Genetik Tubuhnya di Usia 50 Tahunan

Dia menangis ketika mendengar akhirnya mereka bisa bertemu kembali dengan dibukanya perbatasan internasional ke Australia untuk pertama kalinya dalam dua tahun.

"Saya bahkan menelepon dan membangunkan dia karena saya pikir ini berita besar yang harus diketahuinya," kata perempuan asal Canberra itu kepada ABC.

BACA JUGA: Australia Buka Gerbang Internasional, Bagaimana Wabah Covid-19 di Negeri Kanguru?

"Sekarang semua sudah berlalu, kami bisa bersama-sama lagi."

Danielle mengatakan pesawat yang akan membawa pasangannya ke Australia semula dijadwalkan bulan April 2020 namun ditunda karena COVID dan kemudian tidak bisa terbang karena  pasangan tersebut tidak menikah dan tidak hidup bersama sehingga tidak bisa mendapatkan dispensasi khusus.

Danielle sekarang masih harus menunggu sampai bulan April untuk bertemu pasangannya, namun bagi para operator wisata, banyak yang sudah menunggu kedatangan turis internasional.

Michael Betteridge, manajer umum perusahaan kapal pesiar Fantasea Cruising senang ketika menemukan turis asal Inggris yang ikut dalam pelayaran kapalnya di Sydney Harbour.

"Saya senang bisa menyambut mereka kembali dan lega melihat turis mulai muncul lagi," katanya kepada ABC.

"Kami sudah siap dan sudah lama menunggu."

Menurut data terbaru dari Biro Statistik Australia (ABS), ada 265.450 kedatangan internasional selama bulan Januari 2022, angka tertinggi sejak perbatasan internasional ditutup bulan Maret 2020.Namun, jumlah kedatangan itu hanya 10 persen dari angka total pendatang sebelum pandemi.

Bulan Januari 2020, ada 2,26 juta kedatangan internasional.

Berkurangnya kedatangan internasional membuat industri wisata diperkirakan kehilangan penghasilan sekitar Rp40 triliun.

Menurut Michael Betteridge, perusahaan kapal pesiarnya sebelumnya melayani ratusan ribu penumpang setiap tahun, tapi selama pandemi dia harus menutup kegiatan mereka.

Walau optimistis, Michael mengatakan masih banyak tantangan yang harus diatasi untuk industrinya.

"Yang akan kami lakukan adalah memperbesar kapasitas di tahun ke depan ini," katanya.

"Namun, salah satu tantangannya sekarang ini adalah kurangnya tenaga kerja.

"Kami sekarang berusaha untuk menarik orang kembali untuk bekerja di industri ini."

Margy Osmond, Direktur Eksekutif Forum Transportasi dan Turisme Australia (TTF) setuju.

"Kita kehilangan seluruh generasi dari pekerja yang paling penting dan paling terampil di industri," katanya kepada ABC.

"Dan ini menyulitkan kami melayani pengunjung lokal maupun internasional.

"Kami memerlukan mahasiswa internasional. Kami memerlukan backpacker untuk kembali. Dan kita harus memiliki kapasitas untuk mendatangkan orang-orang dengan keterampilan tertentu lewat sistem visa.' Seberapa cepat turis internasional akan kembali?

Diperkirakan semakin banyak turis akan datang ke Australia setelah musim dingin berlalu, dengan keluarga dan teman-teman dari warga Australia yang akan menjadi gelombang pertama yang kembali.

Tetapi seberapa cepat turis akan kembali seperti masa sebelum pandemi masih menjadi pertanyaan, karena masa liburan musim panas (Desember-Februari 2022) yang baru saja berlalu.

"Penting sekali untuk memahami bahwa kita tidak akan bisa kembali ke masa seperti sebelum pandemi," kata Margy Osmond.

"Dunia travelling sudah berubah secara global, ini bukan masalah Australia saja. Rasa percaya diri melakukan perjalanan tidak seperti dulu lagi.

"Secara realistis, saya tidak melihat kemungkinan keadaan akan kembali normal seperti sebelum pandemi sampai sekitar dua atau tiga tahun dari sekarang."

Di awal masa pandemi, Australia menutup perbatasan internasional untuk mencegah penularan COVID, tapi sekarang keadaan berubah sebaliknya.

Meski tingkat vaksinasi tinggi, Australia sudah mengalami lebih dari 3 juta kasus COVID yang mayoritas terjadi selama beberapa bulan terakhir dalam gelombang varian Omicron.

Banyak pelancong asal Selandia Baru, Tiongkok dan Amerika Serikat - tiga pasar utama turis ke Australia - tetap mengambil sikap yang berhati-hati.

Badan Penerbangan Sipil Tiongkok mengeluarkan larangan bagi beberapa penerbangan dari Sydney dan Melbourna karena adanya Omicron bulan lalu, dan perjalanan dari Tiongkok semakin sulit dilakukan. karena kebijakan 'nol kasus COVID' dan lamanya sistem karantina.

Otoritas kesehatan di Selandia Baru dan Amerika Serikat juga mengeluarkan seruan 'larangan bepergian' ke Australia di tengah meningkatnya kasus Omicron. Persaingan global merebut pasar baru

Walau Australia sudah dibuka kembali untuk perjalanan internasional tanpa keharusan menjalani karantina bagi yang sudah divaksinasi, negara bagian Australia Barat masih memiliki beberapa persyaratan ketika dibuka pada 3 Maret mendatang.

Australia berada di belakang destinasi lain seperti Thailand dan Inggris yang sudah dibuka sebelumnya dan tidak lagi mengharuskan karantina bagi mereka yang sudah mendapatkan vaksinasi penuh.

Minggu lalu Tourism Australia meluncurkan kampanye iklan pertama untuk menarik turis dengan dana Rp400 miliar, bertajuk Come and Say G'Day – Don't Go Small di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, Italia dan Kanada.

Menteri Pariwisata Dan Tehan mengatakan kampanye ini merupakan langkah pertama dalam strategi jangka panjang untuk memulai kembali geliat wisata di Australia.

Namun survei yang dilakukan oleh Dewan Ekspor Wisata Australia (ATEC) mengatakan 66 persen operator wisata di sini mengkhawatirkan soal rendahnya kepercayaan konsumen untuk membeli paket wisata ke Australia.

"Sementara pemerintah melakukan kampanye global untuk mendorong kembalinya turis ke Australia, ada kekhawatiran di kalangan konsumen untuk datang ke sini karena kebingungan dengan pembatasan yang masih berlaku di beberapa negara bagian dan juga kemungkinan perbatasan ditutup sewaktu-waktu," kata direktur pelaksana ATEC Peter Shelley.

Margy Osmond dari TTF mengatakan rasa percaya diri melakukan perjalanan akan terus menjadi masalah besar dan persaingan dalam kedatangan turis juga akan semakin ketat.

"Sekarang ini persaingan internasional sangat tinggi, setiap negara di dunia sedang berusaha agar para turis mengunjungi negara mereka," katanya.

"Australia perlu melakukan lebih banyak hal. Kita harus membangun kembali reputasi dan juga mengembalikan kepercayaan warga dan operator seperti maskapai penerbangan."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.  

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Alasan Turis Tiongkok Belum Tentu akan Datang dalam Jumlah Besar ke Australia

Berita Terkait