Perbedaan Hasil Tes Urine Apriyani Dianggap Janggal

Kapolda Kaji Hukuman Berat

Kamis, 26 Januari 2012 – 06:36 WIB

JAKARTA - Pengajar PTIK Kombes (pur) Dr Bambang Widodo Umar menilai agak janggal ada dua pemeriksaan urine yang berbeda hasil. "Penyidik harus menjelaskan, karena secara logika agak aneh kalau sore negatif, malamnya positif," katanya, Rabu (25/1).
     
Apalagi, pihak RS Polri yang disebut melakukan pemeriksaan ternyata mengaku tidak dilibatkan. "Polisi harus memberikan penjelasan yang lengkap kepada publik karena ini menyangkut perhatian hampir seluruh masyarakat Indonesia," katanya.
     
Ditemui wartawan di Polda Metro Jaya, Kapolda Irjen Untung Suharsono Rajab menjelaskan, tes yang berbeda karena reagen atau alat ujinya mengandung zat yang berbeda. "Awalnya belum ada reagen untuk metaphetamine, jadi setelah diuji lagi ada," katanya.
     
Untung menjamin penyidikan anak buahnya profesional dan bisa dipertanggungjawabkan di pengadilan. "Semua sudah sesuai, hanya permasalah komunikasi secara teknis saja," katanya.
     
Selain itu, Kapolda juga mengakomodasi desakan publik agar menerapkan pasal selain UU Lalu Lintas untuk Apriyani. Orang nomor satu di lingkungan Polda Metro tersebut menyebut, pasal pembunuhan bisa sebagai pasal alternatif di luar pasal 283, pasal 287, pasal 288, dan pasal 310 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta pasal berlapis dalam kasus narkoba.

Untung menjelaskan, ada tiga pasal pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang bisa diterapkan dalam kasus menghilangkan nyawa seseorang. Pertama, Pasal 338 KUHP tentang sengaja merampas nyawa seseorang hingga meninggal dunia dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun.

Kedua, Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dunia dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Selanjutnya, Pasal 340 KUHP tentang merampas nyawa orang lain secara berencana dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup.

"Kita langsung kaji dalam penyidikan. Di tim ada dari serse narkoba, umum, dan lantas. Kalau bisa kita masukkan pasal pembunuhan, ya kita masukkan sebagai pasal alternatif," katanya.

Jenderal bintang dua dia pundak ini mengemukakan, sebelum memasukkan pasal pembunuhan kepada tersangka tim akan menelusuri sejumlah bukti yang ada. "Kami rumuskan dulu semua bukti yang ada. Karena kerja penyidik ini akan dikorksi jaksa,yang nantinya akan disidangkan," katanya. Tidak mungkin, kata dia, polisi bekerja seorang diri tanpa ada koreksi dari pengadilan.

Pasal alternatif pembunuhan tersebut, lanjut Untung, hanya berlaku pada Apriyani, pengemudi Xenia bernopol B 2479 XI yang telah menewaskan sembilan orang di kawasan Tugu Tani Jalan MI Ridwan Rais, Gambir, Jakarta Pusat, Minggu (22/1/12).

Sedangkan, ketiga kawan-kawannya yang saat kejadian menjadi penumpang, seperti Ari Sendi, 34, warga Bekasi, Jawa Barat, Denny Mulyana,30, warga Menteng, Jakarta Pusat, dan Adestina Putri, 26, warga Slipi, Jakarta Barat tetap diproses oleh Dir Narkoba Polda Metro  Jaya sesuai dengan kasusnya.

Pasal alternatif pembunuhan juga  dikaji sesuai dengan kriteria pasal yang berlaku. Sebab, dalam pasal pembunuhan ada beberapa kriteria, diantaranya apakah memang dia niat membunuh, apakah merencanakan pembunuhan atau karena salahnya sehingga orang meninggal dunia. "Semua kriteria tersebut ancaman hukumannya berbeda," tutur Untung.

Tidak hanya pengemudi dan penumpang Xenia maut, pemilik terakhir mobil bernopol B 2479 XI  yang diketahui berinisial E bisa terancam hukuman. Sebab, pemilik tersebut dengan sengaja telah meminjamkan kepada pengemudi yang tidak memiliki surat kelengkapan jalan, yakni Surat Izin Mengemudi  (SIM).
     
Walaupun, Apriyani sendiri pernah mengaku memiliki sim tahun 2003 namun saat mengemudi dirinya tidak bisa menunjukan SIM tersebut. "Pengemudi nggak punya SIM. Tahun 2003 pernah punya. Tapi pas nyetir nggak bawa, ini sudah salah, kedua mobil ini milik siapa" katanya meminjam, orang yang meminjam pada orang yang nggak punya sim, kena dia," tegasnya.
     
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Rikwanto menambahkan, mobil Xenia bernopol B 2479 XI tersebut tercatat atas nama Deden Rohendi warga Jalan Zeni H 20 Rt 4 /06, Cipinang Melayu, Jakarta Timur. Sebab dalam foto copy STNK yang ditemukan dikendaraan tersebut nama itu masih ada.

Namun setelah dikroscek, mobil berwarna hitam tersebut sudah berpindah tangan kepada Boniarti Kosim warga Jalan Gading Utara X Blok N RT 15/3 Kelapa Gading, Jakarta Utara. "Kami sudah menemukan foto copy-an di dalam mobil, atas nama Deden, setelah dicek  ke Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat),  STNK itu sudah balik nama kepemilikannya," katanya.
     
Sedikitnya 14 saksi, kemarin (25/1) telah diperiksa secara marathon oleh penyidik.  Baik dari dari pihak keluarga korban, petugas security kantor di areal kejadian dan petugas kepolisian yang berada di lokasi kejadian.

"Saksi yang diperiksa orang di TKP dan keluarga korban, termasuk beberapa anggota polisi di sana. Jadi total ada 14 saksi. Memang rencananya kita ingin periksa secara cepat, karena mereka "keluarga" berduka jadi kita tunda, - jelasnya.

Penyidik Dirlantas juga akan mengecek cctv dari gedung sekitar lokasi kecelakaan. Rekaman detik-detik peristiwa maut itu akan jadi bahan untuk mempercepat berita acara pemeriksaan (BAP). (rdl/dim/ash/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hendarman: Jaksa Jangan Sembarangan Tangani Perkara Anak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler