Wali Kota Depok, Jawa Barat, Mohammad Idris berencana untuk melakukan razia terhadap komunitas LGBT, tapi beberapa unsur masyarakat menganggap kebijakan ini berpotensi timbulkan masalah baru. Razia dilakukan untuk mencegah kasus Reynhard Sinaga terjadi di Depok Sejumlah lembaga advokasi menilai rencana akan timbulkan kebencian pada warga LGBT Warga Depok merasa ada masalah lain yang perlu diatasi, seperti macet dan sampah

 

BACA JUGA: Iran Tangkap Pelaku Penyebab Jatuhnya Pesawat Penumpang Ukraina

Menurut Idris, rencana razia ini sebagai "upaya pencegahan penyebaran perilaku LGBT".

Ia juga tak mau kasus Reynhard Sinaga, yang tercatat sebagai warga Depok, terjadi di kota yang dipimpinnya.

BACA JUGA: Uang yang Terbakar Karena Kebakaran Hutan Australia Bisa Ditukar Ke Bank

Reynhard telah dijatuhi hukuman seumur hidup oleh pengadilan Inggris atas 136 kasus perkosaan dan 48 serangan seksual terhadap pria.

"Peningkatan upaya pencegahan ini guna memperkuat ketahanan keluarga, khususnya perlindungan terhadap anak", kata Idris, seperti yang diunggah di situs resmi Kota Depok tertanggal 10 Januari 2020.

BACA JUGA: Pemetik Buah Asal Indonesia Kehilangan Pekerjaan Karena Kebakaran Hutan Australia

Tetapi rencana ini tidak menggentarkan Yulianus Rettoblaut, akrab dipanggil Mami Yuli, seorang transgender, aktivis dan pendiri rumah singgah jompo waria 'Anak Raja', yang berlokasi di Depok.

Sebelumnya, rencana Idris mendapat banyak kecaman dari berbagai elemen masyrakat, mulai dari warga Depok sendiri hingga lembaga advokasi, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Terlepas dari banyaknya kecaman terhadap kebijakan Idris, Mami Yuli merasa tidak ada satu orangpun yang bisa dirazia hanya berdasarkan orientasi seksualnya. Photo: Mami Yuli, mengenakan blazer abu-abu, bersama komunitas transgender di depan rumah singgah jompo di Depok. (Hermina Wulohering/Majalah Hidup)

 

"Kecuali [komunitas LGBT] melanggar norma [seperti] prostitusi, kami tetap punya hak seperti warga negara lainnya yang harus dilindungi", katanya.

Terkait keberadaan rumah singgah jompo khusus waria yang didirikannya di Depok, Yuli juga tidak merasa khawatir.

Menurutnya, jika komunitas LGBT selama ini bisa membawa diri, berbaur di masyarakat, menjaga sikap, dan tidak melanggar aturan, bentuk persekusi apapun tidak akan mempan.

"Saya masih percaya masyarakat sekitar kami juga pasti akan membantu kalau sampai itu [razia dan pengusiran] terjadi, karena selama ini kami tidak macam-macam atau melanggar apapun."

Yuli menyarankan agar Pemerintah Kota Depok lebih memperhatikan masalah lain yang lebih serius di wilayahnya.

Audi Manaf, aktivis Transwoman Depok menambahkan selama ini komunitas LGBT tidak mengalami gesekan di akar rumput.

Karena itu, ia khawatir seruan pimpinan Kota Depok malah akan menimbulkan masalah baru.

Menurutnya jika sampai lolos, kebijakan ini akan melegalkan razia yang diskriminatif dan itu berarti negara gagal hadir untuk melindungi kaum minoritas.

Termasuk dalam rencana Idris adalah pengerahan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok untuk lebih aktif melakukan penertiban dan razia di rumah kos atau apartemen.

Idris juga berencana membuka 'Crisis Center' di Depok, khusus "korban LGBT". Kebijakan yang diskriminatif Photo: Mohammad Idris telah menyatakan rencananya untuk melakukan razia ke tempat-tempat yang diduga jadi tempat berkumpul komunitas LGBT (Foto: Facebook, Mohammad Idris)

 

Komisi Hak Asasi Manusia, Komnas HAM, langsung melayangkan surat keberatan ke Wali Kota Depok atas rencana yang mereka nilai diskriminatif.

Selain meminta Wali Kota membatalkan rencana tersebut, Komnas HAM meminta Pemerintah Kota Depok memberikan perlindungan kepada kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender.

Hal senada datang dari anggota Ombudsman Indonesia, Ninuk Rahayu, seperti yang disampaikannya kepada tirto.id.

Ninuk menilai, langkah yang diambil Idris masuk ke kategori penyelewengan kewenangan dan diskriminatif.

"Kalau memang mau melakukan upaya untuk mencegah kekerasan seksual, maka itu seharusnya berlaku bagi siapa saja, bukan hanya untuk kelompok tertentu saja", ujarnya.

Langkah yang diambil Wali Kota Depok ini juga dinilai Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati sebagai langkah yang malah akan menumbuhkan kebencian masyarakat terhadap kelompok LGBT.

"Pelaku kekerasan seksual bisa siapa saja, dengan orientasi seksual apapun. Idris harus belajar dari sejarah yang mencatat banyak genosida atas dasar kebencian akan kelompok tertentu", kata Asfin.

Bulan Juli tahun lalu, DPRD Depok juga pernah membahas Rancangan Peraturan Daerah Anti-LGBT, yang juga mendapat penolakan banyak kalangan. Ada masalah lain yang lebih 'urgent' Photo: Warga mengatakan ada sejumlah tumpukan sampah di Depok yang tak terangkut. (Foto: Antara)

 

Kecaman atas rencana Wali Kota Depok untuk merazia komunitas LGBT juga datang dari warga Depok.

Kepada ABC Indonesia, Arif Harahap, warga Depok, mengatakan masalah ini kontroversial dan pelik.

Sebagai "mahluk sosial", ia mengecam bentuk razia yang ujungnya berpotensi mendiskreditkan kelompok LGBT.

Meskipun dari kacamata agama perilaku ini tidak bisa dibenarkan, menurut Arif, orientasi seksual adalah ranah privat dan pilihan masing-masing orang.

Ia juga meragukan kapasitas mereka yang nantinya akan melakukan razia.

"Siapa yang akan merazia? Polisi? Dinas Kota Depok? Siapa? Kepentingannya apa? Saya ragu mereka juga punya kapasitas [untuk membuat keadaan lebih baik]", imbuhnya.

Warga Depok lainnya, Sugiman Widodo, juga meminta Pemerintah Kota Depok agar lebih memberikan perhatian pada masalah yang lebih jelas dan nyata urgensinya daripada ke kelompok LGBT.

"Pendekatan Walikota Depok sangat religius tetapi tidak proporsional, sehingga mengabaikan masalah yang menurut saya lebih urgent dan menjadi masalah sehari-hari warga Depok, yaitu kemacetan dan sampah," katanya.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Visa Ratusan Pelajar Indonesia di Australia Dibatalkan, Kok Bisa?

Berita Terkait