jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Badan Kepegawaian Negara (BKN) memperpanjang pendaftaran PPPK guru 2023 hingga 3 Oktober disambut sukacita maupun kesedihan.
Bagi guru honorer yang belum melakukan resume, perpanjangan ini menjadi berkah.
BACA JUGA: 6 Poin Surat BKN: Pendaftaran PPPK Guru 2023 Diperpanjang, Sesuai Harapan Honorer
Namun, bagi guru yang daerahnya tidak membuka formasi, perpanjangan itu jadi sia-sia.
Wakil Ketua PGRI Riau Eko Wibowo mengapresiasi kebijakan pemerintah yang memperpanjang pendaftaran PPPK guru 2023 dari 29 September menjadi 3 Oktober.
BACA JUGA: BKN Perpanjang Pendaftaran PPPK Guru 2023, Kesempatan Bagi Honorer, Pelamar Umum Mepet
Sayangnya perpanjangan itu tidak menyelamatkan semua guru honorer yang merupakan pelamar kebutuhan khusus.
"Guru bahasa Inggris dan bahasa asing sampai sekarang belum bisa daftar. Formasiya di SSCASN tidak dibuka, padahal Pemprov Riau menyediakan formasinya lho," kata Ekowi, sapaan akrabnya kepada JPNN.com, Sabtu (30/9).
Dia menegaskan guru bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya ini merupakan pelamar prioritas. Sejak awal dibuka pada 20 September, mereka tidak bisa mendaftar sama sekali.
Ekowi juga menyoroti masalah honorer K2 (P2) dan guru honorer negeri dengan masa kerja di atas 3 tahun (P3) yang tidak bisa mendaftar juga.
Mereka tidak bisa mendaftar karena daerahnya tidak membuka formasi. Ada yang buka formasi, tetapi dikhususkan untuk prioritas satu (P1), sedangkan P2 dan P3 tidak bisa mendaftar.
"Percuma saja ada perpanjangan, karena masih banyak honorer tidak bisa mendaftar," tegasnya.
Ekowi mengaku kasihan melihat guru honorer dengan pengabdian lama, tetapi tidak bisa ikut seleksi PPPK 2023 karena formasinya dibatasi untuk P1 maupun instansinya tidak buka lowongan.
Penantian mereka dari tahun lalu berharap bisa tes, tetapi sekarang malah tidak ada formasi.
Dengan banyaknya P1 masuk, ujar Ekowi, otomatis menggeser honorer yang tidak bisa ikut PPPK.
"Saya mendapatkan laporan kawan-kawan guru honorer di DKI Jakarta banyak yang tergeser dari sekolah induknya karena masuknya guru P1," ungkapnya.
Ekowi heran ada apa dengan kebijakan pemerintah ini. Bukankah sejak awal Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menegaskan tidak boleh ada guru honorer induk yang tergeser oleh masuknya guru PPPK.
Faktanya di daerah-daerah, guru honorer induk tersingkir oleh PPPK dengan alasan posisinya lebih kuat karena punya SK kepala daerah dan nomor induk.
Sadisnya lagi para guru honorer induk ini disuruh cari sekolah sendiri.
"Ini tidak manusiawi sekali, seperti membuang anak kucing saja. Seharusnya mereka dipertahankan oleh pemda. Beruntung di Riau tidak terjadi demikian," ucap ketua Badan Khusus Honorer Persatuan Guru Republik Indonesia (BKH PGRI) Riau ini lagi.
Ekowi kembali meminta pemerintah pusat untuk menopang pemda dari sisi anggaran gaji PPPK.
Bagaimana bisa guru honorer terangkat kalau formasinya tidak ada lantaran pemda tidak membuka formasi.
Pemda tidak membuka formasi karena anggarannya cekak. Oleh karena itu, kuncinya ada di pemerintah pusat dan daerah.
"Kalau pusat dan daerah berkolaborasi dengan baik, insyaallah tidak ada guru honorer P1, P2, dan P3 yang menangis lagi," pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Mesyia Muhammad