MAKASSAR -- Penimbunan kawasan pesisir laut yang mengatasnamakan reklamasi, saat ini sedang menuai sorotan. Selain masalah perizinan, juga kekhawatiran pada dampak ekologis yang akan ditimbulkannya.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Dr Hambali Thalib mengungkapkan, saat ini, pro dan kontra masalah reklamasi pantai memang sedang mencuat. Hal itu menandakan perlunya semua pihak terkait untuk duduk bersama membahasnya.
"Bisa saja melakukan penimbunan tetapi harus memperhatikan semua aspek dan prinsip penataan daerah pesisir," ujar Hambali kepada FAJAR (JPNN Group), Minggu (24/3).
Masalah ini, kata dia, mempertontonkan kepada masyarakat seolah-olah saat ini terjadi saling lempar tanggung jawab mengenai penimbunan di pesisir Pantai Losari, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Di satu sisi investor menyebut yang ditimbun hanya penyimpanan material, di sisi lain pemkot mengatakan hanya untuk ruang terbuka hijau (RTH).
Karena masalah ini pelik, kata dia, maka sudah saatnya diperlukan peraturan daerah (perda) untuk mengatur zonasi pesisir. Perda merupakan penjabaran dari regulasi yang lebih tinggi, sehingga jika dibuat, pemkot akan memiliki dasar yang kuat dan jelas dalam melakukan reklamasi.
"Saya sependapat supaya pemerintah daerah mengaturnya. Jangan sampai kebijakannya disebut salah. Izin prinsip ada di pemkot. Kalau ada perda, maka itu bisa mengakomodasi semua persoalan yang ada. Misalnya izin yang bersifat komersil di kawasan pantai," papar mantan Direktur PPs UMI ini.
Sebelumnya, akademisi yang juga Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Aswanto mengungkapkan pentingnya dibuat regulasi mengenai zonasi laut. Dewan bersama Pemkot Makassar, kata dia, perlu membahasnya secara bersama untuk membentuk perda tersebut demi tertibnya reklamasi laut di masa datang.
Aswanto menjelaskan, perda tentang RTRW tidak bisa menjadi acuan penuh untuk mengatur masalah reklamasi. Alasannya, RTRW hanya bisa mengatur tata ruang di kawasan darat sehingga diharapkan perda tentang zonasi laut inilah yang mengatur tentang reklamasi karena terkait dengan penimbunan laut.
Di sisi lain, dengan terbitnya perpres tentang reklamasi wilayah pesisir, mestinya pemerintah daerah menyambut hal itu dalam bentuk RTRW dan perda tentang zonasi laut. Hal inilah yang sebaiknya diterjemahkan juga oleh Pemkot Makassar karena banyaknya upaya reklamasi di kawasan pesisir.
"Ini untuk melindungi hak-hak publik pada pembangunan-pembangunan komersial dari investor," ujar Aswanto. Ia mengatakan, dengan adanya perda tentang zonasi laut, maka akan ada payung hukum yang bisa menguatkan dan mendukung dilakukannya reklamasi.
Perda itu juga akan mengatur tentang proses reklamasi yang tidak melanggar perundang-undangan, tidak merusak lingkungan, serta menghindari sistem monopoli antara sesama investor. Pada akhirnya, tujuan pemerintah untuk melindungi hak-hak publik bisa tercapai.
Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, mengungkapkan, usulan agar reklamasi pesisir dibuatkan perda khusus, tidak diperlukan. Alasannya, sudah ada Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang mengatur.
"RTRW sudah ada. Jelas sekali mengatur zonasi itu. Pemetaan-pemetaannya sudah ada," urai Ilham di ruang kerjanya di Balai Kota Makassar, Jumat, 22 Maret.
Peraturan Presiden (Pepres) RI Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, kata Ilham, merupakan acuan untuk melakukan reklamasi tersebut. Dasar itu kemudian dijadikan landasan dalam pemetaan yang disusun dalam RTRW.
"Jadi tidak perlu (Perda zonasi laut, red) karena nantinya akan tumpang tindih," imbuh Ilham. Di dalam RTRW sudah tercantum bagian dari rencana pengembangan kawasan di Kota Makassar masa datang. Makanya, kata dia, yang perlu difokuskan adalah Perda RTRW Kota Makassar tersebut. (fajar)
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Dr Hambali Thalib mengungkapkan, saat ini, pro dan kontra masalah reklamasi pantai memang sedang mencuat. Hal itu menandakan perlunya semua pihak terkait untuk duduk bersama membahasnya.
"Bisa saja melakukan penimbunan tetapi harus memperhatikan semua aspek dan prinsip penataan daerah pesisir," ujar Hambali kepada FAJAR (JPNN Group), Minggu (24/3).
Masalah ini, kata dia, mempertontonkan kepada masyarakat seolah-olah saat ini terjadi saling lempar tanggung jawab mengenai penimbunan di pesisir Pantai Losari, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Di satu sisi investor menyebut yang ditimbun hanya penyimpanan material, di sisi lain pemkot mengatakan hanya untuk ruang terbuka hijau (RTH).
Karena masalah ini pelik, kata dia, maka sudah saatnya diperlukan peraturan daerah (perda) untuk mengatur zonasi pesisir. Perda merupakan penjabaran dari regulasi yang lebih tinggi, sehingga jika dibuat, pemkot akan memiliki dasar yang kuat dan jelas dalam melakukan reklamasi.
"Saya sependapat supaya pemerintah daerah mengaturnya. Jangan sampai kebijakannya disebut salah. Izin prinsip ada di pemkot. Kalau ada perda, maka itu bisa mengakomodasi semua persoalan yang ada. Misalnya izin yang bersifat komersil di kawasan pantai," papar mantan Direktur PPs UMI ini.
Sebelumnya, akademisi yang juga Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Aswanto mengungkapkan pentingnya dibuat regulasi mengenai zonasi laut. Dewan bersama Pemkot Makassar, kata dia, perlu membahasnya secara bersama untuk membentuk perda tersebut demi tertibnya reklamasi laut di masa datang.
Aswanto menjelaskan, perda tentang RTRW tidak bisa menjadi acuan penuh untuk mengatur masalah reklamasi. Alasannya, RTRW hanya bisa mengatur tata ruang di kawasan darat sehingga diharapkan perda tentang zonasi laut inilah yang mengatur tentang reklamasi karena terkait dengan penimbunan laut.
Di sisi lain, dengan terbitnya perpres tentang reklamasi wilayah pesisir, mestinya pemerintah daerah menyambut hal itu dalam bentuk RTRW dan perda tentang zonasi laut. Hal inilah yang sebaiknya diterjemahkan juga oleh Pemkot Makassar karena banyaknya upaya reklamasi di kawasan pesisir.
"Ini untuk melindungi hak-hak publik pada pembangunan-pembangunan komersial dari investor," ujar Aswanto. Ia mengatakan, dengan adanya perda tentang zonasi laut, maka akan ada payung hukum yang bisa menguatkan dan mendukung dilakukannya reklamasi.
Perda itu juga akan mengatur tentang proses reklamasi yang tidak melanggar perundang-undangan, tidak merusak lingkungan, serta menghindari sistem monopoli antara sesama investor. Pada akhirnya, tujuan pemerintah untuk melindungi hak-hak publik bisa tercapai.
Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, mengungkapkan, usulan agar reklamasi pesisir dibuatkan perda khusus, tidak diperlukan. Alasannya, sudah ada Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang mengatur.
"RTRW sudah ada. Jelas sekali mengatur zonasi itu. Pemetaan-pemetaannya sudah ada," urai Ilham di ruang kerjanya di Balai Kota Makassar, Jumat, 22 Maret.
Peraturan Presiden (Pepres) RI Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, kata Ilham, merupakan acuan untuk melakukan reklamasi tersebut. Dasar itu kemudian dijadikan landasan dalam pemetaan yang disusun dalam RTRW.
"Jadi tidak perlu (Perda zonasi laut, red) karena nantinya akan tumpang tindih," imbuh Ilham. Di dalam RTRW sudah tercantum bagian dari rencana pengembangan kawasan di Kota Makassar masa datang. Makanya, kata dia, yang perlu difokuskan adalah Perda RTRW Kota Makassar tersebut. (fajar)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berdamai dengan Ketua DPRD, Bupati Solsel Minta Rumah Dinas
Redaktur : Tim Redaksi