Perdagangan Daging dan Sapi Diselidiki

Kamis, 07 Februari 2013 – 06:35 WIB
JAKARTA - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) melihat ada indikasi adanya kartel dalam perdagangan daging sapi di Indonesia. Untuk itu KPPU sedang menurunkan tim investigasi yang untuk menyelidiki hal tersebut.

Ketua KPPU Muhammad Nawir Messi mengungkapkam pihaknya telah menemukan indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa pihak (kartel) yang menyebabkan problem perdagangan daging sapi. Ia berkata tim investigasi telah diturunkan minggu lalu dan hasil penyelidikannya bisa diketahui 2-3 hari ke depan.
"Saat ini ada indikasi awal yang mengarah ke dugaan kartal. Namun untuk diperkarakan masih harus alat bukti yang cukup," katanya saat ditemui di kantornya Rabu (6/2).

Jika benar terjadi kartal tersebut maka yang paling dirugikan adalah konsumen. Investigasi itu dirasa perlu dilakukan untuk melindungi perdagangan dalam negeri terlepas dari unsur politis. Seperti yang diketahu saat ini harga sapi menyentuh level tinggi yaitu Rp 90-95 ribu per kg.

Terlepas mengenai dugaan kartel terbukti atau tidak, Nawir berpendapat saat ini telah terjadi over estimasi Indonesia bisa memenuhi kebutuhan daging. Seperti dalam Data Kementerian Pertanian yang menyebutkan produksi sapi siap potong sekitar 2,4 juta atau 399 ribu ton setara daging. Namun menurut Nawir jumlah itu belum bisa tergambarkan segmentasinya. Arti dari sapi siap potong itu apakah yang ada di korporasi atau termasuk yang ada di peternak tradisional.

"Data yang disampaikan bukan data real, masih belum jelas. Sedangkan data tersebut menjadi acuan untuk membuat satu kebijakan keputusan kuota impor daging. Jika data salah secara otomatis keputusan yang diambil juga salah," terangnya. Ia memperkirakan dari data siap potong hanya sekitar 40 persen yang benar-benar bisa diserap.

Pada dasarnya pihaknya mendukung adanya swasembada daging sapi. Namun ada aspek-aspek yang harus dipertimbangkan misalkan harga dan kesiapan. "Estimasi yang ada pada peternak harga tinggi karena tak ada stok, tapi dalam data pemerintah produksi melimpah dan cukup, itu kan gak singkron," katanya. Ia menghimbau agar pemerintah bisa mereview kembali data yang ada secara lebih terperinci. Sehingga keputusan yang diambil tidak salah arah.

Sementara itu Ketua Asosiasi Pengimpor Sapi Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring mengatakan hal yang senada. Ia berkata pemerintah terlalu terpaku dengan target swasembada daging 2014. Padahal sistem dan fakta yang ada belum siap untuk menuju ke sana. "Jangan terlalu drastis penurunannya, harus bertahap. Jangan karena kepentingan 6,4 juta peternak nasib 260 juta penduduk Indonesia jadi korban," katanya.

Ia menerangkan, harga daging sapi yang mahal tak hanya terjadi di Jakarta tapi di seluruh Indonesia. Berdasarkan pantauan Badan Pusat Statistik (BPS) harga sapi di sentra-sentra produksi antara Rp 76 ribu hingga Rp 103 ribu. Misalkansaja di Semarang harga mencapai Rp 76 ribu, Jogjakarta Rp 90 ribu, Kupang Rp 82 ribu, dan Papua Rp 103 ribu.

Mengenai tuduhan adanya kartal, ia tidak sependapat dengan KPPU. Ia berkata pembagian alokasi sangat terbuka. Saat ini pengusaha impor daging terus bermunculan sementara kuota impor terus turun. Alokasi impor tertinggi yang diterima oleh importir hanya sekitar 13 persennya saja selanjutnya 8 persen. Jadi itu sama sekali bukan masalah.

Selain itu, jika dilihat dari permintaan, Thomas menjabarkan kebutuhan daging impor semakin naik. Hal itu terkait dengan semakin banyaknya turis yang datang dan pekerja asing yang bekerja di perusahaan multinasional. Konsumsi daging mereka sekitar 60 kg per kapita per tahun. "Pemerintah istilahnya mengundang mereka untuk datang masak meraka tidak kita jamu," ungkapnya.(uma)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Saksikan Antrean di SPBU di Kalimantan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler