Perdagangan Tembakau Lokal Terancam

Senin, 11 Februari 2013 – 16:35 WIB
JAKARTA-- Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Hasan Aoni Azis US mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melindungi kesehatan masyarakat. Menurut Hasan, Peraturan Pemerintah (PP) nomer 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif produk tembakau sama sekali tidak mengurusi soal kesehatan.

"Yang ada adalah penyisipan agenda asing untuk menghancurkan industri tembakau di Indonesia," ucap Hasan saat diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Senin (11/2).

Dalam PP tersebut, Hasan menilai telah terjadi diversifikasi paksa. Dimana, petani tembakau dipaksa menanam tanaman lain selain tembakau. Aturan ini sangat pro asing. "Di satu sisi memaksa petani untuk tidak menanam tembakau, di sisi lain, tembakau dari luar dibebaskan masuk ke Indonesia dengan tarif nol persen," terang Hasan.

Berdasarkan data BPS November 2012, impor tembakau mencapai 120 ribu ton, telah melampaui separuh lebih kebutuhan nasional mencapai 200 ribu ton.

"Kalau tembakau dianggap barang adiktif, harusnya impor juga dibatasi. PP ini tidak bicara soal itu. Jadi tidak ada pemihakan pada petani. Justru malah berpeluang mematikan perdagangan tembakau lokal Indonesia," papar Hasan.
 
Maka dengan keluarnya PP ini, tertutup peluang pengembangan ilmu pengetahuan untuk kemanfaatan tembakau bagi kesehatan. "Tembakau dan produk tembakau dalam PP 109/2012 dijustifikasi sebagai barang adiktif, dimana barang adiktif dianggap buruk," sebutnya.

Jadi telah tertutup diversifikasi penggunaan tembakau untuk kepentingan kesehatan. Pengaturan diversifikasi (Pasal 58) diperuntukkan untuk eliminasi tembakau sebagai rokok.

"PP ini jelas-jelas tidak memberikan ruang bagi peneliti, scientis maupun pihak industri dan petani untuk mengembangkan bagi kepentingan kesehatan masyarakat. Ini kedzaliman scientific," tegasnya.

Hasan juga mempertanyakan bagaimana industri dan petani mau bersikap bertanggung jawab untuk mengurangi bahaya rokok, kalau riset untuk kepentingan itu telah ditutup.

Padahal, industri rokok, katanya, menyumbang pemasukan bagi negara sekitar Rp100 triliun per tahun dari cukai dan pajak, kendati cukai dan pajak tersebut juga dibayar oleh konsumen. Namun, kebijakan tersebut pasti akan berdampak kepada petani tembakau.

"Regulasi soal rokok itu belum berhenti dengan terbitnya PP, tetapi ke depan akan lagi muncul peraturan menteri yang semakin mempersulit industri. Jadi, industri ini sedemikian rupa ditekan," pungkasnya. (chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 3.500 Anggota Baru Masuk Asuransi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler