jpnn.com, LONDON - Hantaman bagi kursi perdana menteri (PM) yang diduduki Theresa May terus-menerus datang. Setelah gagal menang besar dalam pemilu Juni lalu serta beberapa anggota kabinet mundur akibat skandal seksual dan pertemuan rahasia, kini gempuran muncul dari internal partai.
Sebanyak 40 anggota parlemen dari Partai Konservatif sepakat mendongkel May. Kini mereka membutuhkan 8 suara untuk memuluskan keinginan tersebut.
BACA JUGA: Salut! Inggris Stop Bantuan untuk Militer Myanmar
Aturan di tubuh Partai Konservatif menyebut dibutuhkan 48 suara untuk memulai voting. May akan ditantang anggota lain untuk memperebutkan kursi ketua Partai Konservatif.
Jika penantangnya menang, dialah yang menggantikan May sebagai pemimpin partai sekaligus PM Inggris. Itu bukan kali pertama usaha menyingkirkan May dilakukan.
BACA JUGA: Inggris Tingkatkan Kewaspadaan, Perburuan Pelaku Bom Dimulai
Dalam konferensi partai tahun lalu, upaya tersebut pernah dilakukan. Tapi, saat itu hanya terkumpul 35 suara.
Hingga kini, nama-nama penanda tangan belum diketahui. Beberapa anggota parlemen dari partai May memilih bungkam.
BACA JUGA: Mengejutkan! PM May Minta Inggris Gelar Pemilu Dini
’’Saya belum mengetahui masalah itu,’’ ujar salah seorang legislator. Yang lain menyatakan bahwa jumlahnya tidak tepat. Ada pula yang berkata bahwa kesabaran mereka menipis terhadap May.
Saat ini memang banyak anggota partai yang kurang suka dengan keputusan-keputusan yang diambil May. Semua bermula dari langkahnya mengadakan pemilu percepatan 8 Juni lalu. May yakin bisa menang, tapi ternyata dukungan rakyat untuk partainya malah turun.
Gara-gara pemilu itu, Partai Konservatif tak lagi menjadi mayoritas di parlemen. May juga dinilai lambat dalam menangani masalah perpisahan Inggris dari Uni Eropa (UE) alias Brexit.
Beberapa hari ini tekanan agar Menteri Luar Negeri Boris Johnson didepak dari jabatannya juga bermunculan. Salah satunya berasal dari pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn dan Wali Kota London Sadiq Khan.
Akar masalahnya adalah komentar Johnson terkait dengan warga Inggris yang ditahan di Iran selama 18 bulan belakangan ini, Nazanin Zaghari-Ratcliffe. Dia didakwa melakukan penghasutan.
Tiba-tiba saja Johnson menyebutnya sebagai jurnalis magang saat Teheran tengah mempertimbangkan untuk menambah hukuman bagi Zaghari-Ratcliffe.
Pernyataan Johnson diduga membuat Iran marah dan memperberat hukuman. Padahal, Zaghari-Ratcliffe sejatinya bekerja sebagai manajer lembaga amal Thompson Reuters Foundation.
’’Ini waktunya Boris Johnson untuk pergi,’’ tegas Corbyn. (Reuters/Independent/sha/c19/any)
Redaktur & Reporter : Adil