jpnn.com, JAKARTA - Dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang 2024 ditemukan bahwa rokok polos (tanpa pita cukai) menempati posisi teratas sebesar 95,44 persen.
Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 97,81 triliun.
BACA JUGA: Pemerintah Diminta Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif
Hasil kajian dan survei rokok ilegal, didapatkan hasil terjadinya peningkatan persentase konsumsi rokok ilegal pada 2024 sebesar 46,95% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Data dari 2021 hingga 2024 menunjukkan bahwa angka konsumsi rokok ilegal mengalami tren kenaikan yang cukup signifikan.
"Hasil kajian memperlihatkan bahwa rokok ilegal peredarannya itu semakin meningkat dari 28% menjadi 30% dan kami menemukan angka di 46% di tahun 2024. Maraknya rokok illegal terutama rokok polos yang dominan ini diperkirakan kerugian negara boncos Rp 97,81 triliun,” ujar direktur eksekutif Indodata Research Center, Danis Saputra Wahidin.
BACA JUGA: Bata Interlock Presisi jadi Solusi Nyata SIG Hadirkan Pembangunan Rumah yang Ramah Lingkungan
Danis melihat tren para perokok yang mengalami shifting atau mengganti mengkonsumsi rokok legal ke ilegal.
Di mana para perokok tidak lagi merokok yang mahal, tetapi mereka berubah mengkonsumsi rokok-rokok yang murah, karena ternyata peningkatan nilai atau harga cukai tidak efektif untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
BACA JUGA: Joki Galbay, Modus Penipuan Baru yang Perlu Diwaspadai
Menurut Danis, kenaikan jumlah rokok ilegal disebabkan ada shifting konsumsi rokok ilegal dari golongan I, golongann II dan golongan III menuju rokok ilegal yang lebih murah.
Jenis-jenis rokok ilegal mengikuti selera pasar berupa polos, palsu, saltuk, bekas, dan salson.
“Jumlah komsumsi jenis hasil tembakau diperkirakan tidak jauh berbeda dari hasil Susenas dan survei UGM Yogyakarta, dimana konsumsi sigaret kretek mesin (SKM) lebih banyak dikonsumsi baik oleh konsumen rokok legal maupun ilegal, diikuti dengan sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan (SKT),” ungkap Danis.
Indodata berharap, Presiden Prabowo Subianto bisa memberikan arahan pada jajaran Kementerian/Lembaga terkait untuk merumuskan kebijakan rokok perlu didukung oleh kajian yang objektif, komprehensif, dan inklusif, dengan dukungan data yang sahih, lengkap, dan transparan, sebagai basis penting perumusan dan implementasi kebijakan yang tepat dan akurat, sehingga kinerja kebijakan dapat lebih efektif dan efisien.
Menurutnya, kebijakan pengaturan IHT sangatlah perlu memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai aspek secara hati-hati, komprehensif dan objektif untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan yang justru berpotensi mengurangi efektivitas implementasi dan bahkan menimbulkan kerugian di sektor yang lain.
“Perlu dibarengi pengawasan dan penegakan hukum extra ordinary yang lebih intensif atas peredaran rokok ilegal, sebagai salah satu upaya strategis dalam mendukung optimalisasi pendapatan negara dan melindungi pabrikan legal di tanah air,” kata Danis.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada