Ketika Fatimah Almathami yang bekerja sebagai konsultan IT meneruskan pendidikannya di Brisbane, Australia, banyak orang menanyakan apakah Arab Saudi merupakan tempat tinggal yang aman untuk perempuan.

Ironisnya, yang dirindukan Fatimah dari negara asalnya adalah bagaimana ia merasakan amannya berjalan di malam hari bersama teman-temannya.

BACA JUGA: Peringatan Taliban untuk OKI: Jangan Intervensi Afghanistan

"Saya sebenarnya tidak menyalahkan mereka," katanya.

Menurutnya, orang-orang di Australia yang ditemuinya memang hanya pernah membaca tentang hal-hal negatif tentang Arab Saudi.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Warga Yahudi Australia Terpukul Dengar Pengakuan Politisi

Sejak aksi unjuk rasa untuk memperjuangkan hak perempuan meluas di Iran dengan beberapa daerah mengalami kekacauan setelah revolusi, Arab Saudi diam-diam mereformasi hukum represif dan mendorong rencana pembangunan besar-besaran di tengah rencana pembukaan pariwisatanya.

Dalam beberapa tahun terakhir, aturan berpakaian, pembatasan berdasarkan gender dan larangan bagi perempuan untuk mengemudi sudah dihapuskan.

BACA JUGA: Biaya Sewa Rumah di Australia Makin Naik, Terutama di Sydney dan Melbourne

Sistem perwalian, yang melarang perempuan bepergian atau bahkan meninggalkan rumah tanpa ditemani pria juga sudah tidak berlaku.

Berdasarkan kunjungan ke Arab Saudi baru-baru ini, banyak petugas perbatasan, pemandu wisata adalah perempuan.

Ini merupakan sesuatu yang tidak terbayangkan terjadi beberapa tahun yang lalu.

Tempat yang tadinya melarang konser sudah pernah didatangi Justin Bieber, Blackpink dan Bruno Mars, serta menjadi tempat umum pria dan perempuan berkumpul.

Sebagai bagian dari program Vision 2030, Putera Mahkota Mohammad bin Salman berencana untuk membangun ekonomi modern yang lebih sedikit bergantung pada minyak bumi.

Namun, di saat yang bersamaan Arab Saudi juga memenjarakan aktivis dan mengeksekusi ratusan orang.

Migran yang bekerja di sana juga masih melaporkan kekerasan dan eksploitasi yang dialami mereka.

Beberapa orang menganggap kemajuan Arab Saudi hanyalah dilakukan untuk menarik investasi internasional dan pariwisata.

Bahkan sang putera mahkota yang mendorong modernisasi diduga terlibat dalam pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi dan lawan politik lainnya.

Peneliti Human Rights Watch Joey Shea mengatakan bahwa meski beberapa reformasi dilakukan di bawah pemerintahan putera mahkota, "Arab Saudi mengalami salah satu periode represi terburuk dalam sejarah modern negara tersebut."

Walau demikian, perubahan tetap terjadi dengan cepat, terutama bagi perempuan Arab seperti Fatimah Almathami.'Bagus untuk kami'

Fatimah sudah sekitar 14 tahun tinggal di Australia, sejak kuliah S1, S2 hingga S3 di University of Queensland.

Setiap tahunnya ketika berlibur ke Arab Saudi, ia pasti melihat ada yang berubah.

"Perubahan yang dilakukan oleh Raja Salman dan putera mahkota terutama, bagus untuk kami. Semuanya terjadi dengan sangat cepat," katanya.

Ia kembali ke Arab bulan Juli lalu dan kini tinggal di Riyadh, menolong perempuan muda lainnya untuk masuk ke bidang IT, di mana menurutnya jumlah perempuan sudah mulai melebihi pria.

Sebelum reformasi, Fatimah mengatakan pembatasan sesuai gender berarti perempuan hanya boleh bekerja di bidang pendidikan atau kesehatan.

"Perempuan di bidang kesehatan sangat menderita di masyarakat karena dianggap tidak bermoral bagi perempuan untuk bekerja di tempat gender campur,"' ujarnya.

"Tapi itu dulu. Sekarang hampir setiap tempat kerja mempekerjakan berbagai macam gender. Ini adalah hal baik."Juga berita baik bagi pria

Perubahan ini juga disambut oleh banyak pria, yang turut terdampak pembatasan berdasarkan gender dan tertekan karena adanya aturan perwalian.

Fatimah mengatakan setelah ayahnya meninggal dunia, saudara laki-lakinya harus bertanggung jawab atas keluarganya.

Ini menimbulkan tekanan bagi seorang pria muda yang tiba-tiba harus mengurus segalanya, termasuk formulir, aplikasi, serta harus menemani dan mengantar mereka kalau keluar rumah.

Menurut Fatimah, sebelumnya bahkan proses dokumentasi pun bisa terhitung lama dan sulit karena mengharuskan pria menandatangani setiap langkah.

"Tapi saya baru memperbaharui paspor sendiri dengan cara online dan akan saya terima dalam waktu tiga hari," katanya.

Ia pun juga sudah memiliki mobil sendiri dan bisa mengemudi ke tempat kerja atau liburan "tanpa membantu saudara laki-laki."

"Pria dibebaskan dari beban ini sementara perempuan bisa berkembang dan melakukan semuanya sendiri," katanya.

"Ini membuat hidup lebih mudah bagi saya dan bahkan saudara laki-laki saya."Kritik terhadap kesejahteraan HAM

Reina Wehbi dari lembaga Amnesty International mengatakan walaupun Arab Saudi "memperbaharui citranya" sebagai negara berpemikiran maju, realita di lapangan sangatlah berbeda.

"Perubahan 'positif' kebanyakan dalam bidang sosial sementara reformasi hak asasi manusia di Arab masih sangat jauh dari reformasi," katanya.

"Mereka harusnya memfokuskan perhatian ke penangkapan brutal aktivis dan pembela HAM."

Menurutnya kebanyakan pembela HAM, wartawan independen dan aktivis ditahan sewenang-wenang.

Di tahun 2019, ketika negara tersebut memperbolehkan perempuan mengemudi, perempuan yang melakukan kampanye tiada henti langsung ditangkap lalu dipenjara.

Yang terbaru mahasiswi S3 dan aktivis bernama Salma al-Shehab yang mengirim posting dukungan atas hak perempuan dan aktivis di Twitter dijatuhi hukuman penjara 34 tahun.

Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris

BACA ARTIKEL LAINNYA... Taliban Sudah Keterlaluan, OKI Kirim Utusan untuk Bela Perempuan Afghanistan

Berita Terkait