Perempuan Boleh Pimpin DIY, Putusan MK Disambut Gembira

Kamis, 31 Agustus 2017 – 23:23 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ahli hukum tata negara Margarito Kamis gembira dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memungkinkan perempuan menjadi gubernur di provinsi yang kini dipimpin Sri Sultan Hamengku Bawono Kasepuluh itu.

"Saya, tentu gembira dengan putusan mahkamah, bukan karena saya jadi salah satu ahli yang diajukan para pemohon, tetapi dalam pandangan profesional saya, ketentuan yg terspat dalam pasal 18 ayat (1) UU Nomor 13 tahun 2012 tentang Kesitimewaan Yogyakarta, tidak memiliki basis konstitusional," kata Margarito dikonfirmasi jpnn.com, Kamis (31/8) malam.

BACA JUGA: Selain Pelni, Bu Rini juga Berhentikan Dirut PT DI

Ketentuan dalam UU Keistimewaan DIY yang dibatalkan MK adalah Pasal Pasal 18 ayat (1) huruf m yang mengatur syarat calon gubernur dan calon wakil gubernur DIY harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak. Frasa 'istri' inilah yang dinilai diskriminatif.

"Dilihat dari sudut epistemologi konstitusi, ketentuan tersebut tidak memiliki dasar rasional knstitusi," ucap mantan Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara era Presiden Susilo Bambang Yuhdoyono ini.

Setidaknya, ada tiga hal yang menurut Margarito menjadi dasar pandangannya itu. Pertama, tidak ada seorang pun yang meminta dilahirkan laki-laki atau perempuan. Perkara itu merupakan urusan yang berada di luar jangkauan nalar manusia, siapa pun manusia itu.

"Praktis tidak ada satu manusia pun yang menalar mengapa seseorang terlahir sebagai perempuan atau laki-laki," kata ahli hukum tata negara asal Ternate ini.

BACA JUGA: Hmmm, Prabowo Lebih Kuat Jadi King Maker ketimbang The Winner

Kedua, akal manusia tidak bisa diandalkan untuk melarang seseorang, perempuan atau laki-laki menjadi atau memegang jabatan tertentu yang diciptakan oleh negara. Sebab, pelarangan itu sama dengan mengingkari hal-hal yang bersifat kodrati.

Ketiga, oleh karena pemerintah dan DPR telah mengakui kesitimewaan Yogyakarta yang di dalamnya termasuk eksistensi Keraton dan Kesultanan Yogya, maka nalar konstitusi mengharuskan, bersifat imperatif kepada pembentuk UU untuk menyerahkan urusan inernal Kerator kepada Keraton.

BACA JUGA: Dirut Pelni Diberhentikan

"Mengharuskan calon gubernur harus memiliki istri, sama nilai hukum dengan mengharuskan calon gubernur Yogya, absolut harus laki-laki. Pada titik itulah letak irasionalitas ketentuan yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) huruf K itu. Argumentasi ini, tegas saya sampaikan dalam persidangan pada waktu itu," tandasnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bagikan KIP, Jokowi Ingin Anak Indonesia Jadi Aset Bangsa


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler