jpnn.com, JAKARTA - Kehadiran perempuan yang ikut dalam kontestasi Pilkada serentak 2024 memiliki peluang yang besar untuk menang.
Hal ini diungkapkan oleh Aktivis perempuan Jakarta Elizabet Kusrini dalam diskusi publik dengan tema "Menolak Diskriminasi Peran Politik Perempuan dalam Pilkada kota Palembang" di Dema Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Raden Fatah Palembang, Selasa (8/10).
BACA JUGA: MenPAN-RB Ingatkan ASN yang Pasangannya Maju Pilkada
Menurut Elizabet, kehadiran perempuan di Pilkada maupun di Pemilu, baik sebagai calon legislatif maupun sebagai calon kepala daerah itu sebuah keniscayaan dan sebuah keharusan.
"Karena yang namanya problem yang dihadapi perempuan, anak dan kelompok rentan makin tinggi yang punya sensitifitas untuk mengatasi problem rata rata perempuan. Di sini saya melihat keadilan gender dalam hal ini kesetaraan perempuan dengan laki-laki belum terjadi," ungkap Elizabet.
BACA JUGA: Pemilih Untuk Pilkada Aceh Barat Sudah Diplenokan, Sebegini Jumlahnya
Elizabet mencontohkan di DPRD Kota Palembang jumlah anggota DPRD dari perempuan hanya sembilan dari 50 anggota.
"Artinya hanya 12 persen keterwakilan perempuan di DPRD Kota Palembang. Untuk itu saya mengajak masyarakat, pedagang, mahasiswa dan media yang menjadi corong demokrasi penting ketika melihat perempuan maju baik sebagai kepala daerah maupun anggota legislatif harus didukung dan diberi ruang sedemikian nyaman," ujar Elizabet.
BACA JUGA: Kawal Pilkada 2024, Satlantas Polresta Pekanbaru Gelar Operasi Tematik Selama Oktober
Sehingga setelah menjadi pemimpin, kata Elizabet, perempuan dalam satu sisi dia dikontrol oleh masyarakat dan disisi lain dia juga punya ruang lebih leluasa untuk membuat kebijakan-kebijakan yang bisa menyelesaikan persoalan masyarakat.
"Jadi kontrol itu penting, di sisi lain inisiatif mereka untuk membuat kebijakan juga penting yang perlu diingatkan oleh kita semua," kata Elizabet.
Lanjut dikatakan Elizabet, terkait masih adanya diskriminas perempuan yang ikut dalam kontestasi Pilkada serta isu agama yang diangkat oleh lawan politik bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Elizabet mengulik kalau Indonesia pernah dipimpin seorang presiden perempuan.
"Contoh yang paling simpel yang sudah kita lalui dalam sejarah kita Indonesia pernah dipimpin seorang presiden perempuan. Kalau ini dianggap sebuah kesalahan itukan bisa digugat balik, tetapi sampai sekarang kan tidak,"tegas Elizabet.
Sehingga isu-isu yang dimainkan lawan politik diskriminasi perempuan hanya literasi politik saja.
"Ketika masih ada masyarakat yang bisa termakan isu isu seperti itu artinya tidak ada pendidikan politik yang baik," jelas Elizabet.
Ditempat yang sama Aktivis Pro Demokrasi Awaluddin Sitorus menambahkan, sebagai perwakilan mahasiswa Gen Z dan Milenial mendukung penuh kepala daerah di Palembang sosok perempuan.
Sebab, perempuan pun memiliki hak politik yang sama seperti pria sebagai warga negara Indonesia.
"Peraturan di Negara juga tidak melarang perempuan jadi pemimpin atau kepala daerah. Nah ini juga yang kami selalu sosialisasikan kepada masyarakat di Palembang," kata Awaluddin.
"Kami dari kalangan aktivis mahasiswa mengimbau agar masyarakat jangan terprovokasi dengan isu yang tidak benar. Semua orang layak jadi pemimpin, baik pria atau perempuan, apalagi memiliki kualitas untuk membuat masyarakat Palembang kedepannya agar lebih sejahtera lagi," tutup Awaluddin. (mcr35/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Cuci Hati