Perencana Keuangan: JHT Program Hari Tua, Bukan Jaminan Hari Muda!

Selasa, 15 Februari 2022 – 22:24 WIB
Pencairan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) . Foto Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Perencana Keuangan Safir Senduk menilai perubahan skema pencairan JHT, yang disusun pemerintah melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 2/2022, tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, sudah tepat.

"Namanya saja JHT, Jaminan Hari Tua dan memberikan jaminan bahwa hari tua kita aman. Kalau sebelum hari tua sudah bisa kita ambil namanya JHM (Jaminan Hari Muda)," kata Safir, Selasa (15/2).

BACA JUGA: Fairuz A Rafiq: yang Bilang Omicron Cuma Kayak Flu Saja, Salah Banget

Menurutnya, polemik yang muncul disebabkan oleh terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai konsep JHT, serta minimnya kesadaran akan pentingnya perencanaan keuangan di masa mendatang.

Safir menambahkan, JHT salah satu program sosial yang memberikan proteksi kepada pekerja, sehingga dalam kondisi apa pun pencairan klaim harus dilakukan ketika masyarakat memasuki usia tua.

BACA JUGA: TOP, Awal 2022 Mind ID Lakukan Beragam Terobosan

Program ini berbeda dibandingkan dengan tabungan konvensional yang bisa dicairkan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan nasabah.

"Ingat, JHT ini bukan rekening bank yang bisa kita akses sewaktu-waktu," serunya.

BACA JUGA: Produk UMKM Berorientasi Ekspor Mejeng Dalam Pertemuan Perdana G-20

Safik pun menyadari penolakan dari kalangan pekerja berdasar pada hilangnya penghargaan yang diterima ketika mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah usia produktif.

Terlebih mayoritas pekerja tidak memiliki simpanan jangka pendek yang bisa diakses dalam situasi mendesak.

Akan tetapi pemerintah telah memberikan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang bisa memberikan perlindungan bagi kalangan pekerja saat dikenai PHK dan berfungsi sebagai jaring pengaman sosial.

"JKP bisa memberikan klaim kepada pekerja. Seharusnya dengan adanya program ini tidak ada lagi permasalahan," kata dia.

Safir meminta kepada masyarakat untuk berpikir jangka panjang dengan mempertimbangkan esensi dari program JHT.

Apalagi, manfaat yang diberikan pemerintah melalui program ini cukup besar.

JHT adalah program wajib bagi peserta penerima upah dengan iuran per bulan sebesar 5,7% dari upah yang diterima.

Dari jumlah tersebut, pekerja membayar iuran sebesar 2%, sedangkan 3,7% dibayarkan oleh pemberi kerja atau perusahaan.

Lantas, berapa kisaran manfaat yang diterima pekerja saat memasuki hari tua dari program JHT?

Dengan menggunakan asumsi upah per bulan sebesar Rp 5 juta per bulan, maka iuran yang dibayarkan untuk program JHT sebesar Rp 285 ribu per bulan atau Rp 3,42 juta per tahun.

Apabila pekerja menjadi peserta JHT pada usia 25 tahun dan dinyatakan pensiun ketika usia 56 tahun, artinya pekerja tersebut membayar iuran selama 31 tahun dengan total dana yang dibayarkan mencapai Rp 106,02 juta.

Dengan mempertimbangkan adanya perubahan saldo awal tiap tahun serta imbal hasil yang diterima setelah iuran tersebut diinvestasikan ke berbagai instrumen oleh BPJS Ketenagakerjaan, maka manfaat yang diperoleh pekerja saat hari tua berdasarkan penghitungan Kalkulator JHT mencapai Rp 248,55 juta.

Adapun, instrumen investasi yang dijadikan penempatan dana kelolaan JHT di antaranya adalah Surat Berharga Negara (SBN) dan deposito perbankan, dengan tingkat imbal hasil rata-rata di kisaran 5%-7%.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler