jpnn.com, JAKARTA - Lembaga survei Rumah Demokrasi, sepanjang tanggal 19 Februari - 1 Maret 2019, melakukan survei nasional dengan metode wawancara tatap muka langsung dengan melibatkan sampel responden sebanyak 1.067 responden, yang tersebar secara proporsional di 34 Provinsi di Indonesia.
Mayoritas reponden menjawab memilih pasangan Capres 02 yaitu Prabowo-Sandiaga Uno sebesar 45,45 persen. Sementara, yang memilih pasangan Capres 01 Jokowi-Maruf Amin adalah sebesar 40,30 persen, dan sebanyak 14,25 persen belum menentukan pilihan.
BACA JUGA: Survei: Caleg PSI Langkahi Petahana dari PKS di Sumbar II
Founder dan Direktur Rumah Demokrasi, Ramdansyah dalam keterangannya, Rabu (20/3) mengungkapkan hasil yang diperoleh dalam survei Rumah Demokrasi ini terlihat berbeda dengan lembaga-lembaga survei yang lain. Terutama, terkait dengan elektabilitas capres-cawapres.
Menurutnya, pasangan 02 Prabowo-Sandi mulai memangkas jarak popularitas dan elektabilitas bahkan mengungguli pasangan 01 Jokowi-Maruf Amin. Dua kandidat pasangan Pilpres, mulai menunjukkan persaingan ketat dalam indikator elektabilitas dan popularitas.
BACA JUGA: Kiai Maruf Tak Ambil Pusing soal Survei Litbang Kompas
Sebelum membicarakan hasil survei, Ramdansyah mengajak untuk menyepakati bahwa survei adalah metodologi ilmiah dan akademis. Artinya, survei dan hasilnya ini dilakukan melalui mekanisme ilmu pengetahuan.
“Jadi, secara prinsip, hasil survei sebenarnya tidak bisa diadu. Tapi, metodologi dan alat ujinya bisa diperdebatkan, karena ini ranah ilmiah. Dan, sah-sah saja jika kemudian ada hasil survei yang berbeda antara satu lembaga dengan lembaga yang lain,” ujat Ramdansyah.
BACA JUGA: Ingatkan Kubu Jokowi dan Prabowo Tak Langsung Puas oleh Hasil Survei
Nah, yang justru perlu diperdebatkan dan didalami adalah metodologi, perangkat survei dan bagaimana survei tersebut mampu memotret dinamika masyarakat melalui responden.
Terkait dengan keunnggulan Prabowo-Sandi, Ramdansyah menjelaskan bahwa keunggulan pasangan Capres 02 sebenarnya hanyalah tipis dimana Prabowo-Sandiaga Uno mendapatkan kepercayaan responden sebesar 45,45 persen. Sementara, yang memilih pasangan Capres 01 Jokowi-Maruf Amin adalah sebesar 40,30 persen. Perbedaannya hanyalah sebesar 5.15 persen. Masih ada yang belum menentukan pilihan sebesar 14,25 persen.
Kalau dibilang berbeda dibandingkan dengan hasil survei lembaga lain, kata Ramdansyah, juga tidak demikian. Pergerseran pemilih dapat terjadi menjelang hari H pemungutan suara.
Ramdansyah menyebut contoh hasil survei Litbang Kompas menunjukkan terjadi pergeseran suara pemilih yang cepat sebulan menjelang hari h pemungutan suara.
Pada intinya Survei Rumah Demokrasi tidak jauh berbeda dengan lembaga-lembaga survei lainnya, karena menggunakan metode penelitian yang nyaris sama. Dinamika masyarakat yang cepat karena adanya efek ekor jas (coat tail effect) dimana para tokoh dan Caleg bekerja semakin cepat dan masif di masyarakat untuk memenangkan pasangan calon, menyebabkan perubahan pergeseran pemilih dapat terjadi sangat cepat
Saat ini, menurut Ramdansyah melalui metode top of mind, yang juga dilakukan oleh hampir semua survei elektoral, memang menunjukkan adanya preferensi yang lebih tinggi untuk memilih Prabowo-Sandi, dengan kata kunci "jika pilpres dilakukan hari ini".
Mewakili Preferensi Publik
Pada saat survei, menurut Ramdansyah, pilihan itulah yang kita potret, yang kita rekam dari responden. Tapi, yang lebih penting dari itu, survei bukan terdiri dari satu pertanyaan saja.
Ada instrumen pertanyaan lain, yang pada prinsipnya juga menjelaskan mengapa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada, pada akhirnya memperlihatkan indikator-indikator yang mewakili preferensi publik.
Karena itu, metodologi survei ini disusun berdasarkan bukan saja pada hasrat untuk membuat si A terlihat lebih tinggi prosentasinya, atau si B lebih rendah. Tapi, lebih dari itu. Melalui metodologi survei yang menyusun perangkat pertanyaan yang terstruktur, menggambarkan pada kita bahwa peta pemilih memang mulai bergeser.
Pada pertanyaan terstruktur agar tidak menimbulkan bias, pihaknya juga mengecek konsistensi validitas data yang disampaikan responden dengan mengajukan pertanyaan kunci yang sama di awal wawancara dan ditanyakan kembali pada bagian akhir wawancara. Responden ternyata konsisten dalam menjawab pertanyaan kunci di awal dan di akhir.
Ramdansyah menambahkan, bahwa survei adalah perangkat metodologis ilmiah. Ini merupakan salah satu ikhtiar ilmu pengetahuan untuk membaca dan memotret dinamika masyarakat kita.
Dalam hal survei elektoral, yang terkait dengan kontestasi Pilpres 2019, kita melihat sendiri bahwa berbagai lembaga survei telah mempublikasikan hasil surveinya. Tentu, kita juga melihat adanya kecenderungan perbedaan angka pada hasil-hasil survei yang dilansir tersebut.
I”ni akan menjadi proses politik yang bagus. Karena, setiap politisi akan melihat fakta bahwa terjadi dinamika pada pemilih, yang tidak bisa hanya diselesaikan atau dilakukan dengan pendekatan artifisial atau pencitraan saja,” katanya.
Ada kesadaran yang terus meningkat dari publik pemilih, terutama terhadap calon yang akan dipilihnya. Yang kita temukan, ini bukan lagi pada kemampuan calon melakukan pencitraan atau mengelola performanya saja. Tapi, juga bagaimana visi-misi, dan tentu saja track record calon. Selain itu, yang paling penting adalah harapan: adakah harapan publik pada calon tersebut.
“Karena ini wilayah ilmiah, ya tentu dari perangkat ilmiah yang kita gunakan. Di antaranya adalah instrumen pertanyaan yang kita bangun untuk membentuk suatu gambaran,” kata Ramdansyah.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasil Survei Litbang Kompas Tanda RI Bakal Punya Presiden Baru
Redaktur & Reporter : Friederich