Pergerakan Advokat Nusantara Soroti Penghentian Imlek Fair Siantar, Tajam

Minggu, 15 Januari 2023 – 23:40 WIB
Petrus Selestinus. Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara Petrus Selestinus merespons berita tentang penghentian kegiatan ‘Imlek Fair Siantar Gong Xi Fa Cai 2023” oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkot Pematang Siantar pada tanggal 8 Januari 2023.

Menurut Petrus, aksi penghentian itu sebagai petir di siang bolong bagi warga masyarakat etnis Tionghoa di Siantar, Sumatera Utara.

BACA JUGA: Sambut Imlek, Mitsubishi Bagi-Bagi Angpao di Diler Resmi, Ada Diskon Hingga 20 Persen

“Penyelenggaraan kegiatan ‘Imlek Fair Siantar Gong Xi Fa Cai 2023’ dalam rangka perayaan hari besar Tahun Baru China di Pematang Siantar sebagai ekspresi budaya etnis masyarakat Tionghoa,” ujar Petrus Selestinus, Minggu (15/1/2023).

Petrus menilai kegiatan tersebut telah menjadi Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional yang harus dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Hal itu sesuai Pasal 28i ayat (3) UUD 1945.

BACA JUGA: 19 Nyawa Melayang di Jalur Mudik Imlek

“Dengan demikian tidak ada alasan apapun bagi Wali Kota dan Satpol PP Pemkot Pematang Siantar untuk menghentikan kegiatan Imlek Fair Siantar. Sebab ‘Imlek Fair Siantar’ merupakan kegiatan budaya dalam rangka menyambut Tahun Baru China atau Imlek,” ujar Petrus.

Imlek Fair Siantar telah mendapat izin dari Wali Kota dan Dinas Perhubungan dan Kepolisian Resort Pematang Siantar.

BACA JUGA: China Antisipasi 2 Miliar Perjalanan Selama Musim Mudik Imlek

Lantas, mengapa terjadi kebijakan yang paradoksal dan menunjukkan ada loyalitas ganda dari oknum Pemkot, yaitu pada pelayanan publik dan pada kelompok intoleran yang tidak menghendaki “Imlek Fair Siantar” diselenggarakan.

Didekte Kekuatan Intoleran

Imlek Fair Siantar Gong Xi Fa Cai merupakan kegiatan yang berbasis pada kegiatan keagamaan dan budaya oleh saudara kita dari etnis Tionghoa di Kota Siantar.

“Oleh karena itu, Pemkot Pematang Siantar wajib melindungi, memelihara dan menghormati sebagai identitas budaya sesuai dengan ketentuan UU,” ujar Petrus.

Panitia Penyelenggara "Imlek Fair Siantar 2023", Satkom Gajah Mada, sebelumnya melakukan audiensi, mendapatkan arahan, dukungan dan izin dari Wali Kota Pematang Siantar.

Hal itu terbukti dari Izin beserta rekomendasi tertulis dari Dinas Perhubungan dan Kepolisian Resort setempat diberikan kepada Pantia Penyelenggara.

Namun yang terjadi pasca ijin-ijin diberikan dan Panitia Penyelenggara "Imlek Fair Siantar" mulai memasang tenda-tenda dan persiapan lainnya, tiba-tiba muncul tindakan penghentian kegiatan yang sudah mendapat izin Wali Kota itu dari Satpol PP Kota Pematang Siantar dan tenda-tenda yang sudah dipasang harus dibongkar.

Pecat Wali Kota dan Satpol PP

Petrus Selestinus yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini menilai tindakan  Wali Kota dan Satpol PP Pemkot Pematang Siantar telah mencoreng prinsip negara hukum.

Tindakan tersebut juga sekaligus mencoreng wajah pemerintahan Jokowi yang selama ini memberi perhatian tinggi kepada pentingnya menjaga identitas budaya lokal dan selalu siaga menjaga kerukunan di tengah keberagaman suku, agama dan adat istiadat.

Menurut Petrus, tindakan Wali Kota dan Satpol PP Pemkot Pematang Siantar, yaitu membatalkan penyelenggaraan Imlek Fair Siantar merupakan tindakan yang mengganggu kohesivitas sosial masyarakat dan bertentangan dengan kepentingan strategis nasional.

"Seharusnya menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, tindakan tersebut dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran pidana, yaitu UU Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,” ujar Petrus.

Petrus mengatakan Wali kota Pematang Siantar diduga kuat didikte oleh kelompok intoleran atau berafiliasi dengan kelompok intoleran.

“Memilih bersikap lebih patuh kepada kelompok intoleran dari pada sumpah jabatannya lantas membiarkan aparaturnya (Satpol PP) menghentikan kegiatan yang berbasis budaya dan agama oleh etnis Tionghoa di Siantar,” ujar Petrus.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 78 dan 79 UU No. 23/2014, Tentang Pemerintahan Daerah, Memteri Dalam Negeri berwenang memberhentikan Kepala Daerah, tanpa melalui proses politik di DPRD, karena tidak melaksanakan kewajiban Kepala Daerah, melanggar sumpah/janji jabatan dan lain-lainnya.

"Oleh karena tindakan Wali Kota Pematang Siantar dimaksud, sebagai suatu tindakan insubordinasi atau pembangkangan terhadap kebijakan Presiden dalam menjaga kepentingan strategis nasional, padahal tugas itu menjadi kewajiban Kepala Daerah, maka Menteri Dalam Negeri wajib memecat Wali Kota Siantar,” tegas Petrus Selestinus.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler