Periksa Gubernur Kaltim, Kejaksaan Tunggu Putusan Kasasi

Jumat, 28 September 2012 – 01:01 WIB
JAKARTA - Kejaksaan Agung belum berencana memeriksa Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak, meski Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa pemeriksaan atas kepala atau wakil kepala daerah yang terlibat kasus korupsi tak perlu izin tertulis Presiden lagi. Menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, sikap ini diambil karena kasus Awang tak berdiri sendiri tapi merupakan lanjutan kasus lain.

"Kasus Awang terkait dengan perkara lain. Satu divonis bebas satu lagi masih kasasi," kata Darmono lewat pesan singkat Kamis (27/9).

Perkara yang disebut Darmono adalah putusan 6 tahun penjara terhadap Direktur Utama PT Kutai Timur Energi (KTE) Anung Nugroho. Sebaliknya, Direktur KTE Apidian Triwahyudi dibebaskan Pengadilan Negeri Sangata sehingga memaksa jaksa mengajukan kasasi.

Putusan 6 tahun Anung dijatuhkan pengadilan tingkat banding, sedangkan sebelumnya (PN Sangata) dia hanya dihukum 5 tahun penjara. Anung akhirnya juga mengajukan kasasi. KTE adalah perusahaan yang dibentuk Pemkab Kutai Timur untuk mengelola dana hasil penjualan 5 persen saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) jatah pemerintah daerah, senilai Rp 576 miliar.

Versi penyidik Pidana Khusus Kejagung, Awang yang kala kejadian masih menjabat Bupati Kutim, dijadikan tersangka karena ikut menyetujui pengalihan pengelolaan dana hasil penjualan saham KPC dari Pemkab Kutim ke KTE. Dengan tuduhan ikut menyetujui, Kejagung juga menetapkan 6 anggota dan mantan DPRD Sangata sebagai tersangka.

Namun menurut Darmono, Kejagung akan menuju hasil putusan kasasi atas Anung dan Apidian.  "Saya kira apapun hasilnya (putusan kasasi Anung dan Apidian) tetap akan dilakukan pemeriksaan (Awang) untuk menentukan tindak lanjut perkaranya," tegas Darmono.

Terpisah anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho menyatakan, jika pemerintahan komit pada pemberantasan korupsi maka Kejagung harus segera memeriksa kepala atau wakil kepala daerah yang terlibat korupsi. "Data kita sejak 2004 sudah 61 kepala atau wakil kepala daerah yang terlibat korupsi dan dinyatakan tersangka. Pastinya angka itu kini telah berkurang banyak," kata Econ, panggilan Emerson.

Diakuinya, putusan MK yang dibacakan Rabu (26/9) memang tak menyebut berlaku surut. Artinya, bagi kepala atau wakil kepala daerah yang ditetapkan tersangka sebelum terbitnya putusan MK tetap harus melalui mekanisme izin tertulis Presiden.

"Harus potong kompas. Kejagung harus memeriksa kasus kepala daerah yang terhambat izin Presiden," tegasnya.

Sedangkan juru bicara MK, Akil Mochtar mengatakan, pencabutan Pasal 36 ayat 1 dan 2 UU Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 berlaku sejak dibacakan. Sementara Awang Faroek ditetapkan sebagai tersangka sejak pertengahan 2010. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Desak Pemerintah Tak Bohongi Buruh

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler