jpnn.com - JAKARTA – Partai baru terancam tak bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 mendatang.
Pasalnya, pemerintah berencana merevisi Undang-Undang (UU) Pemilu. Pemerintah mengusulkan hasil pemilihan legislatif 2014 digunakan untuk mengusung calon presiden pada pemilihan presiden 2019 mendatang.
BACA JUGA: Petinggi PAN Akui Partainya Kalah Lincah
Hasil Pileg 2014 digunakan karena pada 2019 pemilihan legislatif dan presiden digelar serentak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Nah, Perindo sebagai partai baru jelas berada dalam ancaman. Partai pimpinan Hary Tanoesoedibjo itu terancam tak bisa mengusung calon presiden. Lalu, bagaimana sikap Perindo?
BACA JUGA: Pokoknya, Idola Harus Menang
“Pendapat hukum ini masih berdasarkan asumsi. Karena pada saat penyusunan pendapat hukum ini, kami belum memperoleh draft resmi RUU Pemilu atau RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,” kata Ketua Bidang Hukum dan Advokasi DPP Garda Rajawali Perindo (Grind) Jimmy Yansen, Sabtu (8/11).
Jimmy menambahkan, dalam rangka identifikasi potensi permasalahan hukum atas draft usulan pasal mengenai larangan partai politik baru untuk mencalonkan pasangan calon presiden/wakil presiden, harus ada definisi terhadap partai politik terlebih dahulu.
BACA JUGA: Akbar Ingatkan Golkar Tak Membela Cagub Penista Agama
Dia menukil pengertian parpol menurut Miriam Budiarjo (Prof Miriam Budiarjo 1993 : 160-161).
Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama.
Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusionil – untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
Sedangkan secara normatif, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, definsi parpol ialah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
“Di dalam konstitusi kita UUD 1945 definisi partai politik tidak ditemukan tetapi proses suksesi kepemimpinan nasional dan peralihan kekuasaan baik itu pengisian jabatan presiden dan wakil presiden, maupun pengisian keanggotaan dewan perwakilan rakyat di pusat dan di daerah, secara konstitusional wajib melibatkan partai politik,” ujar Jimmy.
“Tanpa adanya keterlibatan partai politik, maka pengisian jabatan presiden dan wakil presiden serta keanggotaan dewan perwakilan rakyat, justru akan menjadi inkonstitusional. Lihat Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945,” imbuhnya.
Dengan melihat begitu pentingnya peran dan fungsi partai politik dalam praktek ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam suksesi kepemimpinan nasional, partai politik tidak lagi dapat dipandang semata-mata sebagai instrumen politik untuk pengambilalihan kekuasaan.
Tetapi, parpol merupakan instrumen konstitusional yang sangat penting untuk melaksanakan kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Setelah suatu organisasi yang telah memenuhi syarat berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan ditetapkan dan disahkan sebagai partai politik, seketika itu juga ia menyandang fungsi pelaksana kedaulatan rakyat khususnya dalam suksesi kepemimpinan nasional.
“Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka bagi warga negara, partai politik memiliki fungsi sebagai wadah aktualisasi dari pelaksanaan hak asasi manusia khususnya di bidang politik. Tanpa partai politik, mustahil hak-hak konstitusional rakyat di bidang politik (hak memilih dan dipilih) dapat benar-benar terwujud,” imbuh Jimmy.
“Berangkat dari pemahaman tentang pentingnya peran partai politik sebagai salah satu instrumen pelaksanaan kedaulatan rakyat, maka draft usulan pasal dalam RUU Pemilu yang mengatur mengenai partai politik baru dilarang mengusung pasangan capres cawapres adalah jelas inkonstitusional,” kata Jimmy.
Dia menambahkan, hak partai politik untuk mengusung pasangan capres/cawapres adalah hak yang tegas-tegas diatur dalam konstitusi Indonesia.
Hak tersebut adalah hak asasi yang melekat seketika suatu partai politik disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM sehingga karenanya ia tidak dapat dikurangi apalagi dihilangkan. Itu tertuang dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945).
Di sisi lain, larangan tersebut juga berpotensi secara nyata melanggar hak konstitusional warga negara Indonesia untuk memilih pemimpinnya. Sebab, telah membatasi hak-hak warga negara untuk memilih pemimpinnya.
“Apabila usulan draft pasal tentang larangan bagi parpol baru untuk mengusung pasangan capres/cawapres benar-benar dimasukkan dan disahkan dalam RUU Pemilu, maka draft pasal tersebut adalah inkonstitusional,” ujarnya.
“Selain itu juga beralasan menurut hukum untuk diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi karena jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 6A ayat (2),” tegas Jimmy. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jleb!!! Inilah Kelemahan Ahok Menurut Empok Sylvi
Redaktur : Tim Redaksi