Peringatan untuk Pemerintah, Harus Ada Terobosan Baru untuk Menurunkan Deforestasi

Rabu, 31 Maret 2021 – 13:00 WIB
Penyampaian hasil kajian Kemitraan terkait Deforestasi Indonesia. Foto: dok Kemitraan

jpnn.com, JAKARTA - Deforestasi yang telah terjadi puluhan tahun, dianggap menjadi salah satu penyebab terjadinya berbagai bencana banjir dan longsor di Indonesia.

Direktur Eksekutif Kemitraan, Laode M. Syarif mengatakan deforestasi juga berkontribusi pada terjadinya pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim dunia.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Peringatan untuk Simpatisan Rizieq, Kabar Gembira, Anggota ISIS Berseragam Polisi

Menurutnya, upaya untuk mengurangi deforestasi merupakan aspek kritis dalam efektivitas pengelolaan lingkungan yang keberlanjutan, menghambat kecepatan perubahan iklim serta mencegah hilangnya keanekaragaman hayati.

Dia mengatakan berbagai kebijakan dan program pemerintah dianggap telah mampu menurunkan angka deforestasi, terutama sejak 2016.

BACA JUGA: Inilah 4 Pesan Menteri LHK Saat Peringatan Hari Hutan Internasional

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa, laju deforestasi menurun setiap tahun, dari 820.000 hektar (tahun 2015 – 2016) menjadi 490.000 hektar (2017 – 2018) ke 439.000 hektar (2017 – 2018).

Tren menurunnya laju deforestasi ini juga sejalan dengan data yang dikeluarkan oleh Global Forest Watch.

BACA JUGA: KLHK Hentikan Izin Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Capai 66,18 Juta Hektar

“Saat ini, sudah banyak literatur yang mengkaji tentang deforestasi dan menjelaskan penyebab deforestasi, tetapi belum banyak yang
menjelaskan faktor penurunan deforestasi itu dalam studi yang lebih detail," tuturnya.

Oleh karena itu, kata dia, Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan melakukan studi yang bisa mengelaborasi faktor-faktor fenomena menurunnya deforestasi di Indonesia.

Selain itu, studi ini juga mencoba membuat simulasi turning point deforestasi dalam skenario implementasi kebijakan penurunan deforestasi.

Laode M. Syarif menjelaskan, penurunan angka deforestasi terkait erat dengan implementasi kebijakan pengelolaan hutan.

Khususnya moratorium perizinan di hutan alam dan lahan gambut, penegakan hukum sektor kehutanan, penanganan kebakaran hutan dan lahan, tata kelola tenurial dan faktor sosial, ekonomi, dan politik.

“Hal-hal tersebut yang kami anggap sangat berpengaruh terhadap deforestasi di Indonesia, menjadi penyebab langsung dan tidak langsung," tambahnya.

Dalam studi ini menunjukkan deforestasi berkaitan langsung dengan pertumbuhan ekonomi pada periode tahun 2000 sampai 2012.

Tetapi pada periode sesudahnya, dari tahun 2012 sampai 2018, laju deforestasi berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan adalah organisasi multi- pihak yang dibentuk untuk mendukung Indonesia dalam melaksanakan pembaruan tata pemerintahan," katanya.

Dia menambahkan misi Kemitraan adalah menyebarluaskan dan melembagakan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dalam masyarakat Indonesia melalui program pembaruan terpadu.

Hal itu untuk memperkuat tata kelola aparatur negara, memperdalam demokrasi, meningkatkan keamanan serta keadilan dan memperbaiki tata kelola ekonomi dan lingkungan hidup.

Studi ini juga melakukan proyeksi tentang kapan akan terjadi zero deforestasi, yang mana angka reforestasi lebih besar dibanding laju deforestasi.

Dia mengingatkan jika pemerintah tidak melakukan terobosan berarti dalam pengelolaan hutan lestari dan tetap melakukan kebijakan ‘business as usual’, maka diprediksikan
pada 2040 Indonesia akan mendekati garis irreversible yaitu kondisi deforestasi tidak bisa dipulihkan kembali dengan total forest-loss 55juta ha.

"Pemerintah harus melakukan terobosan kebijakan dan program agar mampu menekan laju deforestasi dan mencapai kondisi zero deforestasi," pungkasnya. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler