Shandra Ayu Pusparini adalah mahasiswa Indonesia di Brisbane. Selama belajar di Australia, perempuan asal Bali ini merasakan berbagai pengalaman menyenangkan. Ia tak sabar meraih mimpinya di negeri tetangga.
Musim hujan di bulan November 2013 adalah waktu bersejarah ketika saya memutuskan untuk belajar di luar negeri.
BACA JUGA: Bahasa Mandarin Diusulkan Jadi Mata Pelajaran Wajib bagi Siswa Sekolah di NSW
Awalnya, ayah berat untuk melepas saya pergi, karena saya adalah anak bungsu dalam keluarga. Tapi kemudian, kami berdua sadar pilihan itu adalah yang terbaik.
Nama saya Shandra Ayu Pusparini, panggilan saya di keluarga, Peppy. Saya berusia 19 tahun dan berasal dari Bali, Indoneia. Saat beranjak dewasa, keluarga membuat saya berpikir bahwa pendidikan akademik sangatlah penting. Dulunya, ayah saya adalah seorang akuntan di BUMN Indonesia, ia cerdas dan selalu mengajarkan kakak-kakak saya untuk mengikuti jejaknya.
BACA JUGA: Terapi Berkuda Bantu Sembuhkan Trauma Korban Pelecehan Seksual
Shandra Ayu Pusparini.
BACA JUGA: Robot Binatang Diprediksi Ubah Interaksi Sosial Manusia
Sungguh berat untuk mengetahui bahwa saya adalah satu-satunya di keluarga yang tak ingin mengikuti jejak ayah. Saya tak suka pendidikan akademik, itu tak cocok buat saya. Saya justru lebih suka berimajinasi dan menulis. Saya suka menciptakan sesuatu yang melibatkan emosi manusia.
Saya selalu memiliki minat di bidang seni dan tulis-menulis, sementara ayah saya menyukai ilmu pengetahuan dan politik. Ia percaya, mempelajari bidang itu bisa menjamin karir saya di masa depan. Tapi saya yakin, saya tak akan mampu bertahan dan sukses jika saya melakukan sesuatu yang tak saya cintai.
Saya lalu mulai untuk menulis cerita demi mengembangkan kemampuan menulis saya. Saya ingin membawanya ke tahap yang lebih tinggi, saya ingin belajar bagaimana menulis yang baik. Kemudian saya tahu bahwa saya harus sekolah di luar negeri karena industri penulisan di negara saya tak terlalu menjanjikan.
Negara pertama yang terlintas di benak saya adalah Australia. Waktu itu, saya coba mencari sebanyak mungkin informasi tentang universitas-universitas di Australia, dan hasilnya sungguh mengesankan.
Shandra Ayu Pusparini di pinggiran pantai di Sydney.
Awal Mei 2014, saya terbang ke negeri harapan saya, Australia. Saat itu musim dingin dan saya sempat merasa beku saat menjalani proses di konter imigrasi. Tak lama kemudian saya melihat pria berbaju biru dari kampus yang berdiri menyambut saya di gerbang. Ia memegang kertas bertuliskan nama saya. Ia menyapaku dengan hangat, dan seketika itu saya merasa jatuh cinta dengan orang-orang Australia. Kami naik limo ke tempat tinggal saya di Enoggera. Keluarga yang menampung saya berasal dari India, mereka sangat baik dan memperlakukan saya layaknya bagian keluarga mereka sendiri. Waktu itu, ada kalanya saya merasa kedinginan dan mereka banyak membantu dengan memberi saya penghangat dan minuman hangat. Tinggal di pulau tropis seperti Bali selama lebih dari 10 tahun membuat saya sensitif terhadap hawa dingin!.
Tiga hari kemudian, saya harus pergi ke kampus Universitas Teknologi Queensland (QUT) di Kelvin Grove. Saya harus mengakui, saya sempat takut untuk naik transportasi publik, mengingat saya tak pernah naik kendaraan umum di Bali karena sistem yang buruk. Tapi saya tak punya pilihan, jadi saya terpaksa naik bis dan terpukau dengan layanan bis di Brisbane. Bis datang tepat waktu, bersih dan aman.
Shandra Ayu Pusparini di Sea World.
Bulan Juni 2014, saya mulai belajar di program Diploma bidang Industri Kreatif, saya sangat menikmatinya.
Kini, saya punya sejumlah teman internasional yang dengan bangga saya kenalkan ke orang tua ketika kami berkomunikasi via Skype. Teman-teman asing saya mengajarkan banyak tentang budaya dan bahasa mereka. Mereka berbagi pengalaman mereka di Australia, menasehati saya untuk mencari kerja, dan banyak lainnya.
Terlebih, saya aktif menjadi mentor mahasiswa. Pengalaman ini meningkatkan kemampuan kepemimpinan saya.
Perjalanan saya di negara ini belum usai. Tahun lalu, saya memutuskan untuk mengunjungi beberapa keluarga di Sydney. Kota yang sangat berbeda dengan Brisbane. Sydney adalah definisi nyata dari sebuah kota, dengan banyak orang di jalanan dan bangunan tinggi yang tampak meraih langit. Saya berada di sana seminggu lalu mengunjungi Newcastle dan Wollongong. Saya harus bilang, hal yang terbaik dari Sydney adalah pantainya. Saya akhiri liburan saya dengan merayakan Malam Tahun Baru di depan Darling Harbour.
Shandra Ayu Pusparini.
Saya sekarang sudah tinggal di negeri kanguru selama setahun, dan sejauh ini, Australia adalah tempat tinggal favorit saya. Kini, saya belajar di jurusan Jurnalisme, di Departemen Industri Kreatif, QUT. Saya dulu merasa tak pede - setelah setahun di sekolah internasional dengan teman-teman dari latar belakang yang berbeda, saya takut jika saya diperlakukan secara berbeda dari warga Australia. Khususnya karena bahasa Inggris adalah bahasa kedua saya, dan ini membuat saya berpikir mereka mungkin tak mengerti apa yang saya ucapkan.
Tapi kenyataan membuktikan bahwa saya salah, sekarang saya punya banyak teman Australia dan mereka benar-benar menghormati saya.
Yang saya suka dari tinggal di Australia adalah komunitasnya. Baru-baru ini saya bergabung dengan Komunitas Penulis di Brisbane, yang selalu bertemu di Perpustakaan Daerah. Pengalaman yang saya dapatkan di komunitas ini sungguh tak terbayangkan. Saya dapat banyak masukan tentang menjadi seorang penulis, dan saya sangat senang bisa jadi bagian komunitas ini. Saya tak sabar menunggu kemana masa depan membawa saya setelah lulus. Saya menunggu kesempatan untuk bekerja sebagai jurnalis dan penulis lepas di sini.
Bagi beberapa orang, Australia mungkin hanyalah sebuah negara yang penuh dengan kanguru dan koala, tapi bagi saya, negara ini lebih dari itu. Australia telah membantu minat dan mimpi saya menjadi kenyataan. Saya menikmati waktu saya di Australia, dan tak mungkin saya melupakan pengalaman saya di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Adelaide kembali Bolehkan Konsumen Pesan Minuman sambil Berdiri di Luar Pub