JPNN.com

Perjuangan Rakyat Myanmar Belum Usai

Selasa, 04 Juni 2013 – 23:46 WIB
Perjuangan Rakyat Myanmar Belum Usai - JPNN.com
Dr Than Htut Aung, tokoh pers Myanmar yang juga CEO Eleven Media Group (kanan) menerima penghargaan Pen of Freedom 2013 dari WAN-IFRA yang diserahkan oleh Presiden Editor World Forum Erik Bjerager dalam acara pembukaan World Newspaper Congress di Bangkok, Thailand, Senin (3/6).
CHAIRMAN dan CEO Eleven Media Group, Dr Than Htut Aung, menjadi bagian penting dalam catatan sejarah perjalanan Myanmar yang saat ini tengah melakoni masa transisi. Negara yang semula tertutup dari pergaulan dunia itu ini mulai terbuka dan mengenal demokrasi.

Kegigihan dan keberanian Aung melawan junta militer di masa-masa sulit, telah membuahkan hasil penghargaan Pena Emas Dunia atau Pen of Freedom Award 2013 dari World Association of Newspapers and News Publishers (WAN-IFRA). Penghargaan perestisius  itu sebagai apresiasi atas individu ataupun kelompok yang telah memperjuangkan kebebasan pers.

Usai menerima penghargaan di Bangkok, Thailand, Htut Aung menyempatkan diri untuk sebuah wawancara dengan wartawan JPNN, Afni Zulkifli. Berikut petikan wawancaranya;

Bagaimana rasanya setelah menerima penghargaan ini?

Terimakasih. Seperti yang saya katakan tadi. Awalnya saya tidak tahu tentang penghargaan ini. Kami bekerja dan memiliki idealisme, karena hidup di bawah pemerintahan yag tertutup. Tapi kami tidak diam karena itu. Saya sangat menghargai apa yang diberikan ini, tapi saya sadar bahwa penghargaan ini bukanlah untuk saya. Tapi untuk orang-orang di belakang saya, mereka yang berjuang mendapatkan hak kebebasan dan melakukan banyak pengorbanan lebih dari yang saya lakukan.

Apa menurut Anda sebenarnya arti kebebasan?

Bebas menyuarakan keinginan dan kebenaran tanpa tekanan. Kami rakyat Myanmar, sudah terlalu lama merasakan kediktatoran. Beberapa di antara kami, tidak melihat apa yang sudah terjadi hari ini. Kebebasan yang baru kami rasakan sekarang, bukan berarti rakyat kami sudah selamat atau bahagia. Mereka masih harus bertahan.

Masalah terbesarnya apa?

Kemiskinan, korupsi dan banyak masalah lainnya. Politik menurut saya sekarang sudah mulai terbuka. Ada harapan demokrasi seperti negara demokrasi lainnya. Kami sedang menuju ke sana. Tidak ada diskriminasi, kekerasan, intimidasi, kemiskinan dan lainnya.

Seperti apa sebenarnya perjuangan yang telah Anda lakukan?

Saya bukan orang yang suka mencatat ulang lagi sejarah. Saya juga awalnya merasa tidak pantas menerima penghargaan ini. Banyak orang dan wartawan yang menginginkan ini. Tapi saya tahu, ini bentuk penghargaan dari banyak pengorbanan orang-orang saya dan rakyat Myanmar.  Penghargaan ini juga bukti bahwa kami tidak sendiri.

Sekarang politik Myanmar sedang menjalani transisi, bagaimana menurut Anda?

Masa transisi ini sebenarnya harapan lama yang baru terjadi akhir-akhir ini. Transisi ini tidak semudah yang dibayangkan. Masih banyak kepentingan dan sebagian ada yang belum menerima perubahan. Masih ada yang berusaha menyulut hal-hal sensitif, merusak negara. Tugas kami adalah mengawalnya.

Bagaimana menurut Ada kondisi Myanmar di masa depan?

Kami harus terus maju dan membuat perubahan. Jika kami tetap di tempat atau bahkan berjalan mundur, maka tidak ada perubahan. Myanmar saat ini sudah mulai terbuka. Ada transisi yang sedang dilakukan. Kami yakin tidak berjalan sendiri.

Anda dianggap memberi banyak inspirasi tentang kebebasan pers, bagaimana rasanya?

Terimakasih. Kita semua bisa menjadi inspirasi siapa saja. Terimakasih

= = = = =


Dr Htut Aung, telah meperjuangan kebebasan pers di Myanmar sejak mendirikan grup medianya 13 tahun lalu. Karena terlalu dianggap radikal, Htut Aung dan kawan-kawannya, sering mendapatkan perlakuan tidak adil. Bahkan paspor Aung dicabut ketika hendak melanjutkan sekolah ke Inggris pada tahun 1988.

Karena tekanan pada media yang begitu besar, Aung sempat balik fokus ke bisnis. Namun idealisme jurnalistiknya kembali ketika melihat masih banyaknya kemiskinan dan ketidakadilan yang dirasakan rakyat Myanmar. Ia akhirnya menyewa lisensi penerbitan dengan produk utama jurnal olahraga.

Surat kabar itu dimulai dengan staf hanya tiga orang saja dan oplah awal 5.000 eksemplar. Aung dan rekan-rekannya begitu cerdik, ketika ingin menulis tentang memanasnya situasi politik Myanmar, mereka tidak vulgar menulisnya melainkan dengan memasukkan kata-kata pesan dalam berita olahraga.

Perlahan, pembaca muda dan tua semakin menyukai media binaan Aung. Dampaknya membuat pemerintah junta terusik. Kantor Eleven Media pun akhirnya digerebek junta militer setelah media Aung memberitakan perihal pembantaian warga sipil yang masuk dalam berita olahraga. Aung sendiri pernah merasakan dingginya lantai penjara.

Setelah pemilu tahun 2010 di bawah Presiden Jenderal Thein Sein, Htut Aung mengambil peran dalam rangka meyakinkan pemerintah untuk melakukan dialog dengan tokoh oposisi, termasuk Aung San Suu Kyi. Tujuannya, agar pemerintah Myanmar semakin terbuka untuk masyarakat internasional.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... UN Tak Cocok untuk Pendidikan Kita

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler