jpnn.com, JAKARTA - DPP Perkumpulan Ahli Hukum Kontrak Pengadaan Indonesia (PERKAHPI) menggelar Konferensi Nasional Ahli Hukum Kontrak Indonesia 2021 di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
PERKAHPI berharap konferensi ini dapat memberikan kontribusi bagi pembenahan sistem hukum kontrak Indonesia dan berupaya mewujudkan kodifikasi hukum kontrak nasional Indonesia.
BACA JUGA: Lelang Aset Kapal Asabri Dinilai Ilegal, Kuasa Hukum PT Jelajah Bahari Utama Ingatkan Hal ini
Konferensi bertema “Mewujudkan Kontrak Yang Adil dan Berkelanjutan di Indonesia (Realizing a Just & Sustainable Contracting in Indonesia) ini diikuti oleh sekitar 100 peserta.
Mereka terdiri dari Ahli Hukum Kontrak/Ahli Hukum Kontrak Pengadaan dan praktisi Kontrak baik Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen yang berasal dari Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Organisasi Swasta lainnya.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Sebut Pemegang Saham di PT TIM Bukan Bambang Trihatmodjo, Tetapiâ¦
Hadir sebagai narasumber perwakilan dari Kemenkumham, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), Polri, dan DPP PERKAHPI.
PERKAHPI melihat permasalahan hukum kontrak makin kompeks, baik yang bersifat umum maupun spesialis di Indonesia dan di level internasional.
Kegiatan ini bertujuan untuk berdiskusi dan memberikan solusi kepada Pengambil Kebijakan (decision makers) terkait dengan permasalahan hukum Kontrak Umum (commercial contract) dan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Government Procurement Contract) di Indonesia.
"Para Ahli Hukum Kontrak Indonesia masih sangat prihatin atas kondisi Hukum Kontrak Nasional Indonesia yang sampai saat ini belum memiliki Undang-Undang tersendiri/khusus tentang Kontrak Umum dan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kondisi tersebut menimbulkan berbagai permasalahan hukum di lapangan mulai dari ketidakpastian pelaksanaan Kontrak itu sendiri sampai dengan mekanisme penyelesaian sengketa kontraknya,” Ketua Umum PERKAHPI Sabela Gayo dalam keterangan pers pada Minggu (4/7).
Menurut Sabela, khusus Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sering dijumpai permasalahan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi objek perkara Tindak Pidana Korupsi.
Padahal, setelah para pihak (Pejabat Pembuat Komitmen dan Penyedia Barang/Jasa) melakukan tanda tangan kontrak, maka yang berlaku adalah aturan hukum kontrak bagi para pihak tersebut.
“Apabila di kemudian hari muncul berbagai permasalahan hukum diakibatkan oleh kontrak tersebut, maka seharusnya dicari terlebih dahulu mekanisme dan prosedur penyelesaian permasalahan hukum kontrak tersebut di dalam klausul-klausul kontrak yang sudah disepakati dan ditandatangani oleh para pihak," kata Sabela Gayo.
Menurut dia, apabila mekanisme penyelesaian permasalahan tersebut sudah diatur dengan tegas dan jelas di dalam dokumen kontrak tersebut maka wajib didahulukan/diprioritaskan terlebih dahulu mekanisme penyelesaian yang ada di dalam dokumen Kontrak.
"Oleh karena itu, tidak serta merta ketika muncul laporan/pengaduan dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan maka para pihak langsung memproses tanda dilihat terlebih dahulu mekanisme penyelesaian Kontrak yang sudah diatur, disepakati dan ditandatangani oleh para pihak berdasarkan asas iktikad baik," kata Wakil Ketua Umum PERKAHPI Didi Apriadi.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich