Perketat Rekrut Hakim Ad Hoc

Bercermin pada Penangkapan Dua Hakim Suap di Semarang

Selasa, 21 Agustus 2012 – 08:19 WIB
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) bakal memperketat rekrutmen hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Penangkapan Kartini Juliana Mandalena Marpaung dan Heru Kusbandono, dua hakim ad hoc Tipikor yang terpergok menerima suap, akan menjadi momentum untuk membenahi Pengadilan Tipikor, terutama di daerah.
     
Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko mengatakan, seleksi calon hakim ad hoc bakal difokuskan ke penggalian aspek psikologis dengan titik berat pada integritas calon. "Kami akan mengutamakan pada bobot integritas. Porsinya lebih besar daripada aspek lain," kata Djoko kepada Jawa Pos kemarin (20/8).
     
Saat ini MA tengah menggelar seleksi calon hakim ad hoc angkatan keempat. Seleksi profile assessment dan wawancara bakal dilakukan pada 4-7 September mendatang di Pengadilan Tinggi Jakarta dan Surabaya. Ada 39 calon untuk tingkat banding dan 50 calon di tingkat pertama yang akan mengikuti seleksi. Djoko adalah ketua panitia seleksi tersebut.
     
Proses seleksi hakim ad hoc Tipikor menjadi sorotan setelah tertangkapnya Kartini dan Heru. Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah menyebutkan, sebelum menjadi hakim ad hoc, Heru pernah beberapa kali menjadi pengacara terdakwa korupsi.
     
Heru pernah membela perkara dugaan korupsi proyek pengadaan mesin tahun 2006 dengan dua terdakwa, yakni Dosen Politeknik Negeri Semarang (Polines) Joko Triwardoyo dan alumnus Polines Deny Kriswanto di Pengadilan Negeri Semarang pada 2009. Ia juga membela kasus dugaan korupsi pengadaan KTP dan KK di Grobogan tahun anggaran 2004 di
Pengadilan Negeri Purwodadi. Ia membela terdakwa, yakni tiga pejabat di lingkungan Pemkab Grobogan, yakni, Soedjono, Syahiro, dan Wisnu.  Heru juga menjadi pengacara dalam perkara dugaan korupsi dana kemahasiswaan IKIP Veteran sebesar dengan terdakwa mantan rektor JFM Suwandi dan pembantu rektor II Etty Hermiwati di Pengadilan Negeri  Semarang.
     
MA tidak bisa melarang pengacara yang pernah membela kasus korupsi untuk mendaftar menjadi calon hakim ad hoc. "Saya kira tidak semua pengacara integritasnya buruk. Pasti ada yang baik," kata hakim agung tersebut.
     
Djoko menambahkan, upaya penjagaan integritas hakim juga terus dilakukan. Namun ia menyesalkan masih ada hakim yang mau menerima uang haram. "Pada akhir 2011 sudah ada 186 orang, ditatar kembali selama sepuluh hari. Saya tekankan jangan, melakukan perbuatan tercela," ujar hakim karir kelahiran Boyolali, 21 Desember 1942 tersebut.
     
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kartini dan Heru menjadi tersangka kasus dugaan suap. Mereka berdua tertangkap basah saat penyerahan uang suap senilai Rp 150 juta di pelataran parkir Pengadilan Negeri Semarang,
Jumat (17/8) pagi. Heru, hakim"ad hoc"Pengadilan Tipikor Pontianak yang merangkap menjadi makelar kasus, sebelumnya menjemput uang dari Sri Dartutik di depan kantor BCA Semarang. Sri Dartutik juga disergap KPK dan ditetapkan menjadi tersangka. Sri Dartutik adalah adik dari Ketua DPRD Grobogan nonaktif M. Yaeni, terdakwa kasus dugaan"korupsi perawatan mobil dinas DPRD Grobogan. Sebelum ditangkap, Kartini masih menangani perkara yang menjerat Yaeni. Kartini dan Heru kini mendekam di sel tahanan KPK. Sedangkan Sri Dartutik ditahan di Rutan Pondok Bambu.
     
Mantan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Mas Achmad Santosa mengatakan, rekrutmen hakim ad hoc belum mampu melahirkan pengadil yang diharapkan. Sebelum proliferasi atau pemekaran pengadilan Tipikor, hakim-hakim ad hoc menjadi andalan masyarakat karena integritasnya. "Itu bisa terjadi karena pada saat itu proses rekrutmennya yang ketat dan  jumlahnya yang sedikit. Sehingga memudahkan pengawasan," ujar pria yang biasa dipanggil Ota tersebut.
     
Saat ini telah ada 33 Pengadilan Tipikor tingkat pertama di lingkungan Pengadilan Negeri, serta 33 Pengadilan Tipikor tingkat banding di Pengadilan Tinggi. Sebelum adanya kebijakan proliferasi, Pengadilan Tipikor hanya ada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan wilayah hukum seluruh tanah air.
      
"Kebijakan proliferasi perlu dikaji ulang. Sebelum kita siap dengan pengawasan dan sistem integritas yang prima, sangat berisiko memperkenalkan kebijakan pemekaran Pengadilan Tipikor," kata Ota.
     
Sebelumnya, saat menghadiri pesta Lebaran di Istana Kepresidenan (19/8) Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman mengatakan, lembaga yang dipipinnya bersama  Mahkamah Agung (MA) sepakat untuk memecat Kartini dan Heru. "Keduanya sudah jadi bandit. Saya sepakat dengan Mahkamah Agung untuk memecat mereka. Sebab, mereka sudah nyata tertangkap KPK. Mau dibuktikan dengan apa lagi?" katanya.
 
Dua hakim tersebut juga menjadi incaran Badan Pengawas MA. "Jadi, sudahlah, dipecat saja. Mereka tidak beres dan bisa menularkan virus-virus ketidakberesan di berbagai pengadilan," kata Eman. (sof/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Ketua MPR-DPR Wafat

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler