Perkuat Pertahanan Diri, Kunci Memutus Mata Rantai Hoax

Jumat, 20 Januari 2017 – 18:43 WIB
Ilustrasi. Foto: JPNN

jpnn.com - jpnn.com - Berita hoax dan radikalisme yang tersebar melalui media yang tidak bertanggung jawab dan sosial media (sosmed) tidak hanya bisa meracuni, tapi juga bisa mengontaminasi jiwa seseorang.

Untuk menangkalnya, seseorang harus bisa memperkuat pertahanan diri serta melakukan cek dan ricek sebelum mencerna atau bahkan menyebarkan berita itu melalui berbagai jaringan medsos.

BACA JUGA: Tindak Tegas Penyebar Berita Bohong

"Kita harus mulai dari diri sendiri karena kadang-kadang diri kita sendiri bisa menjadi sumber yang mengaplikasi berita hoax tersebut bisa tersebar ke mana-mana. Kalau ada berita yang misalnya tidak kita yakini, maka setop di kita saja. Itu merupakan salah satu kontribusi yang amat sangat penting untuk memutus mata rantai hoax dan berita radikalisme,"  kata Arief Suditomo, anggota DPR RI dari Fraksi Hanura di Jakarta, Jumat (20/1).

Selain itu, lanjut Arief, masyarakat wajib cek dan ricek terlebih dahulu untuk mencari kebenaran berita sekaligus narasumbernya.

BACA JUGA: Netizen Diminta Tak Sungkan Laporkan Akun Fitnah

"Kenapa? Karena sekarang di UU ITE yang baru ada hal yang terkait dengan penyebaran berita hoax atau hate speech (ujaran kebencian). Jadi penyebaran kebencian itu merupakan salah satu delik atau tindak pidana yang ganjaran hukumannya cukup besar," ungkap mantan presenter ini.

Karena itu, masyarakat harus terus dicerahkan untuk meningkatkan kesadaran bagaimana mencerna informasi yang didapat dari berbagai macam medsos.

BACA JUGA: Jangan Buru-Buru Sebarkan Berita Tak Jelas

Menurutnya, pemerintah sudah bertindak cepat memberikan semacam kampanye baik melalui medsos atau media lain untuk mengimbau masyarakat untuk lebih selektif dan cek ricek untuk membendung hoax.

Masyarakat juga harus cerdas terutama saat melakukan aktivitas di dunia maya. Dia mengajak masyarakat melaporkan situs-situs penyebar hoax dan radikalisme ke pemerintah melalui nomor telepon atau email ke aduan konten.

Baik melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan lembaga-lembaga lainnya.

Selain itu, peran-peran media yang klasik dan mainstream yaitu koran atau televisi, radio juga tidak boleh dilupakan.

Menurutnya, media-media mainstream dan klasik itu, konten beritanya dipastikan kebenaran beritanya lebih bisa dijamin.

Arief menegaskan bahwa eksistensi Pancasila dan NKRI tidak boleh dijadikan bahan negosiasi.

Dia juga mengkritisi pihak-pihak yang menjadikan fenomena pemilihan kepala daerah (Pilkada), khususnya Pilkada Gubernur DKI Jakarta, sebagai ajang memecah belah bangsa dengan menggunakan isu agama.

Bahkan itu dilakukan tidak hanya melalui medsos, tapi juga pamflet-pamflet yang disebarkan ke masyarakat.

"Saya cuma bilang rugi sekali bangsa ini. Saat kita nanti mendapatkan putra-putra terbaik yang pintar, yang punya akhlak justru terjebak dengan isu sempat yang sengaja digaungkan sekelompok orang. Kalau berbicara akhlak kan tidak harus orang Islam, yang punya niat sangat suci untuk membangun,” ujarnya.

“Apakah kita tahu di balik pamflet itu adalah aksi politik? Apakah pamflet itu ada kalau tidak ada Pilkada DKI? Apakah pamflet itu ada kalau tidak ada segelintir kekuasaan yang ingin dipertahankan oleh politisi-politisi yang tidak peduli setelah pilkada, ada masyarakat yang terkontaminasi alam dan pikirannya dengan konsep-konsep berbahaya yang pada dasarnya bisa menghancurkan Pancasila?" papar Arief.

Arief setuju pihak-pihak yang melakukan upaya perpecahan ini ditindak tegas. Karena mereka melakukan aksinya dengan melukai prinsip kebangsaan dan kebinekaan dengan membuat kerusuhan, kekerasan, dan pelanggaran Kamtibmas.

Menanggapi ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia, Arief menilai upaya-upaya pencegahan dan penguatan sinergi antarlembaga harus ditingkatkan dalam menangani masalah ini.

Dia menilai, BNPT tidak mungkin berjalan sendiri untuk mengatasi ini, tapi harus melibatkan kepolisian, TNI, intelijen, dan kementrian serta lembaga terkait.

"Kita harus mengombinasikan upaya soft power (pencegahan) dan hard power (penindakan). Tapi satu hal, upaya-upaya itu jangan hanya hangat-hangat tai ayam karena ini merupakan tantangan terhadap eksistensi Pancasila," tegas Arief. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditulis Markas Tentara Tiongkok, Ternyata...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler