Perkuat Toleransi di Indonesia, SETARA Institute Luncurkan Rencana Aksi Daerah

Selasa, 10 Desember 2024 – 11:36 WIB
Perwakilan dari majelis keagamaan, organisasi kepercayaan, dan organisasi masyarakat sipil dari seluruh Indonesia dalam Diseminasi Dokumen Rencana Aksi Membangun Ekosistem Toleransi, pada Senin (9/12) 2024. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA -  

SETARA Institute meluncurkan Rencana Aksi Daerah (RAD) Pembangunan Ekosistem Toleransi untuk memperkuat toleransi di tingkat daerah pada Senin (9/12) 2024.

BACA JUGA: Luncurkan Program Ini, GP Ansor Ingin Ciptakan Toleransi Ekonomi

Sejumlah perwakilan dari majelis keagamaan, organisasi kepercayaan, dan organisasi masyarakat sipil dari seluruh Indonesia turut hadir dalam peluncuran tersebut.

Dokumen ini diselaraskan dan diharapkan menjadi pedoman strategis bagi pemerintah daerah dalam mewujudkan kerukunan dan harmoni sosial,

BACA JUGA: Kumpul Bareng Komunitas Tionghoa di PIK, Ridwan Kamil Gaungkan Toleransi

Agar sejalan dengan visi besar Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 serta Cita ke-8 dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, meningkatkan toleransi dan keharmonisan sosial.

"Pembangunan ekosistem harus dilakukan dengan perencanaan matang, kolaborasi dari seluruh pihak, serta mampu menjawab pelbagai permasalahan strategis, mulai dari pemerintah daerah hingga masyarakat sipil," ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan.

BACA JUGA: Kapolri & Menteri ATR Sepakat Kerja Sama Berantas Mafia Tanah Tanpa Toleransi

Dalam dokumen RAD Pembangunan Ekosistem Toleransi, SETARA Institute mengidentifikasi empat isu strategis yang menjadi penghambat pembangunan toleransi di Indonesia.

Pertama, terdapat stagnansi dalam perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) dari tahun ke tahun.

"SETARA Institute mencatat angka pelanggaran KBB masih tergolong cukup tinggi, yaitu 217 peristiwa dengan 329 tindakan pada 2023," ujar Halili.

Kedua, kontribusi aktor negara terhadap pelanggaran KBB juga cukup besar. Hal ini ditandai dengan adanya 40 tindakan pelanggaran KBB sepanjang 2023 yang dilakukan oleh aktor Pemerintah Daerah (Pemda).

"Salah satu contohnya adalah adanya penolakan pembangunan rumah ibadah oleh pemerintah daerah," kata Halili Hasan.

Ketiga, masih adanya 71 regulasi daerah yang intoleran terhadap kelompok agama/kepercayaan tertentu. Hal ini ditengarai minimnya pemahaman toleransi dan inklusi, serta perencanaan pembangunan yang belum memprioritaskan pembangunan toleransi.

Keempat, tiga unsur kepemimpinan pembangunan ekosistem toleransi, yakni kepemimpinan politik, kepemimpinan birokratik, dan kepemimpinan sosial, belum sepenuhnya kuat berkomitmen dalam perwujudan kerukunan.

"Hal ini ditandai dengan adanya favoritisme kebijakan, pembiaran atas diskriminasi, dan tindakan intoleran seperti menolak kegiatan ibadah," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Halili, rancangan aksi yang disusun SETARA Institute berfungsi sebagai dokumen pendukung (booster) dalam membantu perencanaan pembangunan di tingkat daerah, terutama dalam pembangunan ekosistem toleransi, untuk jangka menengah.

Peneliti SETARA Institute Azeem Marhendra Amedi menambahkan bahwa dokumen ini diselaraskan dengan salah satu arah pembangunan dalam RPJPN serta Cita ke-8 dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

"Tujuannya untuk peningkatan toleransi, yang dapat mendukung harmonisasi pembangunan daerah untuk pencapaian tujuan pembangunan nasional tersebut," katanya.

Dia mengatakan dokumen rancangan aksi ini mencakup 8 strategi dan 25 aksi guna menjawab 4 isu strategis dalam pembangunan ekosistem toleransi umat beragama/berkeyakinan.

"Dokumen ini juga merupakan living document, yang strategi dan aksinya dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan dan konteks sosial pada masyarakat di daerah masing-masing," pungkasnya.(ray/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler