Perkumpulan Penulis Indonesia Mengumpulkan 100 Buku dari Zaman Kolonial

Sabtu, 18 Desember 2021 – 21:24 WIB
Para penulis mengumpulkan 100 buku kolonial. Foto: dok Satupena

jpnn.com, JAKARTA - Perkumpulan Penulis Indonesia, Satupena, mengumpulkan 100 buku pilihan sejak zaman kolonial.

Pengumpulan buku ini terinspirasi dari kerja Library of Congres di Amerika Serikat yang menerbitkan kembali 88 buku yang membentuk Amerika Serikat.

BACA JUGA: Raffi Ahmad Komentari Buku Budi Gunawan, Begini Katanya

Ada enam buku dari serial 100 buku pilihan yang diluncurkan di Jakarta, Kamis (16/12) lalu. Di antaranya Habis Gelap Terbitlah Terang karya RA Kartini, Salah Asuhan (Abdul Muis), Layar Terkembang (Sutan Takdir Alisjahbana), Siti Nurbaya (Marah Rusli), Azab dan Sengsara (Merari Siregar) dan Atheis (Achdiyat K Mihardja).

Ketua Umum Satupena Denny JA mengatakan pengumpulan buku ini untuk memperingati Sumpah Pemuda 28 Oktober lalu.

BACA JUGA: Denny JA Terpilih Secara Aklamasi Memimpin Dua Organisasi Penulis

Selain itu juga terinspirasi oleh daftar 100 Western Canon Books yakni daftar 100 buku yang mewarnai sejarah dunia Barat.

”Makanya kami merasa Indonesia perlu memiliki versinya sendiri atas buku yang mewarnai sejak era kolonial,” katanya.

BACA JUGA: Sah, Ketum Satupena Resmi Berganti, dari Nasir Tamara ke Denny JA

Denny mengatakan peluncuran enam serial buku ini sebagai bentuk keprihatinan karena saat ini minat baca di Indonesia sangat menurun.

”Umberto Eco, seorang penulis buku dari Italia dengan novelnya yang terkemuka, In The Name of The Rose, mengatakan buku yang bagus adalah buku yang dibaca. Sebagus apapun sebuah buku jika tidak dibaca, bagusnya tidak diketahui,” katanya.

Oleh karena itu, Satupena memilih 100 buku terbaik yang menjadi pilihan. Buku paling tua yang diterbitkan kembali adalah terbitan tahun 1920 atau sekitar 100 tahun yang lalu. (flo/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler