Perlu Kiai Ketahui...Saya Orang Pertama Melontarkan Sistem AHWA

Senin, 03 Agustus 2015 – 05:00 WIB

jpnn.com - JOMBANG - Polemik sistem Ahlul Halli Wal 'Aqdi (AHWA) untuk memilih Rais 'Aam atau pucuk pimpinan tertinggi di organisasi Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU), berujung prahara. 

Sidang pleno tata tertib Muktamar NU ke-33 di Alun-Alun Jombang diwarnai pemukulan dan dugaan penghinaan terhadap ulama oleh oknum muktamirin asal Kepulauan Riau.

BACA JUGA: Pak Kiai Malu karena Muktamar NU Ribut Interupsi

Sebelum itu terjadi, Khatib 'Aam PBNU KH Abdul Malik Madani yang duduk bersama pimpinan sidang KH. Slamet Effendi Yusuf di depan ribuan peserta muktamar, Minggu (2/8) tengah malam, mengaku dia lah orang yang pertama kali melontarkan ide menerapan sistem AHWA untuk Muktamar ke-33 NU Jombang.

"Saya tidak punya pretensi apa-apa kecuali demi kebesaran Nadlatul Ulama. Mari jaga marwah Nahdlatul Ulama. Mari duduk bersama membicarakan organisasi ini ke depan. Perlu kiai-kiai ketahui, saya lah Abdul Malik Madani, orang pertama yang melontarkan AHWA," katanya di depan forum Muktamar.

BACA JUGA: Kalau Sudah Kiai Sepuh yang Turun....

Dia pun membeberkan alasan melontarkan gagasan AHWA, karena pengalamannya setelah menjadi Khatib 'Aam PBNU. Dimana, setiap akan menandatangani Surat Keputusan (SK) Pengurus Cabang NU (PCNU), dia selalu mendapati munculnya surat-surat gugatan dari pihak-pihak yang kalah dalam konferensi cabang yang dilakukan melalui sistem pemilihan langsung.

"Alasannya ada money politik, ada pelanggaran AD/ART, ada intervensi partai politik. Maka saya berfikir dengan para sahabat, ini tidak bisa dibiarkan. NU bukan partai politik tapi Dinniyah Ijtima, sistem rekrutmen kepemimpinan di NU wajib berpegang pada prinsip kepemimpinan seperti di PKB, PPP. Maka dibentuklah kiai-kiai oleh suriyyah, untuk menyusun konsep AHWA," jelasnya.

BACA JUGA: Rupanya, Mantan Wako Medan Abdillah Belum Tersangka

Hasilnya, konsep yang dipersiapkan sejak beberapa tahun ini ternyata tidak memuaskan. Padahal perspektif fikih dari konsep AHWA sudah selesai dikupas dalam kitab-kitab fikih. Tapi sayangnya, menurut Kiai Malik, konsep AHWA belum dipersiapkan dengan sempurna.

"Tapi persiapan belum sempurna, maka saya berpendapat konsep AHWA tetap harus jadi sistem pemilihan di NU, tapi harus disiapkan melalui proses amandemen terhadap D/ART (Muktamar)," jelasnya.

Karena itu dia mengusulkan kalau ingin mukatamar tidak molor, maka usulan Pengurus Wilayah NU (PWNU) dalam forum itu patut diterima, yakni menyerahkan pembahasan sistem AHWA untuk dibahas kembali di komisi organisasi yang akan membahas tentang AD/ART. Di sisi lain, agenda muktamar bisa tetap jalan.

"Saya pikir, terima usulan dari Sumut, untuk membahas ini di komisi organisasi. Di situlah amandemen AD/ART. Toh nanti akan hasilnya akan dibawa juga ke sidang pleno. Mudah-mudahan ini bisa jadi jalan keluar supaya tidak bertele," ujarnya.

Namun memang sayang, sebelum usulan itu mengerucut dan disetujui peserta muktamar, kericuhan terjadi saat PWNU dan PCNU yang antre memberikan pandangannya. Setidaknya terjadi dua kali aksi keributan dan pemukulan pada muktamirin asal Riau dan Kepulaian Riau, yang menolak sistem AHWA. Bahkan sidang terpaksa diskors akibat insiden itu. (fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Dugaan Suap Bupati Morotai, KPK Diminta Klarifikasi BW


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler