Perlu Paradigma Reinventing Government Hadapi Tantangan GRC di Sektor Publik

Jumat, 18 Februari 2022 – 09:58 WIB
Sekretaris Eksekutif Indonesian Governance Risk Compliance Edi Timbul Hardiyanto. Foto: IGRC

jpnn.com, JAKARTA - IGRC (Indonesian Governance Risk Compliance), yakni wadah perkumpulan para praktisi/profesional, pemerhati, akademisi, dan konsultan yang memiliki kepedulian dan atau terjun langsung dalam memajukan kualitas penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan serta penerapan sinergi/integrasi tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan; baik pada organisasi bisnis maupun non bisnis yang genap berusia tiga tahun terhitung sejak didirikan (dideklarasikan) di Jakarta pada tanggal 16 November 2018 lalu.

Sekretaris Eksekutif Indonesian Governance Risk Compliance Edi Timbul Hardiyanto melalui siaran persnya pada Kamis (17/2/2022) mengatakan pada momen peringatan tiga tahun perjalanan ini digelar National Conference IGRC 2022.

BACA JUGA: Tata Kelola Organisasi Wushu Indonesia Sudah Bagus, Ini Harapan Menpora Amali

Perhelatan ini mulai hari ini, 17 Februari 2022 hingga akhir Maret 2022 yang dibagi menjadi 4 putaran (seri). Setiap putaran akan membahas tema yang berbeda, aktual, kontekstual dan konseptual,” ujar Edi Timbul Hardiyanto.

Menurut Edi, seri pertama akan membahas tema utama National Conference IGRC 2022, yakni Prospek dan Tantangan Sinergi Penerapan Tata Kelola (Governance), risiko (risk), dan kepatuhan (compliance) pada organisasi bisnis, non bisnis, dan publik.

BACA JUGA: Cara LPEI Mendukung Penegakan Hukum & Menerapkan Tata Kelola Perusahaan yang Baik

Sedangkan Seri kedua akan membahas sub tema “Prospek dan Tantangan Sinergi Penerapan Tata Kelola (governance), risiko (risk), dan kepatuhan (compliance) pada organisasi pemerintahan dan Lembaga publik.

Adapun Seri ketiga membahas sub tema Prospek dan tantangan sinergi tata kelola (governance), risiko (risk), dan kepatuhan (compliance) pada organisasi jasa keuangan. Seri keempat membahas sub tema Prospek dan tantangan sinergi penerapan tata kelola (Governance), risiko (risk), dan kepatuhan (compliance) pada organisasi jasa non keuangan.

BACA JUGA: MPR: Reformasi Pelayanan Publik di Semua Sektor

Kegiatan ini di samping melibatkan seluruh pemangku kepentingan sebagai narasumber maupun, juga melibatkan partner penyelenggaraan di setiap seri.

Selain itu juga dilaksanakan di kota berbeda, Seri 1 (Kamis, 17 Februari 2022) diselenggarakan di kota pahlawan Surabaya bekerja sama dengan institusi perguruan tinggi (LPEP FEB Universitas Airlangga).

Sedangkan Seri II dilaksanakan di kota budaya Surakarta/Solo bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surakarta (Senin, 21 Februari 2022).

Adapun Seri III dan Seri IV akan diselenggarakan di bulan Maret 2022 di Ibu kota Jakarta dan kota hujan Bogor. Dengan waktu yang sifatnya tentatif melihat situasi dan kondisi perkembangan terkini pemberlakukan PPKM yang ditetapkan oleh dua kota tersebut.

Kegiatan National Conference IGRC 2022 seri I yang dilaksanakan secara during atau online, tampaknya masyarakat sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Tercatat dalam absensi yang disediakan panitia pada aplikasi zoom-meeting, sebanyak 800 orang dari berbagai kalangan maupun dari berbagai daerah di luar Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Tampak juga hadir Dr. Ali Masykur Musa, M.Si., M.Hum (Board of Governors Indonesian, Governance, Risk, and Compliance / BoG-IGRC), Ketua BPK DR Agung Firman Sampurna, pejabat di lingkungan BPK perwakilan di daerah, Inspektorat pemerintah, akademisi serta narasumber acara ini yakni Tigor M Siahaan (Kepala Badan Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan KADIN RI), Prof. Dr. Mardiasmo (Ketua Komite Nasional Kebijakan Governansi (KNKG) dan Kasminto, Ak., MBA (Ketua Komite Sertifikasi LSP-GRC.) dan juga (Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri RI) yang diwakili oleh Seketaris Bina Keuangan Daerah.

Sementara itu, Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam penyampaian materi sebagai Pembicara kunci mengatakan mengenai pembelajaran berharga bagi bangsa Indonesia saat terjadinya krisis keuangan yang berubah menjadi krisis multidimensional di tahun 1998 adalah tidak diindahkannya tata kelola dalam kehidupan bisnis maupun pemerintahan.

Kesadaran pentingnya penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada sektor bisnis dan Good Government Governance (GG) untuk sektor pemerintahan dan Lembaga publik menjadi tuntutan baru yang disuarakan oleh para pemangku kepentingan. Kesadaran tersebut mendorong lahirnya tiga paket Undang-Undang, yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

“Ketiga paket Undang-Undang tersebut, tentunya tidak dapat diterapkan apabila tidak adanya reformasi birokrasi, yang merupakan langkah strategis perubahan untuk mewujudkan Good Corporate Governance,” kata Agung Firman.

Menurut Agung, penerapan Governance - penegelolaan risiko/Risk management–kepatuhan/Compliance atau dikenal dengan istilah akronim GRC) di Indonesia, tampaknya menghadapi berbagai tantangan, di antaranya adalah meningkatkannya jumlah, dinamika dan kompleksitas regulasi yang harus dipatuhi organisasi, tata kelola organisasi yang masih silo, serta adanya tuntutan digitalisasi tata kelola dan manajemen resiko yang makin tinggi seiring dengan meningkatnya kompleksitas dan ketidakpastian bisnis serta transformasi digital di sector publik.

“Dari kondisi itulah maka Badan Pemeriksa Keuangan mengambil peran oversight yakni pemeriksaan, insight yakni dalam bentuk memberikan saran terhadap kebijakan, program maupun kegiatan pemerintah, nah kemudian peran yang tak kalah strategis adalah oversight, yakni menyampaikan tinjauan pandangan masa depan dengan mencermati implikasi jangka panjang dari keputusan atau kebijakan pemerintah saat ini,” ucap Dr Agung.

Lebih lanjut, Dr Agung Firman Sampurna mengatakan dalam hal organisasi, struktur pendukung dimana sesuatu dapat dibangun atau kerangka kerja manajemen risiko bisa diartikan sebagai seperangkat komponen yang menyediakan landasan atau pondasi pengaturan organisasi untuk mendesain, mengimplementasikan, mengevaluasi, dan melakukan perbaikan yang semuanya dilakukan secara terintegrasi dengan dasar kepemimpinan dan komitmen yang kuat.

Dengan kata lain, kerangka kerja adalah landasan pengaturan sistem manajemen risiko secara terstruktur dan sistematis di seluruh organisasi, untuk itulah diperlukan adanya Paradigma Reinventing dalam kerangka nasional management risiko sektor publi, antara lain adalah persoalan sejauhmana dapat membangun Budaya risiko (risk culture) dalam manajemen resiko, membangun basis kolaborasi dalam manajemen resiko, membangun tahapan dalam manajemen resiko yang berkelanjutan dan tentunya juga tak boleh dilupakan adalah membangun partisipasi dalam manajemen resiko.

“Dalam kesempatan ini, saya sangat mengapresiasi peran strategis IGRC yang tahun ini sudah memasuki tahun ke 3 dalam turut serta membudayakan penerapan GRC di Indonesia, dan diharapkan melalui IGRC National Conference ini dapat menghasilkan konsepsi yang konstruktif, komprehensif dan sekaligus adanya langkah konkret menghadapi tantangan GRC di masa kini dan di masa mendatang,” pungkas Agung Firman.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler