JAKARTA - Paranormal Permadi mengatakan, jika santet ingin diatur dalam undang-undang (UU) atau tidak itu terserah kepada pemerintah dan DPR. Namun demikian jika ingin diatur harus melibatkan ahlinya.
"Kalau mau diatur harus melibatkan orang yang mengerti. Sebab revisi UU ini disusun oleh orang-orang yang tidak mengerti santet dan bahkan tidak percaya kalau santet itu tidak ada," ujar Permadi dalam diskusi di DPR, Jakarta, Selasa (2/4).
Menurutnya jika tidak percaya kepada santet bagaimana bisa merumuskan hal tersebut dalam undang-undang. Dia pun mengkritisi pasal santet tersebut.
"Pasal itu menyatakan orang yang mengaku bisa santet dihukum 5 tahun. Padahal saya mengaku bisa santet tapi tidak pernah menyakiti mosok mau dihukum juga. Yang mengaku bisa santet tanpa pemeriksaan itu dihukum," terangnya.
Menurut Permadi, pelaku santet itu cuma pelaksana saja. Siapa yang menyuruh menyantet itu yang harus bertanggung jawab. "Tukang santet itu tidak ada kepentingan. Yang menyuruh inilah pelaku utama tapi kok bebas. Presiden, menteri, anggota DPR pasti pernah menyuruh santet. Jadi di mana letak keadilannya?" kata dia.
Permadi menerangkan pembuktian santet itu tidak sulit. "Buktinya paling gampang. Kalau ada orang kena santet, dibuktikan sama orang ahli santet," lanjutnya.
Komisi III DPR akan melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, terkait RUU KUHP dan KUHAP. Permadi menerangkan, kalau soal KUHP dan KUHAP tidak masalah akan tetapi kalau soal santetnya sebaiknya tidak perlu.
"Apakah orang Komisi III sudah tahu tentang santet yang ada di indonesia sehingga studi banding ke luar? Kalau belum tahu maka akan sia-sia studi bandingnya," tandas politikus partai Gerindra tersebut. (gil/jpnn)
"Kalau mau diatur harus melibatkan orang yang mengerti. Sebab revisi UU ini disusun oleh orang-orang yang tidak mengerti santet dan bahkan tidak percaya kalau santet itu tidak ada," ujar Permadi dalam diskusi di DPR, Jakarta, Selasa (2/4).
Menurutnya jika tidak percaya kepada santet bagaimana bisa merumuskan hal tersebut dalam undang-undang. Dia pun mengkritisi pasal santet tersebut.
"Pasal itu menyatakan orang yang mengaku bisa santet dihukum 5 tahun. Padahal saya mengaku bisa santet tapi tidak pernah menyakiti mosok mau dihukum juga. Yang mengaku bisa santet tanpa pemeriksaan itu dihukum," terangnya.
Menurut Permadi, pelaku santet itu cuma pelaksana saja. Siapa yang menyuruh menyantet itu yang harus bertanggung jawab. "Tukang santet itu tidak ada kepentingan. Yang menyuruh inilah pelaku utama tapi kok bebas. Presiden, menteri, anggota DPR pasti pernah menyuruh santet. Jadi di mana letak keadilannya?" kata dia.
Permadi menerangkan pembuktian santet itu tidak sulit. "Buktinya paling gampang. Kalau ada orang kena santet, dibuktikan sama orang ahli santet," lanjutnya.
Komisi III DPR akan melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, terkait RUU KUHP dan KUHAP. Permadi menerangkan, kalau soal KUHP dan KUHAP tidak masalah akan tetapi kalau soal santetnya sebaiknya tidak perlu.
"Apakah orang Komisi III sudah tahu tentang santet yang ada di indonesia sehingga studi banding ke luar? Kalau belum tahu maka akan sia-sia studi bandingnya," tandas politikus partai Gerindra tersebut. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Dijadwalkan Hadiri Perayaan Nyepi Nasional
Redaktur : Tim Redaksi