Permen ESDM Dianggap jadi Pemborosan APBN Gaya Baru

Jumat, 04 Mei 2012 – 15:43 WIB

JAKARTA - PDI Perjuangan menanggapi dingin lima keputusan pemerintah soal Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti yang diungkapkan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Jero Wacik. Anggota Komisi VII DPR Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Aryani, menilai bahwa kebijakan pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas pemerintah, baik plat merah maupun hitam serta kendaraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak jelas.
      
"Darimana pemerintah akan menutup anggaran biaya BBM non subsidi yang digunakan aparatur negara? Mulai dari para pejabat pusat, provinsi, kabupaten/kota, BUMN, lembaga, komite dan lain-lain?" kata Dewi, Jumat (4/5).
      
"Berapa puluh ribu kendaraan dinas yang ada dan berapa kebutuhan perbulan BBM mereka? Hitungannya pasti akan puluhan triliun. Ini modus pemborosan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) gaya baru," tambah Dewi.
      
Dewi sepakat kebijakan pemerintah soal kendaraan untuk kegiatan pertambangan dan perkebunan dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Namun kata dia, harus dikontrol benar distribusi dan pengawasannya supaya lebih efektif.
     
"Perusahaan pertambangan besar termasuk BUMN juga diberikan equal treatment. Jadi, semua peraturan berlaku sama, dengan punishment yang proporsional dan sama," jelasnya.
      
Dia juga menilai, keputusan melanjutkan konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG) di Jawa, hanya wacana yang sudah dihembuskan bertahun-tahun. Tapi, infrastruktur sampai sekarang belum berjalan sebagai mestinya sesuai dengan rencana yang digaungkan. "Bagaimana bisa ada istilah 'dilanjutka'?, dimulai saja belum?" heran dia.
      
Belum lagi, kata Dewi soal sumber gasnya darimana. Karenanya, dia berharap pemerintah harus segera membuat rancangan kerja konkrit dari hulu ke hilirnya. "Blok gas mana yang akan diproduksi segera, pricing policynya bagaimana, DMO untuk PLN, rumah tangga, industri, transportasi,  dan lain-lain bagaimana? Semua masih jauh panggang dari api," kritik dia.
      
Dewi juga memertanyakan kebijakan pemerintah soal larangan PT PLN membangun dan mengoperasikan pembangkit berbasis BBM. "Pelarangan ini apa dasarnya," tegas dia. Justru, lanjut Dewi, kalau hanya membangun pembangkit berbasis BBM maka pemborosan sumber energi hanya jadi lingkatan setan saja. Tidak ada ujung solusinya. "PLN justru harus mereview pembangkit-pembangkitnya," ujarnya.
      
Menurut dia, ke depan tidak tren lagi berbasis BBM tapi harus mulai beralih berbasis batubara cair, padat (dari low cal) dan berbasis gas dan renewable energi. "Karenanya pembangunan di pusat-pusat sumber energi amat penting," tegasnya.
     
Di sisi lain soal kebijakan penghematan pada gedung-gedung pemerintahan, Dewi juga sepakat, tapi harus diberlakukan dengan prepaid payment system, pembayaran listrik dengan pra bayar. "Ini sudah saya usulkan dua bulan lalu kepada pemerintah pada saat RDP dengan Komisi VII DPR," tuntasnya.
      
Seperti diberitakan, pemerintah memutuskan untuk menerapkan lima langkah terkait penghematan BBM bersubsidi. Pertama, kendaraan dinas pemerintah, melalui Peraturan Menteri ESDM melarang kendaraan dinas menggunakan premium bersubsidi, secara bertahap, Jabodetabek, dan kemudian Jawa Bali. Aturan itu termasuk bagi kendaraan BUMN, dan BUMD.
      
Kedua, kendaraan di pertambangan dan perkebunan, melalui peraturan menteri, tidak boleh menggunakan solar bersubsidi karena sudah disediakan pertamina khusus pertambangan dan perkebunan, pemda diminta untuk membantu mengawasi. Yang ketiga, konversi diversivikasi BBM ke BBG jalan. Pemerintah akan tambah SPBBG, tambah gasnya, konverter kit disiapkan.
     
Keempat, PLN dilarang membangun pembangkit baru berbasis BBM, pindah ke batu bara, gas, geothermal, energi matahari, sehingga bisa hemat menghemat BBM. Kelima, penghematan listrik di gedung-gedung pemerintah, penggunaan listrik dan air. Kalau malam ada kantor yang masih nyala, akan cek siapa yang bekerja, apakah ada yang lembur.  (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... HNW Siapkan Pengembangan Muara Angke


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler