jpnn.com - SURABAYA - Kenaikan harga akibat tarif cukai rokok sigaret keretek tangan tidak sebesar sigaret keretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM). Itu menyebabkan permintaan SKT naik lima persen pada triwulan pertama 2016.
Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI) Djoko Wahyudi mengakui, dampak kenaikan pita cukai bagi industri sigaret keretek tangan tidak sebesar imbas kenaikan upah minimum regional (UMR).
BACA JUGA: 2 Perusahaan Misterius Akan Segera IPO
’’Karena SKT itu industri padat karya,’’ kata Djoko pada Jawa Pos (induk JPNN), Rabu (4/5) kemarin.
Djoko berharap, pemerintah memberikan perhatian lebih pada industri SKT karena membutuhkan penyerapan lapangan kerja. Selain itu, SKT menggunakan tembakau lokal sehingga bisa memberikan dampak positif terhadap petani tembakau. ’’Penggunaan tembakau lokal untuk SKT lebih besar kalau dibandingkan dengan SKM maupun SPM,’’ terang Djoko.
BACA JUGA: Jumat, 148 Kancab Bank Mandiri Tetap Buka
Paguyuban MPSI menaungi 38 pabrikan rokok di Pulau Jawa. Total serapan tenaga kerja mencapai 60 ribu. Jawa Timur berkontribusi terbesar dengan 20 pabrik dan 30 ribu pekerja.
’’Pekerja menerima upah layak sesuai dengan UMR, asuransi kematian, hari tua, tunjangan kesehatan yang menanggung lima anggota keluarga, serta iuran pensiun,’’ jelas Djoko.
BACA JUGA: Libur Panjang, ATM BRI Dipasok Triliunan
Sebelumnya, PT HM Sampoerna Tbk memperkirakan pangsa pasar rokok tahun ini menurun 1–2 persen. Penurunan itu disebabkan adanya beberapa aturan yang menekan industri rokok seperti kenaikan cukai rokok 15 persen berdasar perhitungan rata-rata tertimbang. (vir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pergerakan di Bandara Soetta Diprediksi Naik 41 Persen
Redaktur : Tim Redaksi