jpnn.com - JAKARTA - Dosen komunikasi politik Universitas Moestopo Beragama Bayquni mengatakan bahwa permintaan kubu capres Prabowo-Hatta agar pengumuman hasil perhitungan tanggal 22 Juli ditunda sama dengan mendeligitimasi KPU. Apalagi berdasarkan real count sementara, suara di bawah pasangan Jokowi-JK. Yakni, Prabowo-Hatta 48,53 persen sedangkan Jokowi-JK 51,47 persen.
"Jika permintaan penundaan itu diamini oleh KPU,maka akan terjadi delegitimasi terhadap pemerintahan yang berdaulat," ujar Bayquni melalui pers rilis kepada JPNN, Minggu, (20/7).
BACA JUGA: Website KPU tak Bisa Dibuka, Ini Pernyataan Komisioner
Selain itu, kata dia, pihak Prabowo-Hatta tidak bisa meminta penundaan karena Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyebutkan bahwa pengumuman dilakukan pada 22 Juli mendatang.
"Presiden SBY juga sudah menyatakan, bila tanggal 22 juni dianggap tidak layak maka akan dilanjutkan ke proses MK. Artinya di sini tidak perlu ditunda, kan sudah ada mekanisme yang dibuat oleh Presiden SBY. Dan bila ditunda justru delegitimasi pemerintah yang berkuasa," tegasnya.
BACA JUGA: Rekapitulasi Suara di 33 Provinsi Dimulai
Sementara itu Pengajar politik dan pemerintahan, FISIP UNPAD, Muradi mengatakan pengajuan agar pengumuman hasil rekap nasional ditunda oleh timses Prabowo-Hatta memberikan sinyalemen bahwa pasangan urut nomor 1 tersebut tidak siap menerima konsekuensi dari kontestasi pesta demokrasi ini.
"Langkah itu telah mendelegitimasi kinerja penyelenggara pemilu yang telah bekerja secara berjenjang dari tingkat TPS hingga nasional hanya karena peluangnya makin kecil ketika proses penahapan ini makin mengerucut secara berjenjang hingga tingkat nasional," kata Muradi.
BACA JUGA: Sore Ini, Jokowi dan Prabowo Duduk Semeja dengan SBY
Pengajuan penundaan pengumuman tersebut, ujarnya, sangat syarat kepentingan. Yaitu memberikan ketidakpastian politik, mengingat proses yang tengah berlangsung seharusnya klimaks politiknya terjadi pada saat pengumuman hasil pilpres 22 juli 2014 ini. Selain itu, menurutnya, penundaan pengumuman tersebut juga membuka manuver politik baru yang akan makin memperkeruh suasana dan mendorong delegitimasi proses politik yang tengah berjalan.
"Usulan penundaan juga mengindikasikan bahwa ada upaya mengulur-ulur waktu agar publik yang berintegrasi dalam bentuk relawan selama proses pilpres tersebut pada akhirnya mengalami fase kejenuhan, sehingga antusiasme tidak lagi terjaga dalam mengawal proses politik," tandasnya. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wacana Penundaan Rekapitulasi Suara Tunjukkan Kepanikan
Redaktur : Tim Redaksi