Pernyataan Keras Lenis Kogoya terkait Penggunaan Dana Otsus Papua

Jumat, 30 Agustus 2019 – 16:40 WIB
Penggunaan Dana Otsus Papua harus dipertanggungjawabkan. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Lenis Kogoya menuntut Gubernur Papua Lukas Enembe melaporkan pertanggungjawaban Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Pasalnya laporan yang yang diminta Kementerian Dalam Negeri hingga kini tidak kunjung disampaikan oleh pemda setempat.

BACA JUGA: Inilah Akar Masalah dari Kemarahan Masyarakat Papua Menurut Lenis Kogoya

Hal ini disampaikan Lenis yang merupakan Staf Khusus Presiden untuk Papua itu, saat ditemui di Kompleks Sekretariat Negara, Jakarta pada Jumat (30/8). Mulanya, dia menyampaikan jika Papua betul-betul mau aman, maka harus diangkat angkat akar masalah sebenarnya.

Sebab, persoalan yang terjadi di Surabaya menurutnya sudah ditangani pihak keamanan. Para pelaku rasisme sudah mulai periksa dan telah ada tersangkanya untuk diproses secara hukum.

BACA JUGA: Menurut Fahri Hamzah, Imbauan Presiden Jokowi Datar, Normatif

Namun, ada masalah lain yang melatarbelakangi kemarahan masyarakat di daerahnya beberapa hari terakhir.

"Masyarakat kenapa sekarang marah? Karena ada hal-hal yang mereka selama ini sakit hati. Kenapa masyarakat minta referendum? Yang terjadi kasus di Surabaya sedikit persoalan tuh, sampai di Papua, sampai meledak seperti itu, apalagi di Papua Barat. Karena ada hal-hal belum beres," kata Lenis.

BACA JUGA: Sambangi KSP, Irene Sebut Kemarahan Masyarakat Papua Akumulasi Kekecewaan

BACA JUGA: Menurut Fahri Hamzah, Imbauan Presiden Jokowi Datar, Normatif

Nah, belum beresnya di mana? Menurut Lenis, orang Papua membutuhkan pendekatan dengan hati dan mereka mengharapkan pembangunan khususnya terkait Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otomoni Khusus (Otsus) Bagi Papua.

Dijelaskan Lenis, UU Otsus ini memberikan tiga kewenangan di Papua, antara lain gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wali kota serta pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berasal dari orang Papua.

Kemudian hak kewenangan keuangan, masalah ekonomi. Di mana uang Otsus yang mencapai hampir Rp 8,4 triliun langsung transfer kepada pemerintah Papua. Setelah itu baru dibagi ke kabupaten dan kota. Nah, di dalam dana Otsus itu menurut Lenis, terdapat anggaran afirmasi sebesar 6 persen.

"Uang itu ada uang afirmasi enam persen, kepada lembaga masyarakat adat dua persen, tokoh perempuan dua persen, tokoh agama dua persen. Menteri dalam negeri kasih surat kepada gubernur untuk melaporkan dana afirmasi enam persen, sampai hari ini belum ada lapor," ungkap Lenis.

Oleh karena itu, sebelum UU Otsus berakhir pada 2021, dia meminta harus ada audit keuangan di Papua. Dari situ menurutnya akan terlihat di mana letak kesalahannya selama ini. Di sisi lain, masyarakat juga memahami penggunaan dana tersebut.

"Sebelum UU Otsus berakhir harus ada audit keuangan di Papua. Setelah itu dilihat, oh dana ini yang bikin kesalahan di Papua atau Jakarta. Kalau Papua mengatakan salah, berarti kita katakan dia salah. Kalau Jakarta salah, bilang Jakarta yang salah. Supaya kami orang adat, orang awam, masyarakat kecil itu tahu penggunaan uang itu ke mana yang jelas," tutur Lenis.

Kemudian soal penegakan hukum, pihaknya menyatakan bila hukum mau ditegakkan di Papua, harus ada perlakuan hukum yang sama terhadap seluruh anak bangsa. Baik yang di Jawa maupun Papua.

"Berarti di Papua siapa pun yang bikin korupsi atau menipu rakyat, siapa saja harus dihukum. Kenapa di Papua dijadikan anak majikan, lalu di Jawa di sini anak ibu-ibu yang mencuri pisang atau curi kayu dipenjarakan masuk penjara, tapi di Papua nyata-nyata ada korupsi ada masalah dibiarkan," ungkapnya.

Untuk itu, Lenis meminta aparat keamanan, kepolisian dan penegak hukum lain di Papua untuk lebih tegas. Bila ada yang melakukan kesalahan ya katakan salah, dan kalau benar katakan benar. (fat/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Simak nih Permintaan Prabowo terkait Gejolak di Papua, Sungguh Bijak


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler