jpnn.com, JAKARTA - Gerakan Pemuda (GP) Ansor menyampaikan pernyataan perihal kasus penembakan 6 anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh aparat kepolisian di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, 7 Desember 2020.
Menurut GP Ansor, tindakan tegas kepolisian dilakukan karena terjadi pembangkangan hukum.
BACA JUGA: Munarman Eks FPI Buka Suara soal Baiat Simpatisan ISIS di Makassar
Sekjen Pimpinan Pusat GP Ansor Abdul Rochman mengatakan langkah kepolisian tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan pidana karena bagian menegakkan hukum.
“Tindakan aparat penegak hukum yang telah berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dan sesuai SOP. Tindakan sebagaimana demikian tidak sepatutnya dikriminalisasi,” kata Abdul dalam keterangannya, Sabtu (19/2).
BACA JUGA: Komjen Boy Sebut FPI Banyak Mudarat, Novel: Benar yang Dikatakan Kepala BNPT Itu
Pada kasus ini, dua anggota kepolisian dari Polda Metro Jaya, yakni Ipda MYO dan Briptu FR diseret ke meja hijau.
Keduanya didakwa dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian.
BACA JUGA: Kombes Zulpan Ungkap Pemicu Bripda Syarif Melompat dari Angkot, Ya Tuhan
Menurut Abdul Rochman, insiden di KM 50 tidak akan sampai menimbulkan korban jiwa bila anggota ormas FPI taat dan patuh pada aturan hukum.
Namun faktanya, lanjut dia, anggota FPI malah bersikap tidak kooperatif terhadap aparat penegak hukum yang tengah menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan berdasar hukum dan peraturan perundang-undangan.
“Upaya perebutan senjata api dan penganiayaan terhadap aparat saat bertugas jelas tidak bisa dibenarkan. Keberatan terhadap tindakan aparat penegak hukum hanya dapat ditempuh dengan cara damai dan beradab melalui mekanisme dan prosedur hukum,” kata Abdul.
GP Ansor menilai insiden KM 50 sebagai suatu peristiwa yang memilukan yang semestinya dapat dihindarkan.
Abdul juga berharap agar kasus seperti itu tidak terulang lagi di kemudian hari.
Pada sisi lain, GP Ansor meminta kasus ini bisa diselesaikan dengan cara jernih dan menghasilkan keadilan hukum yang seadil-adilnya.
“Jangan sampai ada upaya-upaya sekelompok yang ngotot melakukan kriminalisasi dengan target hanya untuk memuaskan hasrat balas dendam. Hukum bukanlah pemuas amarah dan dendam,” kata Abdul.
Abdul mengatakan segala pembangkangan atau perlawanan yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan tidak dapat dibenarkan.
Menurut Abdul, tindakan itu juga akan menghancurkan wibawa hukum dan aparat penegak hukum.
Tak hanya itu, lanjutnya, dalam skala luas, tindakan ini juga bisa merusak kondisi keamanan, ketertiban, kedamaian, serta keteraturan dalam tatanan kehidupan masyarakat. (cr3/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : Soetomo
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama