Perokok Berpotensi 50 Kali Lipat Terkena Kanker Paru-Paru, Jangan Anggap Remeh!

Jumat, 27 Agustus 2021 – 10:12 WIB
Perokok. Foto: Third Force News

jpnn.com, JAKARTA - Dokter spesialis penyakit dalam subspesialisasi hematologi dan onkologi medik di RSCM, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FACP meminta para perokok menjaga paru-paru mereka.

 Langkah pertama yang bisa dilakukan seorang perokok untuk melindungi paru-parunya dari kerusakan terus menerus ialah berhenti merokok.

BACA JUGA: Manfaatkan Produk Alternatif, Jepang Berhasil Turunkan Angka Perokok

Walau peluang terkena kanker paru-paru tak bisa lenyap, tetapi tuturnya, ini punya arti penting, salah satunya untuk memberikan waktu bagi sistem kekebalan tubuh memperbaiki diri.

"Berhenti merokok untuk memberikan sistem kekebalan tubuh memperbaiki. Rasanya kanker kita tidak bisa hentikan," kata Aru yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) itu dalam sebuah webinar kesehatan, dikutip Jumat.

BACA JUGA: Perokok Lebih Rentan Terjangkiti COVID-19, Percaya Enggak?

Menurut Mayo Clinic, setelah 12 jam seseorang berhenti merokok, jumlah karbon monoksida dalam darah turun ke tingkat yang sehat dan lebih banyak oksigen mengalir ke organ tubuh sehingga memungkinkan bisa bernapas lebih baik.

Risiko terkena kanker paru-paru pun bisa turun hingga 50 persen setelah 10 tahun berhenti merokok.

BACA JUGA: Anak-anak Paling Rentan jadi Perokok Pasif Sejak Pandemi Covid-19, Menkes Harus Bertindak

Kondisi ini berbeda bila seorang perokok tak kunjung berhenti merokok. Kebiasaan merokok telah dikaitkan dengan peluang terkena kanker paru-paru sebesar 20-50 kali lipat dan kematian sekitar 80 persen. Sementara pada merokok pasif, risiko mengalami kanker paru dan meninggal dunia meningkat 20-30 persen.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, hanya dengan satu tarikan napas saja, maka ratusan racun dalam asap rokok mulai merusak paru-paru.

Ketika asap dihirup, struktur yang menyapu lendir dan kotoran dari saluran udara menjadi lumpuh, memungkinkan zat beracun masuk ke paru-paru dengan lebih mudah.

Kondisi yang terjadi kemudian yakni penurunan fungsi paru-paru dan memunculkan sesak napas karena peradangan saluran udara dan penumpukan lendir di paru-paru.

Kerusakan serupa juga dihasilkan rokok elektrik atau vape. Menurut Aru, rokok elektrik merusak paru hingga membuatnya seperti popcorn atau jagung brondong. Sebelum terkena kanker paru, pasien umumnya sudah meninggal karena paru-parunya rusak.

Hasil studi yang melibatkan mencit memperlihatkan, sebanyak 9 dari 40 mencit yang terpajan rokok elektrik selama 54 minggu mengembangkan adenokarsinoma paru atau sekitar 22,5 persen.

Dari sisi kandungan, rokok elektronik dan cairan vaping diketahui berisi onkogen termasuk nikotin dan turunnya seperti nitrosnikotin, keton, dan nitrosamin, polisklik aromatik hidrokarbon dan logam berat.

Kanker paru-paru sendiri merupakan penyebab kematian akibat kanker tertinggi di dunia. Menurut Global Cancer Statistic (Globocan) 2020, terdapat 1.796.144 kematian akibat kanker paru di dunia.

Di Indonesia, angka kejadian kanker ini meningkat dari sebelumnya 30.023 pada tahun 2018, menjadi 34.783 pada tahun 2020, dengan angka kematian yang juga meningkat dari sebelumnya 26.069 pada 2018, menjadi 30.843 pada tahun 2020.

Pada laki-laki, kanker paru-paru menempati urutan pertama penyebab kematian, sementara pada perempuan kanker ini menduduki peringkat keenam dengan angka kematian pada urutan keempat tertinggi.

"Tingginya angka kanker paru di Indonesia tidak lepas dari tingginya angka merokok. Kejadian kanker di usia produktif, usia 30 tahun dan naik berkali-kali lipat sesuai pertambahan usia. Diestimasi akan terus meningkat apabila kita tidak ada aksi terhadap pencegahan atau kepedulian deteksi dini," kata Evlina. (antara/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler