jpnn.com, JAKARTA - Anggota tim pengkaji Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB), Rahmana Emran Kartasasmita mengatakan peneltitian mengenai produk tembakau alternatif, khususnya di Indonesia masih minim.
Padahal, berdasarkan kajian literatur ilmiah yang dilakukan SF-ITB, produk tembakau yang dipanaskan secara komparatif memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok.
BACA JUGA: Mantan Pembalap ini Pilih Beralih ke Produk Tembakau Alternatif
“Saya mengajak seluruh kalangan, mulai dari akademisi hingga peneliti lainnya, untuk melakukan penelitian ini dan melakukan kajian lebih lanjut dari hasil temuan kami. Hasil kajian tersebut dapat dijadikan awalan untuk memperkaya teks akademik bagi pengambil kebijakan, peneliti lain, serta untuk pemahaman masyarakat umum,” ujar Rahmana
Dengan mendapatkan informasi yang akurat mengenai produk tembakau alternatif, maka pembuat kebijakan diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang komprehensif terhadap produk tersebut.
BACA JUGA: UKM Sahabat Sandi Makassar Gelar Pasar Sembako Murah, Ibu-ibu Ketagihan
“Mereka harus terus-menerus diinformasikan tentang perkembangan serta inovasi teknologi di industri hasil tembakau untuk membuat keputusan yang paling tepat bagi langkah-langkah legislatif serta rekomendasi kebijakan,” katanya.
Direktur Eksekutif International Network of Nicotine Consumer Organizations (INNCO), Charles Gardner menambahkan, berbagai pihak perlu mendorong lebih banyak lagi riset yang berfokus terhadap perbandingan profil risiko, antara produk tembakau alternatif dengan rokok.
BACA JUGA: Ganjar Selesaikan Permasalahan di Wadas dengan Baik, Komisi III DPR Beri Pujian
Charles melanjutkan hasil riset tersebut dapat digunakan untuk meyakinkan perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti merokok untuk beralih ke produk tembakau alternatif, yang secara ilmiah sudah terbukti memiliki profil risiko produk yang jauh lebih rendah dari rokok.
“Jika perokok dewasa tidak diberikan pilihan untuk beralih ke produk tembakau alternatif, maka ini adalah sebuah kelalaian,” tegas Charles.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada