Anggaran jumbo untuk penanganan TB itu tidak seluruhnya bersumber dari APBN pemerintah. Sebaliknya anggaran tersebut didominasi dari bantuan lembaga donor internasional. Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Manusia Kesehatan (BPPSDMK) Kemenkes Untung Suseno mengatakan, anggaran yang masuk dari donor internasional untuk penanganan TB 2014-2015 mencapai USD 75 juta (Rp 728,6 miliar). "Sedangkan yang murni dari APBN adalah Rp 160-an miliar," katanya di Jakarta, Sabtu (30/3).
Untung mengatakan anggaran untuk penanganan TB tersebut dialokasikan untuk banyak kepentingan. Mulai dari pembelian obat inti untuk pasien TB, pendampingan penderita, hingga pelatihan serta penyuluhan oleh beberapa pihak terkait TB. "Jadi saya tegaskan obat inti untuk penderita TB itu gratis. Karena sudah dibeli negara," tandasnya.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Tjandra Yoga Aditama mengatakan, ke depan tantangan penularan TB kian serius. Diantaranya terus bertambahnya kasus TB-MDR (multi drug resistant) atau TB yang kebal dengan sejumlah obat.
Di penghujung 2012 lalu Kemenkes mencatat angka suspect TB-MDR sejumlah 4.297 orang dan akhirnya yang dinyatakan positif berjumlah 1.005 orang. Namun masuk bulan ketiga 2013, catatan suspect TB-MDR naik menjadi 6.200-an orang. Kasus TB-MDR ini berpotensi muncul kepada pasien TB yang tidak disiplin menjalani terapi pengobatan.
Selain ancaman TB-MDR yang terus meningkat, Kemenkes juga menghadapi ancaman peningkatan kasus TB untuk perokok dan TB untuk pasien diabetes. Khusus untuk perokok, Tjandra mengatakan potensi terkena TB-nya lebih besar ketimbang masyarakat yang tidak merokok.
Tidak tanggung-tanggung, resiko perokok terkena TB lebih besar sembilan kali lipat dibanding masyarakat yang tidak merokok. "Paparan tembakau, baik aktif maupun pasif, meningkatkan resiko timbulnya penyakit TB," kata Tjandra.
Kemenkes benar-benar serius mengamati perkembangan TB dan perokok tersebut. Sebab Indonesia menempati urutan ke-3 negara pengkonsumsi rokok terbesar di dunia dengan angka 65 juta penduduk. Dengan jumlah tersebut, berarti ada 1 dari empat penduduk Indonesia yang perokok.
Tjandra mengatakan untuk urusan rokok atau tembakau ini akan terus dibatasi oleh pemerintah. Diantaranya dalam beberapa waktu lagi, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan menggelar pertemuan khusus di Bali untuk membahas soal iklan rokok. Dalam pertemuan tersebut akan diambil keputusan penting soal iklan rokok, khususnya di media masa. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ribut Harta, Pasangan Pilih Cerai
Redaktur : Tim Redaksi