JAKARTA - Berlarutnya persoalan alih fungsi hutan lindung di Batam membuat Kementerian Koordinator Perekonomian merasa perlu bertindak. Rencananya pekan depan, Deputi Menko Perekonomian bidang Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Luky Eko Wuryanto, akan mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan di Batam, guna memberesi persoalan pertanahan terkait status ribuan hektar lahan yang tak kunjung selesai.
Rencana itu terungkap saat Luky menerima anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kepri, Jasarmen Purba di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (7/6). Dalam pertemuan itu Jasarmen mengajak warga Batuaji, Amananto dan Syahrial Lubis. Jasarmen yang ditemui usai pertemuan tertutup selama kurang lebih 45 menit itu menuturkan, ada sinyal positif dari Kemenko Perekonomian untuk menuntaskan masalah kisruh alih fungsi hutan di Batam.
"Ini pertemuan kedua. Sebelumnya dua bulan lalu kami bertemu. Ternyata Pak Luky kaget karena belum ada progres," kata Jasarmen.
Ditambahkannya, persoalan alih lahan di Batam memang tidak bisa dituntaskan oleh satu instansi saja. Sebab, alih fungsi itu juga menyangkut Kementerian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Otorita Batam yang kini menjadi Badan Pengelola Kawasan, Pemprov Kepri, Pemko Batam dan juga warga yang menempati lahan yang status alih fungsinya belum jelas.
"Kasus pertanahan ini banyak terjadi di daerah. Tapi di Batam ini memang ada kekhususan karena dulu cikal bakalnya di bawah Otorita Batam. Anehnya persoalan lahan yang dulunya dengan Keputusan Presiden, dimentahkan dengan SK Menteri Kehutanan di era Pak MS Kaban," lanjut Jasarmen.
Karenanya, lanjut Jasarmen, Kemenko akan mengumpulkan para pemangku kepentingan yang terkait langsung dengan masalah pertanahan di Batam. "Tadi rencananya digelar pertemuan pekan depan di sini (kantor Kemenko Perekonomian, red)," lanjutnya.
Jasarmen pun mengaku akan terus mendesak pemerintah pusat menuntaskan persoalan lahan di Batam itu. "Pendekatan legalitas kok sepertinya tak kunjung menemukan hasil, ya akhirnya kita pakai pendekatan politik lewat DPD, ke Pak Hatta (Menko Perekonomian Hatta Rajasa, red). Semoga ini ada hasilnya," tegasnya.
Sedangkan Syahrial Lubis mengeluhkan sertifikat tanahnya di Batuaji yang ternyata tak diakui instansi pemerintah. Padahal, dia mengaku lama menyicil rumah itu lewat kredit bank. Namun ketika cicilan lunas, sertifikat yang sudah diserahkan tak bisa lagi dijadikan agunan di bank.
"Kami jadi bingung. Ini sertifikat dari negara, tapi tidak diakui. Jangankan oleh bank, oleh pemerintah juga tak dianggap," keluhnya. (ara/jpnn)
Rencana itu terungkap saat Luky menerima anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kepri, Jasarmen Purba di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (7/6). Dalam pertemuan itu Jasarmen mengajak warga Batuaji, Amananto dan Syahrial Lubis. Jasarmen yang ditemui usai pertemuan tertutup selama kurang lebih 45 menit itu menuturkan, ada sinyal positif dari Kemenko Perekonomian untuk menuntaskan masalah kisruh alih fungsi hutan di Batam.
"Ini pertemuan kedua. Sebelumnya dua bulan lalu kami bertemu. Ternyata Pak Luky kaget karena belum ada progres," kata Jasarmen.
Ditambahkannya, persoalan alih lahan di Batam memang tidak bisa dituntaskan oleh satu instansi saja. Sebab, alih fungsi itu juga menyangkut Kementerian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Otorita Batam yang kini menjadi Badan Pengelola Kawasan, Pemprov Kepri, Pemko Batam dan juga warga yang menempati lahan yang status alih fungsinya belum jelas.
"Kasus pertanahan ini banyak terjadi di daerah. Tapi di Batam ini memang ada kekhususan karena dulu cikal bakalnya di bawah Otorita Batam. Anehnya persoalan lahan yang dulunya dengan Keputusan Presiden, dimentahkan dengan SK Menteri Kehutanan di era Pak MS Kaban," lanjut Jasarmen.
Karenanya, lanjut Jasarmen, Kemenko akan mengumpulkan para pemangku kepentingan yang terkait langsung dengan masalah pertanahan di Batam. "Tadi rencananya digelar pertemuan pekan depan di sini (kantor Kemenko Perekonomian, red)," lanjutnya.
Jasarmen pun mengaku akan terus mendesak pemerintah pusat menuntaskan persoalan lahan di Batam itu. "Pendekatan legalitas kok sepertinya tak kunjung menemukan hasil, ya akhirnya kita pakai pendekatan politik lewat DPD, ke Pak Hatta (Menko Perekonomian Hatta Rajasa, red). Semoga ini ada hasilnya," tegasnya.
Sedangkan Syahrial Lubis mengeluhkan sertifikat tanahnya di Batuaji yang ternyata tak diakui instansi pemerintah. Padahal, dia mengaku lama menyicil rumah itu lewat kredit bank. Namun ketika cicilan lunas, sertifikat yang sudah diserahkan tak bisa lagi dijadikan agunan di bank.
"Kami jadi bingung. Ini sertifikat dari negara, tapi tidak diakui. Jangankan oleh bank, oleh pemerintah juga tak dianggap," keluhnya. (ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pimpinan DPRD Batam Ngotot Kunker ke Jerman
Redaktur : Tim Redaksi