jpnn.com, JAKARTA - Keluarga mantan Pangkostrad Letnan Jenderal (Purn) Kemal Idris diduga menjadi korban mafia tanah.
Peristiwa ini bermula ketika dua anak almarhum Letjen (Purn) Kemal Idris, yakni Firrouz Muzzaffar Idris dan Anggreswari Ratna Kemalawati yang merupakan ahli waris, hendak menjual rumah warisan di Jl. Duta Indah I No. 1, Pondok Pinang, Jakarta Selatan, pada 2017 silam.
BACA JUGA: Tuding Kakak Kuasai Warisan, Tamara Bleszynski: Sudah 21 Tahun Bertahan
Dimediatori pegawai agen property Firly Amalia, rumah itu rencananya akan dibeli oleh Rio Febrian. Pada 18 Oktober 2017, Sertifikat Hak Milik No. 192 milik Firrouz dan Anggreswari, serta dokumen lainnya diserahkan ke kantor Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro, di Jalan Radio IV No.1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Itu notaris yang ditunjuk Rio. Di sana, KTP saya dipinjam, lalu dibawa ke ruangan, dan kemudian dikembalikan. Saya nggak ikut. Setelah itu, sertifikat rumah yang dibawa ke ruangan," ujar Anggreswari, di kediaman almarhum ayahnya, Senin (22/5).
BACA JUGA: Rhoma Irama Bakal Daftarkan Dangdut ke UNESCO Sebagai Warisan Budaya tak Benda
Sertifikat itu kemudian ditahan, dengan alasan untuk dicek statusnya ke kantor BPN Jakarta Selatan.
Anggreswari yang datang bersama sepupunya, hanya diberikan tanda terima yang ditandatangani pegawai Notaris RA Mahyasari bernama Jamilah.
BACA JUGA: Diduga Ribut soal Harta Warisan, Anak Ki Joko Bodo: Tidak Benar
"Saya bilang, kalau Mahyasarinya enggak ada, lebih baik sertifikat saya bawa dulu. Namun Rio dan Firly meyakinkan bahwa sertifikat itu aman. Cuma dipinjam untuk ngecek ke BPN," tuturnya.
Kemudian, pada 3 November, Anggreswari bertemu dengan Rio di Victoria Cafe Pondok Indah II, untuk menandatangani perjanjian kesepakatan jual beli. Harga yang disepakati sebesar Rp 38 miliar.
Penandatangan dilakukan di bawah tangan, tanpa adanya akte notaris. Alasannya, sertifikat masih belum atas nama ahli waris, dan masih atas nama orang tua ahli waris, yaitu almarhumah Herwi Nur Bandiani, istri Kemal Idris.
"Bapak memang selalu mengatasnamakan aset dengan nama ibu," beber Anggreswari.
Selanjutnya, pada 9 November 2017, Anggreswari dan Firrouz bertemu kembali dengan Rio, di Plaza Indonesia.
Di sana, Rio mentransfer uang sebesar Rp 500 juta sebagai tanda keseriusannya sebagai pembeli. Namun, setelah pertemuan itu, tidak ada kabar lanjutan soal jual beli itu dari Rio.
Pada 27 Desember 2017, tiba-tiba ada orang yang datang dan hendak masuk ke rumah Letjen (Purn) Kemal Idris. Dia mengaku telah membeli rumah tersebut.
"Padahal kami, para ahli waris belum menandatangani akte jual-beli atau surat apa pun di Notaris, dan hanya menitipkan Sertifikat Hak Milik kepada Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro," ucap Anggreswari, yang juga didampingi Firrouz, dalam sesi wawancara.
Pada hari itu juga, para ahli waris datang ke kantor Notaris Mahyasari untuk menanyakan hal tersebut. Namun, tutup karena libur akhir tahun.
Anggreswari kemudian kembali mendatangi kantor Notaris Mahyasari pada 4 Januari 2018 untuk mengambil sertifikat yang dititipkan sekaligus membatalkan rencana PPJB dengan Rio Febrian.
Namun, Mahyasari menolak. Sebab, menurut dia, telah dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan PT CIA dengan PPJB No. 6 tanggal 6 November 2017.
Disebutkan, PT CAI membeli rumah itu dengan harga Rp 12 miliar.
"Padahal saya dan kakak saya tidak pernah sekalipun bertemu dengan Notaris RA. Mahyasari dan PT CAI untuk menandatangani perjanjian apa pun. Bertemu saja tidak, apalagi tanda tangan. Kami juga tidak menerima uang sepeser pun," tegasnya.
PT CAI kemudian mengirimkan somasi kepada Anggreswari pada 7 Februari 2018, dan memerintahkannya untuk mengosongkan rumah.
Namun, Anggreswari menolak, karena merasa tidak pernah meneken kesepakatan dengan perusahaan tersebut.
Di lain sisi, PT CAI melaporkan Rio Febrian dan atasannya, Erwin Sugiharto ke polisi atas tuduhan penipuan.
PN Jakarta Selatan kemudian menjatuhkan vonis 4 tahun dan denda Rp 5 miliar dengan subsider dua bulan kurungan pada 2019.
"Hakim juga memerintahkan JPU mengembalikan sertifikat kami dari Notaris RA. Mahyasari. Namun sampai sekarang, lima tahun, belum dikembalikan," beber Anggreswari.
Berdasarkan kesimpulan sidang Majelis Pengawas Notaris (MPN), Notaris RA. Mahyasari juga diminta membatalkan PPJB Nomor 6 tanggal 6 November 2017 yang sudah ditandatangani oleh PT CAI.
"Kami hanya ingin sertifikat rumah kami yang dititipkan ke Notaris Mahyasari dikembalikan. Kami tidak punya urusan dengan yang lain, termasuk PT CAI," pintanya.
Karena itu, Anggreswari dan Firrouz melalui kuasa hukumnya, Yayan Riyanto dan Verridiano L F Bili, mengajukan gugatan perdata ke PN Jakarta Selatan pada 25 Juli 2022.
Para tergugat antara lain, Mahyasari (tergugat I), Rio Febrian (tergugat II), PT CAI (tergugat III), Firly Amalia (turut tergugat I), dan Kepala Kantor ATR/BPN Jaksel (turut tergugat II).
Kemarin, telah dilakukan Sidang Pemeriksaan Setempat (SPS), di objek tersebut. Hadir Ketua majelis Hakim Muhammad Ramdes dan Panitera Puji.
"Kami berharap gugatan ini dikabulkan majelis hakim. Klien kami hanya ingin sertifikatnya dikembalikan, karena mereka tidak pernah menandatangani apa pun dan tidak menerima uang sepeser pun. Notaris Mahyasari ini yang lalai sehingga menyebabkan peristiwa ini. Ini yang kami kejar," tegas Yayan.
Ketua Majelis Hakim PN Jaksel Muhammad Ramdes dan Panitera, Puji, saat melakukan Sidang Pemeriksaan Setempat (SPS) di Jl. Duta Indah I No. 1, Pondok Pinang, Jakarta Selatan milik dua anak almarhum Letjen (Purn) Kemal Idris, yakni Firrouz Muzzaffar Idris dan Anggreswari Ratna Kemalawati, Senin (22/5). (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif