Pertamina: Campur Saja Premium - Pertamax

Jumat, 06 April 2012 – 07:02 WIB

JAKARTA - Tingginya harga Pertamax membuat banyak pemilik kendaraan yang selama ini mengonsumsi BBM nonsubsidi tersebut, mulai pindah ke Premium yang jauh lebih murah. Jika hal ini terus berlanjut, maka kuota BBM subsidi dipastikan bakal jebol.
 
Vice President Komunikasi PT Pertamina Mochamad Harun mengatakan, Pertamina tidak bisa berbuat banyak menyikapi banyaknya kendaraan yang beralih dari Pertamax ke Premium. "Karena itu, saran kami, campur saja Premium dan Pertamax," ujarnya di Kantor Pertamina kemarin.

Menurut Harun, saat ini Pertamina memang harus realistis. Sebab, berbagai himbauan melalui iklan maupun spanduk agar masyarakat kaya tidak mengonsumsi BBM subsidi, ternyata tidak efektif. "Jadi, daripada mobilnya hanya diisi Premium, lebih baik dicampur juga dengan Pertamax," katanya.

Harun mengakui, usulan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo terkait BBM jenis Premix dengan RON 90 seharga Rp 7.200 per liter, memang bisa menjadi solusi. "Tapi, itu kan tetap butuh subsidi, jadi keputusannya bukan di Pertamina," ucapnya.

Karena itu, cara sederhana yang bisa ditempuh untuk mengurangi lonjakan konsumsi Premium adalah dengan cara masyarakat pembeli BBM langsung membeli Premium dan Pertamax. "Hasilnya, kualitas BBM nya lebih bagus dari Premium, tapi harganya di bawah Pertamax," ujarnya.

Sebagai gambaran, jika seseorang membeli Premium seharga Rp 4.500 per liter sebanyak 20 liter, maka nilainya Rp 90 ribu. Jika orang tersebut membeli Pertamax sehanra Rp 10.200 per liter sebanyak 20 liter, maka nilainya Rp 204 ribu. Jika orang tersebut membeli Premium 10 liter dan Pertamax 10 liter, maka nilainya Rp 147 ribu. Nilai tersebut hampir sama dengan harga 20 liter Premix, yakni Rp 144 ribu.

Harun menyebut, selain mobil-mobil mewah yang mengonsumsi Premium, sebenarnya ada kendaraan industry yang jauh lebih rakus mengonsumsi BBM subsidi. "Diantaranya adalah truk-truk milik perusahaan tambang maupun perkebunan. Ini juga luar biasa dampaknya (terhadap lonjakan konsumsi BBM subsidi)," katanya.

Menurut dia, Pertamina sebenarnya sudah menyediakan BBM nonsubsidi dalam jumlah yang cukup di SPBU yang ada di jalur-jalur lalu lintas truk perusahaan tambang maupun pertambangan. Tapi, nyatanya masih banyak truk yang membeli BBM subsidi. "Karena itu, media seharunya tidak hanya menampilkan gambar mobil-mobil mewah membeli BBM subsidi, tapi juga truk-truk itu," ucapnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, pemerintah masih memiliki cadangan risiko energi Rp 23 triliun dalam APBNP 2012. Cadangan yang semula dialokasikan untuk tambahan subsidi listrik tersebut, bisa digunakan juga untuk tambahan subsidi BBM.

Agus mengatakan, jika penyediaan gas ke PLN bisa terealisasi, subsidi listrik bisa lebih dihemat. "Kalau efisiensi (PLN) itu terbentuk, tentu cadangan energi menjadi tidak perlu terpakai dan itu bisa dipakai untuk BBM bersubsidi," kata Menkeu.

Agus menambahkan, pemerintah juga berkomitmen memotong anggaran yang tidak penting. "Kita harus mewujudkan komitmen pemotongan anggaran dan optimalisasi penerimaan negara. Kalau mau dipotong itu berdasarkan prioritas, dan prioritas itu yang bisa menstimulus ekonomi," katanya. Sebagaimana diketahui, tertundanya kenaikan harga BBM membuat pemerintah harus menganggarkan subsidi ekstra senilai Rp 4-5 triliun sebulan. (owi/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menkeu: Banyak Penyelewengan di Bendahara Daerah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler