jpnn.com - JAKARTA - Konflik PT Pertamina dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) terkait penyelesaian persinggungan pipa pada 11 titik di area Jawa Barat dan Jawa Timur, dalam pengelolaan gas kian memanas. Peneliti dari Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai upaya PT Pertamina untuk menyelesaian konflik dengan PGN tidak berjalan efektif.
Menurut Fahmy, apa yang dilakukan Pertamina bukanlah merger (pengabungan), melainkan pengambilalihan alias akuisisi PGN oleh Pertagas. Pasalnya, akuisisi umumnya dilakukan perusahaan yang lebih besar terhadap perusahaan yang lebih kecil.
BACA JUGA: Cueki Travel Warning, ABG Aussie Tetap Serbu Kuta
“Ini akan menjadi anomali, jika Pertagas yang asetnya lebih kecil ‘mencaplok’ PGN yang memiliki aset jauh lebih besar. Apalagi, kiprah PGN di perniagaan gas bumi jauh lebih lama ketimbang Pertagas,” ujar Fahmy saat dihubungi wartawan, Senin (25/11).
Kondisi ini, kata Fahmy, mirip ketika KPC (Kalimantan Prima Coal) diakuisisi Bumi Resources. Karenanya dia menyarankan agar Pertamina menyediakan dana dalam jumlah besar untuk membeli saham PGN. Khususnya, yang dimiliki oleh publik.
BACA JUGA: Suku Bunga Riil Tarik Minat Asing
Merujuk data Bursa Efek Indonesia (BEI), lanjut dia, saat ini kapitalisasi saham PGN di pasar bursa mencapai Rp 115 triliun. Pemerintah memiliki 56,97 persen saham dan 43,03 persen milik publik. "Artinya, jika Pertamina akan membeli saham pemerintah yang ada di PGN, maka Pertamina mesti menyiapkan dana minimal Rp 70 triliun atau setara dengan 56,97 persen saham," tuturnya.
"Belum lagi ditambah dengan kewajiban untuk melaksanakan tender offer (membeli saham di investor publik-red) saham PGN sesuai dengan peraturan otoritas pasar modal," imbuh dia.
BACA JUGA: Kebut Tol Trans Sumatera
Selain itu menurut hematnya, dana Pertamina akan jauh lebih produktif jika digunakan untuk membiayai usaha pengeboran dan pembangunan kilang minyak. "Sehingga tidak perlu membebani APBN," terang dia.
Seperti diketahui, terjadi persinggungan pipa pada 11 titik di area Jawa Barat dan Jawa Timur yang menimbulkan keberatan dari Pertagas, sehingga menghambat pengembangan jaringan pipa yang sedang dibangun PGN.
Untuk mencegah berlarutnya perseteruan kedua BUMN itu, Vice President Corporate Communication Pertamina menuturkan telah menuntaskan kajian merger PGN dan Pertagas, dengan menempatkan perusahaan hasil merger sebagai anak perusahaan Pertamina.
Nah sebagai gantinya, seluruh pipa akan di-open access. Dengan demikian, seluruh broker gas dapat memanfaatkan fasilitas negara, tanpa campur tangan Pemerintah dalam penetapan margin dan keuntunggannya. Dengan open access, para broker dapat leluasa menjual gas dengan memanfaatkan infrastruktur negara. (chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Semangati Pelaku UKM Mandiri
Redaktur : Tim Redaksi