jpnn.com - JAKARTA - PT Pertamina terus berupaya mengembangkan infrastruktur pada industri hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia. Salah satunya, melalui fasilitas kilang untuk mengolah minyak mentah menjadi produk akhir BBM. BUMN migas tersebut berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi kilang minyak hingga dua kali lipat.
Senior Vice President Business Development Pertamina Iriawan Yulianto mengatakan, konsumsi energi nasional tumbuh sekitar 7 persen per tahun. Dengan pertumbuhan tersebut, permintaan energi nasional diprediksi mencapai 7,7 juta barel setara minyak perhari (BOEPD) pada 2025 nanti. Sebagian besar energi tersebut bersumber dari energi migas.
BACA JUGA: Tarif Listrik Khusus Mirip Pertamax
"Persentasenya sekitar dengan 47 persen dari total bauran energi. Untuk mengantisipasi kebutuhan itu, kami akan meningkatkan produksi kilang nasional dari 800 ribu barel per hari (bph) menjadi 1,6 Juta bph. Langkah ini merupakan salah satu inisiatif Pertamina untuk menjadi Asian Energy Champion 10 tahun kemudian," kata Iriawan dalam seminar Pertamina Energy Outlook, Kamis (4/12).
Dia menjelaskan, upaya tersebut sudah dicantumkan program Refining Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root Refinery (GRR). Dalam program tersebut, pihaknya bakal meningkatkan kapasitas lima kilang eksisting. Antara lain, kilang Balongan, Cilacap, Balikpapan, Dumai, dan Plaju.
BACA JUGA: Setelah BBM, Tarif Listrik Naik 1 Januari 2015
"Tahap pertama kami akan merevitalisasi tiga kilang. Yakni Balongan, Cilacap, dan Balikpapan. Proyek itu ditargetkan selesai 2020-2021. Sementara tahap kedua adalah pengerjaan Kilang Dumai dan Plaju yang selesai pada 2025. Dana yang dibutuhkan sekitar USD 20 miliar atau sekitar Rp 240 triliun," terangnya.
Saat ini, Pertamina mengoperasikan enam unit kilang dengan total kapasitas 1,046 juta bph. Kilang-kilang tersebut diakui tak hanya memproduksi BBM. Misalnya, Kilang UP III Plaju dan Kilang UP-IV Cilacap yang juga menghasilkan produk petrokimia seperti purified terapthalic acid (PTA) dan paraxylene. Selain itu, beberapa kilang juga memproduksi LPG seperti Pangkalan Brandan dan Mundu.
BACA JUGA: Hari Ini, 37 Minimarket Ditertibkan
Pertamina juga memiliki dua kilang gas yang dioperasikan oleh anak usaha. Pertama, PT Arun LNG yang akan mengeoperasikan kilang regasifikasi Arun dengan kapasitas 12,5 juta ton per tahun. Serta, PT Badak LNG yang mengoperasikan kilang LNG Bontang berkapasitas 22,5 juta ton per tahun.
Terpisah, di kongres IATMI (Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia), Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengingatkan pentingnya menambah kilang minyak. Dia menyebut kondisi kilang di Indonesia sangat parah karena yang termuda sudah berusia 20 tahun.
"Bahkan ada yang peninggalan Belanda. Teknologinya sudah ketinggalan zaman, kalau diperbaiki ongkos tidak kompetitif," terangnya.
Minimnya kapasitas membuat Indonesia sangat bergantung pada impor minyak. Ujung-ujungnya, itu membuat APBD membengkak. Padahal, harusnya bisa dihemat untuk sektor produktif.
Faisal menyebut lambatnya pemerintah dalam membangun kilang karena masih menganggap minyak dan BBM dipandang sebatas energi. Padahal, itu menjadi tulang punggung indusrialisasi.
"Ketidakmampuan sektor energi melemahkan industrialisasi. Plastik saja impor sampai USD 6,4 miliar," ungkapnya.(bil/dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... OJK Dorong Pemda Terbitkan Obligasi
Redaktur : Tim Redaksi