Pertamina Geothermal Energy Sukses Bukukan Pendapatan dari Kredit Karbon

Selasa, 21 Maret 2023 – 16:40 WIB
Agresif melakukan transisi energi mengantarkan Pertamina Geothermal Energy sukses membukukan pendapatan dari kredit karbon (carbon credit). Foto: ilustrasi/dokumentasi humas Pertamina

jpnn.com, JAKARTA - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), emiten anak usaha BUMN dengan kapasitas terpasang panas bumi terbesar di dunia memiliki pos pendapatan baru dari hasil perdagangan karbon.

Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Nelwin Aldriansyah menyatakan emiten berkode saham PGEO tersebut berkomitmen untuk turut serta secara aktif melakukan transisi energi.

BACA JUGA: Program Pinky Movement Pertamina Raih Gold Winner di Ajang PRIA 2023

“Untuk pertama kalinya pada 2022, Pertamina Geothermal Energy (PGE) mencatatkan pos pendapatan baru dari penjualan carbon credit," kata ujar Nelwin dalam pernyataan resminya yang diterima, Selasa (21/3).

Nelwin menegaskan hal tersebut membuktikan bahwa operasional PGE telah mendapatkan sertifikasi dari berbagai lembaga karbon kredit sehingga PGE berhak untuk memonetisasi atas penjualan karbon kredit dari operasional PGE.

BACA JUGA: Siap Ekspansi, PT Pertamina Geothermal Energy Gercep Tawarkan Saham ke Investor

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mencatat perdagangan karbon di Indonesia dapat menembus USD 300 miliar atau sekitar Rp 4.625 triliun (asumsi kurs JISDOR BI Rp 15.418 per USD) per tahun, yang berasal dari kegiatan menanam kembali hutan yang gundul hingga penggunaan energi baru terbarukan (EBT).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga sudah resmi meluncurkan perdagangan karbon, di mana mulai 2023-2024, perdagangan karbon dilakukan di subsektor pembangkit tenaga listrik secara mandatory.

Perdagangan karbon dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.
Perdagangan karbon itu sendiri diimplementasikan melalui 2 mekanisme, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi.

Sejumlah strategi dan upaya monetisasi terus dilakukan PGEO untuk mengawal kinerja keuangan tetap solid dengan misalnya menjaga pendapatan, EBITDA margin maupun profit margin yang stabil hingga rasio utang yang terjaga.

Pada kuartal III/2022, Pertamina Geothermal Energy membukukan laba bersih sebesar USD 111 juta, tumbuh 67,8 persen dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 66 juta.

“Net profit margin pada sembilan bulan pertama 2022 mencapai 38,8 persen, dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang hanya 24 persen,” ujar Nelwin.

Adapun pendapatan perseroan hingga September 2022 sebesar USD 287 juta atau tumbuh 3,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 277 juta.

Selain itu, perseroan juga berhasil mencatatkan EBITDA sebesar USD 244 juta hingga September 2022, naik 10,1 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 221 juta.

“EBITDA margin PGE pada kuartal III/2022 mencapai 84,7 persen, naik cukup tinggi dibandingkan tiga tahun terakhir yang berkisar di 80 persen,” sebut Nelwin.

Sementara itu, total utang PGEO (utang jangka pendek dan jangka panjang) juga terus menurun, dari US$1,18 miliar pada 2019 menjadi USD 931 pada kuartal III/2022.

Adapun rasio total debt terhadap EBITDA tercatat 4,6 kali pada 2019 dan turun menjadi 3 kali per September 2022, sedangkan net debt terhadap EBITDA turun menjadi 2,2 kali per September 2022, dari 4 kali pada 2019.

Dorong BUMN Lakukan Perdagangan Karbon

Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury juga telah berkali-kali mengatakan tengah mendorong BUMN untuk mulai melakukan perdagangan karbon, kegiatan jual beli kredit karbon (carbon credit), di mana pembeli menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas yang ditetapkan.

Kredit karbon adalah representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya.
Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2).

Indonesia menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030 mendatang.

Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, energi dan transportasi yang telah mencakup 97 persen dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.

Patut diketahui, Nationally Determined Contribution (NDC) merupakan komitmen setiap negara terhadap Persetujuan Paris untuk menurunkan emisi karbon di negara masing-masing.

Pada dokumen NDC 2021, melalui long term strategy – low carbon and climate resilience (LTS – LTCCR), Indonesia juga telah berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) di 2060.

Pahala menyebutkan ada banyak standar pemeringkatan dalam penilaian karbon.

Namun, yang paling banyak dilakukan adalah standar nilai karbon yang diterapkan oleh Verra.

Nilai carbon offset yang diperdagangkan nilainya sekitar USD 20-40.

BUMN bisa melakukan uji coba dengan harga setengahnya sebagai acuan.

Terkait nilai ekonomi karbon, Pahala menjelaskan, kemungkinan besar nilainya antara USD 2-3.

Nilai Ekonomi Karbon (NEK) adalah nilai yang diberikan terhadap setiap unit emisi karbon.

NEK dianggap penting untuk diadakan karena dapat mendorong investasi hijau di Indonesia.

Selain itu, NEK juga dapat mengatasi celah pembiayaan perubahan iklim yang selama ini terjadi.

Pahala mengungkapkan, BUMN diminta untuk serius mulai melakukan transisi energi dengan berbagai cara seperti sinergi dan kolaborasi.

“Kami melihat kolaborasi antara BUMN sendiri untuk membangun kerja sama dalam menghasilkan energi dan menurunkan emisi bisa dilakukan," kata Pahala.

Wamen Pahala memastikan BUMN juga bisa kerja sama dengan negara lain.

"Pada intinya, bagaimana BUMN bisa bersama-sama melakukan transisi energi,” jelas Pahala. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler