jpnn.com - JAKARTA – Permintaan gas bumi domestik diprediksi terus membesar, sedangkan mayoritas produksi gas bumi Indonesia sudah terikat kontrak ekspor. Tahun ini defisit gas diperkirakan mencapai empat juta ton per tahun (MTPA).
Untuk menjaga pasokan gas, Pertamina bersiap mengimpor tiga juta ton gas alam cair (liquefied natural gas/LNG).
BACA JUGA: Pemerintah Buka Keran Ekspor Mineral Mentah
Sebanyak 1,5 juta ton per tahun (MTPA) didatangkan dari Amerika Serikat. Sisanya diperoleh dari pasar internasional.
Vice President LNG Pertamina Didik Sasongko Widi menyatakan, kebutuhan gas pada 2020 diperkirakan 2,5 miliar kaki kubik per hari (BCFD).
BACA JUGA: Anak Usaha AP II ini Bakal Kembangkan 3 Bandara
kebutuhan melejit menjadi 2,7 BCFD pada 2023. Pada 2030, kebutuhan gas diperkirakan 4,5 BCFD.
Pada saat yang sama, suplai gas domestik diprediksi menurun secara alami. Karena itu, Pertamina berupaya memastikan keamanan pasokan gas untuk pembangkit listrik.
BACA JUGA: Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung Molor
Kebutuhan gas untuk menghasilkan listrik 12 ribu mw diperkirakan delapan MTPA. ’’Ada pasokan LNG dari Tangguh Train 3 sebanyak 3,5 MTPA. Sisanya, sebanyak 4,5 MTPA kami penuhi (dari impor, Red),’’ urai Didik.
Gas impor juga digunakan untuk refinery development master plan (RDMP) Cilacap sebanyak 1 MTPA dan RDMP Balikpapan 1,2 MTPA. Selain itu, kilang Tuban 160 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Untuk memenuhi kebutuhan impor, Pertamina membangun infrastruktur gas berupa LNG receiving terminal di Pelabuhan Bojonegara, Serang, Banten. Fasilitas tersebut dilengkapi pembangkit listrik dan regasifikasi berkapasitas 500 MMSCFD. (dim/c5/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tenang, Tak Perlu Ribet Lagi Cari Slot Parkir di Bandara
Redaktur : Tim Redaksi