Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir, mengatakan pihaknya mulai kemarin sudah memastikan pasokan BBM bersubsidi terjaga di atas kebutuhan normal rata-rata harian untuk menutupi kelangkaan yang sempat terjadi di beberapa daerah. Pasokan untuk Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), menurutnya, berdasarkan informasi terakhir masing-masing mencapai 103 persen dari pasokan normal untuk jenis Premium dari rata-rata sebelumnya 102 persen.
Begitu juga dengan pasokan Solar bersubsidi mencapai 104 persen dari rata-rata sebelumnya 102 persen. Kebutuhan rata-rata harian BBM bersubsidi itu sendiri, kata Ali, sebanyak sekitar 79 ribu kilo liter per hari untuk jenis Premium dan sebanyak 47 ribu kilo liter per hari untuk jenis Solar. "Pasokan BBM bersubsidi semakin pulih," ujarnya kepada Jawa Pos, Sabtu (1/12).
Ali yang saat dihubungi kemarin sedang berada di Tiongkok itu berharap masyarakat mulai sadar pentingnya berhemat dalam mengonsumsi BBM. Dengan demikian banyaknya kebutuhan bisa sesuai dengan anggaran yang sudah ditetapkan.
"Jika pembelian juga dilakukan secara normal, kami yakin BBM bersubsidi cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga sekali lagi kami mengharapkan masyarakat membeli BBM bersubsidi sesuai dengan kebutuhan saja," harapnya.
Jika masyarakat menyadari hal itu, lanjut Ali, maka Pertamina menjamin pasokan BBM bersubsidi tetap aman.
Sejak kebijakan pemerintah untuk menjatah BBM bersubsidi dicabut sementara pada 25 November 2012, Pertamina mengaku pihaknya telah melakukan normalisasi pasokan BBM bersubsidi. Hanya saja, menurut Ali, normalisasi pasokan tersebut memang memerlukan waktu sehingga tidak cukup selesai dalam sehari.
"Apalagi di daerah-daerah luar Jawa yang minim infrastruktur atau di Jakarta yang kerap terkendala oleh kemacetan," ucapnya.
Pertamina belum mengambil sikap terkait recana pemerintah seperti disampaikan menteri ESDM, Jero Wacik, untuk menambah kuota BBM bersubsidi sebanyak 1,2 juta kiloliter dan menelan dana senilai Rp 6 triliun. Dana tersebut menurut Jero tidak akan diambil dari APBN sehingga meminta pengorbanan dari Pertamina.
"Pertamina kan perusahaan negara. Artinya dividen, keuntungan, kerugian, kan kita laporkan ke pemerintah sebagai pemegang saham dalam hal ini kementerian BUMN. Tergantung pemegang saham saja nanti bagaimana. Setahu saya belum ada keputusan," ungkap Ali.
Hanya saja, kata Ali, harus disadari bahwa Pertamina juga perusahaan biasa sebagaimana perusahaan lainnya yang membutuhkan profit agar bisa terus berkembang. Sementara beban kerugian sudah terlihat termasuk salah satunya dari Elpiji 12 kg.
"Elpiji 12 kg memang bukan bersubsidi tetapi berpotensi rugi sekitar Rp 5 triliun sampai akhir tahun. Jadi Pertamina ini kalau dibilang pengorbanan untuk bangsa ini sudah luar biasa. Bagi kita tidak masalah karena itu tugas Pertamina sebagai BUMN," ucap Ali.
Ali berharap ada political will yang kuat dari semua pihak terkait untuk membantu Pertamina menjadi lebih kuat terutama dari sisi bisnis hulu. "Di sisi hilirnya kan sudah seperti ini kita semua tahu. Tentunya di sisi hulu harus dikuatkan. Sehingga Pertamina ini baik untuk jangkar ketahanan energi kita di masa mendatang," pikirnya.(gen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BBM Langka, BPH Migas Dianggap Tak Cermat Hitung Kuota
Redaktur : Tim Redaksi