JAKARTA - Sejak Maret lalu, kelangkaan solar mulai melanda beberapa wilayah. Salah satu kelangkaan yang cukup parah terjadi di Jawa Tengah (Jateng). Vice President Komunikasi PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir mengatakan pihaknya sudah menerima laporan dari beberapa daerah terkait antrean panjang kendaraan yang ingin membeli solar bersubsidi.
"Sebenarnya ini bukan kelangkaan, karena stok solar Pertamina cukup banyak. Tapi jujur saja, ini karena kami mulai memperketat kuota penyaluran BBM bersubsidi, terutama solar. Akibatnya terlihat seperti kelangkaan," ujarnya kepada Jawa Pos tadi malam (7/4).
Dia mengakui, sejak Maret lalu Pertamina mulai waswas karena konsumsi solar terus menunjukkan tren peningkatan. Akibatnya, kuota yang sudah ditetapkan pun terlampaui. "Kalau kuota jebol, kami terpaksa memperketat distribusi sehingga tidak semua permintaan pasokan (dari SPBU) bisa kami penuhi," katanya.
Data Pertamina menunjukkan, pada periode Januari-Maret 2013 konsumsi premium mencapai 7,04 juta kiloliter (kl) atau 98,3 persen dari kuota. Sedangkan konsumsi solar sudah tembus 3,70 juta kl atau 105,2 persen dari kuota.
Dengan begitu, secara total konsumsi premium dan solar sudah 10,74 juta kl atau 100,6 persen dari kuota yang ditetapkan. "Saat ini yang kita waspadai adalah solar," sebutnya.
Oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), kuota BBM bersubsidi dibagi per daerah. Artinya, tiap-tiap provinsi sudah ditetapkan kuota selama satu tahun.
Kuota itu lantas dibagi-bagi per bulan sehingga realisasinya bisa dipantau setiap saat. Sehingga, jika realisasi konsumsi di suatu daerah sudah terlampaui, Pertamina langsung melakukan pengetatan agar kuota tidak makin jebol. "Nah, Jawa Tengah ini konsumsi solarnya termasuk tinggi, sekitar 104 persen dari kuota," ujarnya.
Sebagai gambaran, pada 2013 BPH Migas menetapkan kuota BBM bersubsidi jenis solar di wilayah Jateng DIY sebesar 1.878.843 kl. Jumlah ini 4 persen lebih rendah dibanding kuota 2012 yang mencapai 1.947.822 kl. Sepanjang triwulan I 2013, realisasi konsumsi solar sudah tembus 427.881 kl. Rinciannya, konsumsi Januari 145.845 kl, Februari 137.437 kl, dan Maret 144.600 kl.
Jika diperhatikan, konsumsi pada Februari turun dibanding Januari karena jumlah hari yang hanya 28. Sedangkan pada Maret, penurunan konsumsi disebabkan mulai diberlakukannya pengetatan kuota oleh Pertamina. Menurut Ali, pengetatan kuota terutama solar tidak hanya dilakukan Pertamina di Jawa Tengah. Namun juga di berbagai wilayah lain yang juga sudah mengalami over kuota.
Ali menyebut, hingga akhir Maret lalu hanya ada beberapa daerah yang konsumsi solarnya masih terjaga di bawah kuota. Di antaranya Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Gorontalo, Kalimantan Timur, serta Nusa Tenggara Timur (NTT). "Selain daerah itu, merah semua (overkuota)," ucapnya.
Ali mengakui, saat ini Pertamina berada dalam kondisi dilematis. Di satu sisi, Pertamina dituntut untuk menyalurkan BBM bersubsidi sesuai dengan kuota yang sudah dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Tapi di sisi lain, realisasi konsumsi terus naik, sehingga terjadi gap antara pasokan dan permintaan. "Apalagi jika ada panic buying, masyarakat antre bawa jerigen, itu membuat kondisi makin tidak kondusif," katanya.
Karena itu, Pertamina kini mengimbau kepada masyarakat, khususnya pemilik mobil pribadi untuk mulai menggunakan BBM nonsubsidi. "Saya pastikan pasokan BBM nonsubsidi, termasuk solar nonsubsidi kita melimpah. Jadi kalau masyarakat mau beralih ke solar nonsubsidi (Pertamina Dex), maka tidak ada lagi kelangkaan," pungkasnya. (owi/oki)
"Sebenarnya ini bukan kelangkaan, karena stok solar Pertamina cukup banyak. Tapi jujur saja, ini karena kami mulai memperketat kuota penyaluran BBM bersubsidi, terutama solar. Akibatnya terlihat seperti kelangkaan," ujarnya kepada Jawa Pos tadi malam (7/4).
Dia mengakui, sejak Maret lalu Pertamina mulai waswas karena konsumsi solar terus menunjukkan tren peningkatan. Akibatnya, kuota yang sudah ditetapkan pun terlampaui. "Kalau kuota jebol, kami terpaksa memperketat distribusi sehingga tidak semua permintaan pasokan (dari SPBU) bisa kami penuhi," katanya.
Data Pertamina menunjukkan, pada periode Januari-Maret 2013 konsumsi premium mencapai 7,04 juta kiloliter (kl) atau 98,3 persen dari kuota. Sedangkan konsumsi solar sudah tembus 3,70 juta kl atau 105,2 persen dari kuota.
Dengan begitu, secara total konsumsi premium dan solar sudah 10,74 juta kl atau 100,6 persen dari kuota yang ditetapkan. "Saat ini yang kita waspadai adalah solar," sebutnya.
Oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), kuota BBM bersubsidi dibagi per daerah. Artinya, tiap-tiap provinsi sudah ditetapkan kuota selama satu tahun.
Kuota itu lantas dibagi-bagi per bulan sehingga realisasinya bisa dipantau setiap saat. Sehingga, jika realisasi konsumsi di suatu daerah sudah terlampaui, Pertamina langsung melakukan pengetatan agar kuota tidak makin jebol. "Nah, Jawa Tengah ini konsumsi solarnya termasuk tinggi, sekitar 104 persen dari kuota," ujarnya.
Sebagai gambaran, pada 2013 BPH Migas menetapkan kuota BBM bersubsidi jenis solar di wilayah Jateng DIY sebesar 1.878.843 kl. Jumlah ini 4 persen lebih rendah dibanding kuota 2012 yang mencapai 1.947.822 kl. Sepanjang triwulan I 2013, realisasi konsumsi solar sudah tembus 427.881 kl. Rinciannya, konsumsi Januari 145.845 kl, Februari 137.437 kl, dan Maret 144.600 kl.
Jika diperhatikan, konsumsi pada Februari turun dibanding Januari karena jumlah hari yang hanya 28. Sedangkan pada Maret, penurunan konsumsi disebabkan mulai diberlakukannya pengetatan kuota oleh Pertamina. Menurut Ali, pengetatan kuota terutama solar tidak hanya dilakukan Pertamina di Jawa Tengah. Namun juga di berbagai wilayah lain yang juga sudah mengalami over kuota.
Ali menyebut, hingga akhir Maret lalu hanya ada beberapa daerah yang konsumsi solarnya masih terjaga di bawah kuota. Di antaranya Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Gorontalo, Kalimantan Timur, serta Nusa Tenggara Timur (NTT). "Selain daerah itu, merah semua (overkuota)," ucapnya.
Ali mengakui, saat ini Pertamina berada dalam kondisi dilematis. Di satu sisi, Pertamina dituntut untuk menyalurkan BBM bersubsidi sesuai dengan kuota yang sudah dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Tapi di sisi lain, realisasi konsumsi terus naik, sehingga terjadi gap antara pasokan dan permintaan. "Apalagi jika ada panic buying, masyarakat antre bawa jerigen, itu membuat kondisi makin tidak kondusif," katanya.
Karena itu, Pertamina kini mengimbau kepada masyarakat, khususnya pemilik mobil pribadi untuk mulai menggunakan BBM nonsubsidi. "Saya pastikan pasokan BBM nonsubsidi, termasuk solar nonsubsidi kita melimpah. Jadi kalau masyarakat mau beralih ke solar nonsubsidi (Pertamina Dex), maka tidak ada lagi kelangkaan," pungkasnya. (owi/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Ikut Panen di Tasikmalaya
Redaktur : Tim Redaksi