JAKARTA - Usulan penghapusan premium dengan spesifikasi research octane number (RON) 88 direspons PT Pertamina. Menurut BUMN migas itu, ada beberapa alasan pemerintah masih mempertahankan peredaran produk premium. Salah satunya kilang Pertamina yang terancam menganggur jika produk tersebut dihapus.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina Ali Mundakir menyatakan, pihaknya tidak punya wewenang terhadap keputusan tersebut. Namun, memang ada pertimbangan tertentu dari pemerintah sebelumnya terkait dengan produk premium. Yakni, kilang nasional yang dioperasikan PT Pertamina.
''Pemerintah dulu membuat spesifikasi RON 88 dengan mempertimbangkan seluruh aspek. Salah satunya kilang existing Pertamina. Kilang tersebut kan memang memproduksi bahan bakar RON rendah. Kalau tidak ada lagi produknya, kilangnya mau diapakan,'' terangnya di Jakarta kemarin (6/12).
Ali menjelaskan proses produksi RON 88. Menurut dia, tuduhan penurunan kualitas dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas tidak benar. Sebab, Pertamina mendatangkan bahan bakar setengah jadi dengan RON 92 untuk menggenjot BBM hasil kilang Indonesia.
''Sebagian produksi kilang Pertamina itu merupakan nafta dengan RON 70 saja. Ini tidak bisa dipakai untuk bahan bakar. Jadi, harus di-upgrade dengan HOMC (high octane mogas component) dengan RON 92. Dua produk ini diolah untuk menÂciptakan premium,'' ungkapnya.
Sayangnya, Ali enggan menjelaskan lebih terperinci tentang produksi nafta dan komposisi dalam premium. Dia cuma meÂminta tim reformasi mau mengakomodasi usulan tersebut. Dengan demikian, rekomendasi yang diberikan kepada pemerintah tidak merugikan beberapa pihak.
''Di Indonesia juga masih ada mobil-mobil tua yang dioperasikan. Jadi, kami mengusulkan agar tim bisa mempertimbangkan faktor ini. Kalau detail bisnis ini tidak dipahami, usulannya nanti tidak komprehensif.'' (bil/c6/sof)
BACA JUGA: Pemerintah Tetap akan Impor Gula
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Menkeu Sebut Kebijakan Ekonomi Jokowi Salah Kaprah
Redaktur : Tim Redaksi