JAKARTA – PT Pertamina (Persero) mengaku rugi hingga Rp 4,3 triliun pada 2011 akibat pendistribusian elpiji nonsubdidi dan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kerugian terbesar dialami perusahaan plat merah tersebut dari sektor elpiji yang mencapai Rp 3,8 triliun. Sedangkan kerugian penyaluran premium Rp 500 miliar.
Direktur Utama (Dirut) Pertamina Karena Agustiawan menjelaskan, kerugian dari sektor elpiji karena harga jual gas ukuran 12 kilogram jauh di bawah harga keekonomian. Pendapatan perusahaan dari hasil penjualan gas 12 kilogram hanya Rp 5,12 triliun. Sementara biaya untuk pengadaan dan operasional mencapai Rp 9,02 triliun.’’Ada kerugian Rp 3,8 triliun. Itu hanya dari gas nonsubsidi saja,’’ ungkap Karen saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Selasa (14/2).
Namun, lanjut Karen, untuk elpiji bersubsidi, Pertamina berhasil meraih keuntungan sekitar Rp 3 triliun. Laba tersebut diperoleh dari pendapatan yang mencapai Rp 32,48 triliun, sementara biaya operasional hanya Rp 29,53 triliun. Berdasarkan data 2011, volume penjualan gas bersubsidi mencapai 3,26 juta ton.
’’Di 2011 realisasi harga kontrak (CP) Saudi Aramco yang menjadi patokan pembelian elpiji Pertamina mencapai USD 858,21 per ton dengan volume penjualan elpiji nonsubsidi tercatat 2,07 juta ton,’’ ungkapnya.
Kerugian serupa juga terjadi untuk penyaluran BBM bersubsidi. Totalnya mencapai Rp 500 miliar. Kerugian tersebut akibat bertambahnya jumlah kendaraan selama 2011 yang sangat pesat. Hal ini ditambah dengan besarnya perbedaan harga premium dan pertamax. Sehingga membuat masyarakat lebih memilih memakai BBM public service obligations (PSO) tersebut.
’’Pertamina, menyalurkan BBM bersubsidi sebanyak 41,69 juta kiloliter (KL), terdiri atas premium 25,5 juta KL, solar 14,5 juta KL, dan minyak tanah 1,7 juta KL. Jumlah tersebut melebihi kuota yang ditetapkan yaitu 40,36 juta KL. Untuk 2012, kuota BBM bersubsidi hanya 95,6 persen dari realisasi penyaluran BBM bersubsidi 2011. Untuk itu, Pertamina mendesak agar program pengaturan dan pengawasan mutlak dibutuhkan untuk mengontrol volume agar sesuai kuota,’’ jelas Karen.
Menurut Karen, kerena kerugian tersebut membuat laba perseroan cukup tergerus. Tapi, secara keseluruhan Pertamina masih meraih keuntungan Rp Rp20,996 triliun. Angka tersebut belum diaudit. Pencapaian 2011 lebih besar dari laba 2010 yang hanya Rp 16,7 triliun.
Sementara itu, Pertamina menyatakan masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 terkait pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Pertamina mengharapkan ada sebuah aturan teknis yang komprehensif agar dalam pelaksanaannya bisa sesuai dengan harapan.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Djaelani Sutomo menjelaskan, dalam Perpres No 15 Tahun 2012 memang disebutkan bahwa diperbolehkan untuk menaikkan harga BBM. Sedang di sisi lainnya juga disebutkan terkait opsi konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG).’’Tetapi kapan pastinya kan belum,’’ kata Djaelani usai RDP.
Perpres yang telah ditandatangani Presiden SBY itu menjelaskan penggunaan BBM tertentu secara bertahap dilakukan pembatasan. Sedangkan tahapan pembatasannya akan dilakukan oleh Menteri ESDM berdasarkan hasil rakor yang dipimpin oleh Menteri Perekonomian. ’’Pada intinya Pertamina siap melaksanakan apa pun keputusan yang diambil oleh pemerintah dan sekarang semua opsi untuk pengendalian BBM sedang dibahas oleh pemerintah bersama DPR. Jadi masih proses, kita tunggu saja,’’ ujar Juru Bicara Pertamina M. Harun di tempat terpisah.
Anggota DPR Komisi VII Bobby Adhityo Rizaldi menuturkan, dengan adanya Perpres No 15 Tahun 2012 secara tidak langsung telah memberikan ruang yang cukup bagi pemerintah untuk melakukan penghematan subsidi dengan cara pembatasan di pasal 5 ayat 1 dan 2. Anggota DPR lainnya, Satya W. Yudha mengatakan, dalam penentuan harga BBM nanti oleh pemerintah diharapkan struktur harga dalam BBM yang digunakan bisa transparan. Sebab saat ini, menurut Satya, penghitungan harga BBM yang didasari besaran MOPS plus Alfha masih diragukan keabsahannya. (cdl/gce)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Semua Opsi Kebijakan BBM Harus Dibuka
Redaktur : Tim Redaksi