jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umun Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko berharap pemerintah menguatkan dukungan untuk pertanian kelapa.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi sangat besar dalam industri kelapa ini untuk meningkatkan perekonomian.
BACA JUGA: HKTI: Indonesia Akan Jadi Produsen Kelapa Terbesar Dunia
"Produksi kelapa harus ditingkatkan. Karena produk kelapa dan produk turunan kelapa dapat meningkatkan perekonomian daerah dan perekonomian nasional," ujar Moeldoko, Senin (15/1).
Tercatat, terdapat 95 kabupaten di Indonesia yang menghasilkan kelapa dengan luas kebun masing-masing lebih dari 10 ribu hektar.
Petani kelapa di Indonesia mencapai 2 juta orang dengan komposisi 98,93% adalah petani kecil.
Sementara, Indonesia memiliki sekitar 3,5 juta hektar kelapa, tetapi total produksi kelapa masih rendah.
Menurut data Kementerian Pertanian, rata-rata sentra produksi kelapa di wilayah Indonesia pada 2014-2016 adalah 14,34 persen dari Provinsi Riau, 9,14 persen dari Provinsi Sulawesi Utara dan 8,73 persen dari Provinsi Jawa Timur.
Provinsi lain di Indonesia yang menjadi produsen kelapa adalah Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Jambi, Jawa Barat, Maluku, Lampung, dan 33,83 persen di provinsi lainnya.
“Jika dibandingkan dengan India yang memiliki jumlah kebun lebih kecil, produksi kelapa Indonesia masih rendah. Kita perlu tata kelola perkebunan kelapa dan implementasi segera seperti percepatan pembibitan dan peremajaan pohon,” kata Moeldoko.
Moeldoko menegaskan, adanya tantangan besar untuk on-farming dan off-farming dalam pertanian kelapa.
Untuk itu, dalam hal on-farming, Moeldoko mendukung percepatan peremajaan pohon, perbaikan pengolahan dan pendampingan petani.
“Sedangkan dalam hal off-farming, pembentukan organisasi untuk saling membantu dan penguatan kapasitas petani serta kemudahan akses permodalan harus didukung,” sambungnya.
Moeldoko berpandangan, ada beberapa isu strategis dalam perkebunan kelapa.
Yaitu keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia. Sebagai negara kepulauan di khatulistiwa yang memiliki iklim dan kontur tanah yang cocok untuk kelapa seharusnya bisa menjadikan Indonesia menjadi produsen kelapa terbesar di dunia.
"Linkage antara petani dan industri yang belum efektif, sehingga belum dapat membentuk sinergi yang dapat mengefisienkan pasar dengan kerja sama win-win solution, diversifikasi dan diferensiasi produk turunan dari kelapa yang membutuhkan percepatan adopsi teknologi dan inovasi industri yang dapat meningkatkan nilai jual kelapa," paparnya.
Selain itu, lanjut Moeldoko, penyelesaian status hukum tanah yang sebagian masih dalam kawasan hutan, disarankan untuk segera diselesaikan.
“Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 88 tahun 2017 tentang Percepatan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. Hal ini juga bermanfaat memudahkan akses terhadap permodalan,” tegas Moeldoko.
Moeldoko menjelaskan, kelapa merupakan tanaman yang hampir seluruh bagiannya bisa dimanfaatkan secara komersial mulai dari batang pohon, buah, sabut, tempurung, hingga air kelapa.
Produk-produk yang dapat dihasilkan dari buah kelapa banyak diminati karena nilai ekonominya yang tinggi.
Di antaranya adalah Coconut Crude Oil (CCO), Virgin Coconut Oil (VCO), activated carbon (AC), coconut fiber (CF), coconut charcoal (CCL), serta oleokimia yang dapat menghasilkan asam lemak, metal ester, fatty alkohol, fatty amine, fatty nitrogen, glyserol, dan lain-lainnya.
Sementara itu, daun, sabut, dan batang kelapa juga merupakan bahan baku industri untuk menghasilkan perlengkapan rumah tangga (furniture) seperti keset, sapu, spring bed, matras, dan anyaman lain yang prospektif untuk dikembangkan.
"Potensinya sangat luar biasa untuk bisa memberikan manfaat masyarakat. Apalagi, saat ini Indonesia menjadi eksportir terbesar kedua setelah India. Nilainya sangat tinggi," tegas Moeldoko.
Nilai ekspor kelapa tercatat sebesar USD 510,14 juta pada 2010, yang berlipat menjadi USD 1,21 miliar pada 2014.
Indonesia merupakan eksportir kelapa dan sabut kelapa kedua terbesar di dunia setelah India.
Pada 2014, kontribusi Indonesia mencapai 20,16 persen dari total nilai ekspor dunia.
Peningkatan kinerja ekspor produk minyak kelapa, khususnya untuk pasar dunia masih sangat terbuka.
Berdasarkan data Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), total kebutuhan kelapa secara nasional pada 2015 sebanyak 14,63 miliar butir kelapa atau senilai 3,53 miliar dolar AS.
Sebanyak 1,53 miliar butir kelapa atau 10 persen untuk konsumsi rumah tangga, 3,5 miliar butir atau 24 persen untuk pasar ekspor, dan selebihnya dipergunakan untuk bahan baku industri pengolahan.
Sementara untuk rata-rata produksi kelapa per tahun diperkirakan 12,9 miliar butir kelapa. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia